Gudeg.net - Beberapa saat selepas buka puasa pada Jumat (22/4), Shinta Nuriyah Wahid hadir di Peace Village (Desa Damai) yang terletak di dusun Taraman, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yoyakarta.
Istri mendiang presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal sebagai Gus Dur, itu hadir didampingi putrinya, Yenny Zannuba Wahid. Kehadiran Ibu Shinta, begitu ia akrab disapa, merupakan bagian dari kunjungan kerjanya yang ditajuki "Ibu Shinta Nuriyah Wahid Menyapa".
Dalam forum silaturahmi yang berlangsung santai dan hanya terbatas untuk sekitar 30 tamu undangan tersebut, Ibu Shinta menyampaikan pesan-pesan kebangsaan yang intinya mengajak untuk terus menjaga nilai-nilai kerukunan dan toleransi di tengah berbagai perbedaan di negeri ini.
"Kalau bisa menjalin kerukunan, maka kita bisa menjadi negara yang kuat dan gemah ripah loh jinawi," katanya. Menghadapi situasi seperti sekarang ini, ia menawarkan tiga formula atau rukun, yakni rukun keagamaan, rukun ketatanegaraan, dan rukun kesehatan.
Rukun Keagamaan berkaitan dengan sesuatu yang harus dilakukan menurut keyakinan masing-masing; bagi umat Muslim tentunya melaksanakan Rukun Islam. Rukun Ketatanegaraan sudah pasti menyangkut dasar negara Pancasila, yang intinya, menurut Ibu Shinta, "Kita harus bisa rukun damai untuk membangun negara Indonesia." Rukun Kesehatan berkaitan dengan ihwal menjaga protokol kesehatan dan mendapatkan vaksinasi sebagai tameng kesehatan masyarakat.
"Bila (semua itu) dapat dilaksanakan, kita bisa menjadi sehat, negara kuat, kita menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi," lanjutnya.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, acara silaturahmi antara Ibu Shinta dengan berbagai kalangan masyarakat itu, yang melibatkan kaum dhuafa, tokoh masyarakat sampai tokoh lintas agama, diberi tajuk "Buka dan Sahur Bersama Ibu Shinta". Ketika pandemi melanda, acaranya praktis berhenti.
Yenny Wahid mengatakan, ibunya sudah dari dulu melakukan kegiatan semacam itu, dan telah mengunjungi banyak kota di Indonesia untuk menemui dan menyapa berbagai kalangan di masyarakat, yang disebutnya lintas batas, lintas sekat agama, lintas sekat ekonomi dan sosial. "Sudah 21 tahun dilakukan. Terhenti karena pandemi," tutur Yenny.
Kini setelah banyak vaksinasi Covid-19 dilakukan dan kemudian angka penularannya melandai, acara tersebut dimulai lagi, walaupun dengan jumlah peserta yang terbatas demi menjaga protokol kesehatan. Tema acaranya pun diubah dari "buka puasa dan sahur bersama Ibu Shinta" menjadi "Ibu Shinta menyapa".
Menurut Yenny, selain pada isu-isu kerukunan dan toleransi, concern utama ibunya adalah kepada masyarakat dhuafa. "Punya obsesi meneruskan perjuangan Gus Dur," ungkapnya.
Peace Village, sebagai lokasi acara "Ibu Shinta Nuriyah Wahid Menyapa", dibentuk oleh Yenny Wahid bersama suaminya, Dhohir Farisi, yang memiliki program untuk membangun masyarakat yang adil dan demokratis yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kerukunan/perdamaian.
Kirim Komentar