Seni & Budaya

“Mural to Kampung”, Upaya Membendung Laju Pengkotaan Wilayah Desa

Oleh : Moh. Jauhar al-Hakimi / Senin, 06 Februari 2023 08:19
“Mural to Kampung”, Upaya Membendung Laju Pengkotaan Wilayah Desa
Mural karya Isrol Medialegal. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – Memasuki Pedukuhan Bandung Ngaglik, Pendowoharjo, Sewon-Bantul, pada dinding sebuah rumah di tepi sawah karya mural menyambut pelintas dengan kalimat “Sawah untuk Kehidupan” di sebelahnya visual petani bercaping memanggul jerami.

Begitu memasuki RT 32 Ngaglik karya mural semakin banyak terdapat di dinding atau pagar rumah warga dengan warna dan gaya yang beragam.

Sejak awal tahun 2023 seniman-perupa merespons dinding rumah warga dengan karya mural. Acara yang diinisiasi oleh seniman mural Andre ‘Anagard’ Busrianto dengan tajuk “Mural to Kampung” melibatkan puluhan seniman dari berbagai kota.

“Keseluruhan ada 41 seniman dengan karya mural yang dibuat pada rumah-rumah warga yang berpenghuni. Dalam pengerjaan selama tiga mingguan berhasil diselesaikan 35 karya mural. Tidak ada tema khusus.” jelas Anagard kepada Gudeg.net, Kamis (2/2) sore.

Mural karya Anagard pada “Mural to Kampung” di Pedukuhan Ngaglik, Pendowoharjo, Sewon-Bantul. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Lebih lanjut Anagard menjelaskan bahwa kegiatan mural di Bandung Ngaglik sepenuhnya dilakukan secara swadaya oleh seniman.

“Kawan-kawan seniman membiayai dirinya sendiri termasuk peralatan dan bahan untuk pembuatan mural. Silakan konsep karyanya disesuaikan dengan ruang (dinding rumah) yang ada.” imbuh Anagard.

Atas inisiasi tersebut “Mural to Kampung” mendapat sambutan positif saat pertama kali disampaikan kepada warga pada akhir tahun lalu.

Sebuah mural di tengah persawahan di Pedukuhan Ngaglik, Pendowoharjo, Sewon-Bantul. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Melihat karya mural di “Mural to Kampung” secara garis besar ada beberapa isu yang diangkat para seniman diantaranya kesejahteraan, menurunnya daya dukung lingkungan, alih fungsi lahan.

Begitu memasuki perkampungan berjarak sekira 50 meteran dari poskamling RT 32 Bandung Ngaglik, sebuah mural meskipun agak terhalang pohon mangga tetap mampu mencuri perhatian dengan objek figur Petruk dalam ukuran yang besar sedang memegang pisang yang sudah matang di bawahnya figur-figur orang sedang menanam di atas lahan padas kuning.

Persis di sebelahnya anak kecil sedang memeluk kucing di sebuah taman dengan latar belakang gedung bertingkat lengkap dengan menara BTS. Sebuah pita teks bertuliskan “sopo nandur bakal ngunduh”. Masih di dinding yang sama terdapat satu karya yang menyatu dalam sebuah tulisan besar berwarna merah “Panen Apa Hari Ini??” Sebuah dialog antarmural yang menarik ketika lahan pertanian dan sawah produktif di wilayah Yogyakarta termasuk di sekitar Bandung Ngaglik saat ini banyak mengalami ‘godaan’ dialihfungsikan bagi peruntukan lainnya terlebih berada di jalur strategis dekat jalan raya.

Persis di sebelahnya pada dinding rumah berukuran 3 m x 10 m, seniman Getlups membuat sebuah mural dengan objek burung berukuran besar di atas dinding batako yang tidak diplester.

Berjarak dua puluh meteran dari kedua mural tersebut pada dinding rumah yang berada persis di pertigaan Anagard membuat mural manusia unggas-nya yang sedang berlutut mempersembahkan sebuah rumah panggung kecil untuk diletakkan di hamparan persawahan yang menghijau. Sebuah dilema dimana manusia memerlukan rumah, tempat untuk pulang dan berlindung pada saat bersamaan memerlukan ruang hidup yang mendukung kehidupannya, pada saat bersamaan pula nilai ekonomi suatu lahan berkejaran dengan laju perkembangan wilayah sekitarnya.

Mural karya Getlups. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Maju investasi dalam industri pariwisata dan industri lainnya dimana wilayah Yogyakarta banyak dihidupi dari dunia perdagangan dan pariwisatanya merupakan keniscayaan yang tidak terhindarkan. Namun ada baiknya diperhatikan bahwa dengan segala potensi daya dukung-tampungnya bagi wilayah sebelah menyebelah, membangun desa tidak harus mengkotakan desa. Desa dengan segala potensi lahan pertanian produktif, ruang terbuka hijau, daerah resapan air, sekaligus sumber air bersih adalah sumber kehidupan yang harus terus dijaga.

Di sebuah dinding rumah yang sederhana bercat biru muda, perupa Isrol Medialegal membuat mural dengan figur anak kecil yang sedang tersenyum menggendong kucing dan sebuah pesan pengingat “Kesejahteraan Milik Bersama”. Yaa... kesejahteraan seharusnya milik semua warga negara dan bukan hanya milik segelintir orang ataupun golongan tertentu.

Cukup menggelitik mengamati sebuah mural dengan visual notasi lagu ‘Tanah Airku’ karya Saridjah Niung (Ibu Sud) lengkap dengan partiturnya. Seorang anak dengan ketapel yang siap dibidikkan mengarah pada partitur lagu tersebut yang dipenuhi belasan tikus yang riang-gembira berlari di baris-baris partitur. Menjadi menarik saat mural “Tanah Airku” dibuat di dinding belakang rumah warga. Tikus sebagai simbol praktik korupsi yang telah merugikan negara bahkan dengan riang gembiranya berlarian di segala lini-baris kehidupan “Tanah Airku”. Praktik-praktik korupsi yang sudah berlangsung lama hingga saat di negeri ini telah mengggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mural “Tanah Airku”. (Foto : Anagard)

Pada sebuah tembok pagar setinggi 3 meter, perupa Ismu Ismoyo mengeksplorasi permainan anak-anak yang sedang naik daun akhir-akhir ini : lato-lato. Figur seorang ibu yang memainkan dua butir kelapa sebagai lato-latonya, sekawanan anak sedang bermain lato-lato bersama, seorang remaja berkaos ‘Indonesia’ memainkan dua tabung gas 3 kg untuk lato-lato, dan seorang dengan senyum mengembang entah untuk apa sedang asik memainkan lato-lato. Pesannya cukup jelas di tahun politik saat ini, janganlah kita mau dibentur-benturkan untuk kepentingan para pemburu rente kekuasaan.

“Seniman diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi karya muralnya. Konsepnya sederhana yakni selain edukasi bersama, ini menjadi reproduksi pengetahuan bagi siapapun.” pungkas Anagard

Mural “Panen Apa Hari Ini??” karya kolaborasi Young Surakarta dan NdaruMW. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Di saat isu-isu tersebut berkembang dalam pragmatisme perputaran kapital-kekuasaan semata dan masyarakat bawah hanya menjadi pion atas pertarungan yang terjadi : modal/kapital, relasi kuasa, penyedotan sumberdaya ekonomi, benturan kepentingan, dimana pada akhirnya hanya meminggirkan masyarakatnya yang lemah, pada saat itulah kehadiran negara diperlukan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi warganya.

 


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SWADESI ADHILOKA

    SWADESI ADHILOKA

    Handayani FM


    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    MBS 92,7 FM

    MBS 92,7 FM

    MBS 92,7 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini