Seni & Budaya

Meruangkan Benda-benda Temuan dalam “Painthings Exhibition”

Oleh : Moh. Jauhar al-Hakimi / Senin, 06 Februari 2023 16:58
Meruangkan Benda-benda Temuan dalam “Painthings Exhibition”
Pink Fluid (Aji Yudalaga/kiri), ‘Andromeda’ (Tugiman/kanan). (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – “Pertautan patung dengan objek makin menguat pada pematung-pematung berikutnya (tahun 2000-an dan selanjutnya). Kehadiran patung sebagai benda seni yang hadir nyata dalam ruang memungkinkan pertimbangan aspek keruangan dalam karya-karya patung. Apabila seni lukis membuat ilusi ruang untuk meletakkan citra benda-benda maka seni patung menjadikan ruang nyata sebagai setting benda-benda tersebut. Seni instalasi menjadi salah satu pendorong penting bagaimana para seniman menyadari kehadiran karya tiga dimensionalnya sebagai benda nyata yang hadir bersama benda-benda lainnya dalam sebuah ruangan. Penggunaan benda temuan yang dalam seni instalasi kerap digunakan dengan mengubah konteks benda, dilakukan oleh banyak seniman untuk mengkomunikasikan gagasan seninya. Dalam seni kontemporer seniman seperti Damien Hirst yang menggunakan benda sebenarnya seperti binatang atau tengkorak sebagai karya seninya menjadi perbincangan luas di kalangan seniman. Karya-karya dari seniman lain seperti Jeff Koons dan Takashi Murakami makin menampakkan kedigdayaan penggunaan benda-benda yang berasal dari ikon budaya populer dan benda sehari-hari sebagai seni.”

Paragraf tulisan pengajar Seni Rupa dan Desain ISI Yogyakarta Rain Rosidi menjadi catatan pengantar pameran “PAINThings Exhibition” di LAV Gallery, Mantrijeron-Yogyakarta. Pameran yang melibatkan lima belas seniman dibuka pada Sabtu (4/2) sore.

Karya Yusup Dilogo berjudul ‘Re-produk-si’ dalam Pameran “PAINThings Exhibition”. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Tema pameran sendiri terkesan menjadi permainan plesetan kata menggabungkan tiga kata ‘pain’, ‘paint’, dan ‘things’. Jika tidak dicermati bisa jadi publik seni rupa akan terjebak pada pameran lukisan (paintings exhibition), sementara di ruang pamer tidak ada satupun karya lukisan.

Yang agak mendekati karya lukisan adalah ‘Insomnia’ (Andika Industriyana), ‘Pink Fluid’ (Aji Yudalaga), ‘Candu’ (Vani Hidayaturrahman) dan ‘Broken in White’ (Danny Irawan). Jika Aji menjadikan dinding ruang sebagai kanvas lukisannya, Aji menghadirkan objek tiga dimensi pada karyanya. Sementara Vani menambahkan objek tube cat minyak bekas ke dalam karyanya.

Selebihnya seniman-perupa mempresentasikan karyanya dalam bentuk karya tiga matra ataupun karya instalasi.

Sebagaimana ditulis Rain bahwa kehadiran patung sebagai benda seni yang hadir nyata dalam ruang memungkinkan pertimbangan aspek keruangan dalam karya-karya patung.” dengan kapasitas ruang pamer yang relatif terbatas pilihan seniman merespons ruang tersebut dengan menghadirkan karya berukuran tidak terlalu besar serta hal teknis terkait penataan karya termasuk mengoptimalkan pencahayaan. Sementara eksplorasi medium-material karya menjadi opsi berikutnya.

Mengurai Pikiran (kiri), Mengurai Diri (kanan) – cat duko di atas polyester resin, kayu jati, rambut palsu – Dedy Maryadi - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Memanfaatkan drum bekas pematung Khusna Hardiyanto menghadirkan figur-figur serangga yang dibentuk dari barang-barang bekas ataupun barang temuan (found objects) dalam karya berjudul ‘Mabar’. Dengan dimensi karya yang relatif besar dibanding kapasitas ruang yang tersedia, ‘Mabar’ diletakkan pada sudut ruangan paling ujung.

Menyiasati letak yang relatif tersembunyi, pemanfaatan pencahayaan langsung pada karya membuat ‘Mabar’ secara keruangan menjadi tidak tersembunyi bahkan menyatu dengan sudut ruangan melalui bayangan karya yang tertangkap lantai ruang pamer.

Begitupun saat memasuki ruang pamer, dua karya dipajang secara berseberangan (opposite) : ‘Siasat Jitu’ (Ostheo Andre) dan ‘Andromeda’ (Tugiman). Kedua karya patung berbahan utama batu tersebut secara alamiah selalu memiliki daya tarik tersendiri sehingga penentuan letak karya perlu kehati-hatian agar tidak saling berebut ‘ruang’ pandangan pengunjung.

Candu – 30 cm x 15 cm x 10 cm – cat minyak di atas tube bekas cat, jarum suntik bekas – Vany Hidayaturrahman - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Dalam hal kelaziman dimensi karya tiga matra pada umumnya yang berukuran besar, ukuran yang relatif kecil memberikan keleluasaan dalam penempatannya pada ruang yang sempit. Dalam ukuran tersebut karya tiga matra bisa menjadi sketsa tiga dimensi yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi karya berukuran lebih besar ataupun berdiri sendiri sebagai karya akhir patung dalam ukuran kecil.

“Seni patung modern di Indonesia dipromosikan melalui kehadiran seni modern yang dibawa oleh seniman-seniman Eropa ke Indonesia. Sebagaimana kehadiran awal seni patung modern, tradisi patung figuratif terutama sosok manusia memiliki akar yang kuat dalam penciptaan patung modern di Indonesia. Diluar itu muncul semangat mematung dengan prinsip kebendaan (object hood) yang memberikan peluang munculnya karya-karya abstrak yang mengutamakan aspek kekuatan material, teknik, dan kebentukan.” papar Rain Rosidi dalam tulisannya.

Siasat Jitu – cat di atas polyester resin dan green stone – 50 cm x 42 cm x 90 cm – Osteo Andre – 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Dalam hal barang temuan (found objects), pelukis Yaksa Agus justru berburu air pada tujuh mata air sebagai material-medium karyanya dalam sebuah ‘Ekspedisi Tirta Wening’. Ketujuh  air dari sumber yang berbeda tersebut ditempatkan terpisah pada toples kaca sebagai pengingat bahwa air sebagai sumber kehidupan makhluk hidup harus dijaga keberadaannya.

“Saya menghadirkan tujuh air suci Tirta Wening yang saya ambil dari tujuh mata air yang mengalir, masuk ke sungai-sungai yang berhulu dari Merapi, kemudian mengalir hingga Laut Selatan.” jelas Yaksa kepada Gudeg.net, Sabtu (4/2) sore.

Yaksa menambahkan Tirta Wening dalam filosofi akar peradaban budaya Jawa dimaknai sebagai air yang memberikan nilai-nilai tambah bagi kehidupan.

Philonoist – cat minyak di atas kayu – 41 cm x 46 cm x 15 cm – Samsul Arifin - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Air bersih masih menjadi isu utama pengelolaan lingkungan di wilayah Yogyakarta hari ini dan mendatang. Bapedalda DIY dalam sebuah penelitian menyebutkan air sumur yang dikonsumsi masyarakat kota Yogyakarta merupakan air tanah yang bersumber pada daerah resapan di sekitar Gunung Merapi. Untuk bisa sampai ke Yogyakarta, air tanah sebagai salah satu sumber air baku memerlukan waktu hingga 20 tahun dengan menempuh jarak 30-40 km.

Artinya dalam satu tahun air tanah tersebut “hanya” menempuh jarak 1.5 hingga 2 kilometer. Hujan yang terjadi hari ini di Gunung Merapi, baru akan dimanfaatkan dari sumur warga 20 tahun yang akan datang.  Masihkah kita mengelolanya secara kurang bijaksana?

Pameran “PAINThings Exhibition” berlangsung di LAV Gallery hingga 18 Februari 2023.

 


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SWADESI ADHILOKA

    SWADESI ADHILOKA

    Handayani FM


    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    MBS 92,7 FM

    MBS 92,7 FM

    MBS 92,7 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini