Seni & Budaya

“Tour de Sego”, Sepeda Parkir Dimana?

Oleh : Moh. Jauhar al-Hakimi / Rabu, 01 Maret 2023 16:29
“Tour de Sego”, Sepeda Parkir Dimana?
Pameran tunggal Ismu Ismoyo “Tour de Sego” di Kebun Buku. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – “Saat awal pandemi saya bersepeda malam hari. Tentu dengan melengkapi keamanan untuk berkendara malam. Lampu depan dan lampu belakang lengkap dan menyala. Tapi mungkin nasib lagi sial. Sudah berkendara di sisi paling kiri menjelang traffic light di Jalan Sultan Agung dan lampu masih menyala merah, sebuah sepeda motor yang melaju cukup kencang menabrak dari belakang. Bersama sepeda yang saya kendarai, saya tersungkur di antara trotoar dan taman kecil pinggir jalan.” ujar Ismu menjelaskan pengalamannya bersepeda.

Perempatan Taman Siswa (kiri), Dreamland (tengah) – Ismu Ismoyo. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Kalimat tersebut disampaikan seniman-perupa Ismu Ismoyo saat pembukaan pameran tunggalnya bertajuk “Tour de Sego” di Kebun Buku, Selasa (21/2) sore.

Kejadian kecelakaan tersebut menyisakan trauma fisik-psikis bagi Ismu. Benturan keras dari belakang menyebabkan trauma pada panggul dan tulang belakang sehingga selama 3-4 bulan dia tidak bisa beraktivitas secara normal seperti sebelumnya bahkan untuk berjalan pun mengalami kesulitan.

“Praktis selama itu saya lebih banyak berkarya di studio. Membuat karya drawing sekalian mempersiapkan pameran tunggal ini yang sudah lama saya obrolkan bersama teman-teman jauh sebelum pandemi. Hikmahnya, saya bisa lebih fokus mempersiapkan lagi. Meskipun trauma-cederanya cukup merepotkan. Mana ada ditabrak motor yang gak sakit. Ha ha ha ...” jelas Ismu kepada Gudeg.net di sela-sela pembukaan pameran.

Pilihan Ismu menggunakan sepeda sebagai alat transportasi dalam kota bersama para pegiat sepeda Yogyakarta didasarkan pada beberapa alasan.

Rando n Eureka (crop) – cat air, cat akrilik, dan tinta di atas kertas – 109 cm x 79 cm – Ismu Ismoyo - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

“Ketika beban lalulintas kota sudah semakin bertambah berat dan padat dengan kendaraan bermotor, harus ada sesuatu yang bisa digunakan untuk menguranginya, dan pilihan kita adalah sepeda dengan berbagai alasan mulai dari isu pencemaran udara, penyerobotan bahu-badan untuk parkir kendaraan bermotor, kemacetan, hingga paling sederhana adalah menggunakan sepeda sebagai salah cara satu cara terbaik menikmati Yogyakarta berserta dinamikanya.” jelas Ismu kepada Gudeg.net, Selasa (21/2) sore.

Sebanyak 52 karya drawing dalam medium cat air, cat akrilik, tinta, maupun cat semprot di atas kertas, kayu, dan lembaran logam seng/alluminium dipamerkan Ismu di hampir dinding-ruangan Kebun Buku termasuk dapur.

Mengangkat tajuk “Tour de Sego”, keseluruhan karya merupakan eksplorasi Ismu atas sepeda sebagai moda transportasi ataupun hal lain mulai dari aktivitas bersepeda, onderdil (spare part), hingga sepeda sebagai subject matter kritik atas permasalahan sosial, politik, ekonomi, yang tumbuh di masyatakat.

Part series (kayu/atas), DNA (seng bekas/bawah) – Ismu Ismoyo. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Publik seni mengenal Ismu sebagai street artist dengan karya muralnya yang tersebar di beberapa titik di wilayah Yogyakarta. Dalam pameran “Tour de Sego”, karya terbesar Ismu dalam kertas berukuran A0 ( 109 cm x 79 cm).

Ini seolah menjadi sintesis dari kebiasaan berkarya mural dengan ukuran dinding-dinding bangunan kedalam medium yang tidak terlalu besar dengan memampatkan (compress) ide dalam visual yang lebih kecil ataupun memilah-milah (breakdown) objek-objek karya mural kedalam unsur-elemen tunggal penyusunnya untuk dihadirkan di ruang seni.

Pada karya ‘Rando n Eureka’, ‘Untitled’, dan ‘Bike Movement’ dalam medium cat air, cat akrilik, dan tinta di atas kertas berukuran 79 cm x 109 cm, Ismu mengalihmediakan karya mural dalam ukuran lebih kecil. Dalam pemampatan tersebut tidak mengurangi citraan karya mural pada umumnya. Hal yang sama dilakukan pada beberapa karya ‘Perempatan Taman Siswa’, ‘Tandem’, ‘Dreamland’, ‘Dum Toys’, bahkan dalam ukuran yang tidak terlalu besar tetap memunculkan karakter karya mural yang mengajak berdialog dengan pemirsanya.

Sementara pada karya series ‘Part #1-2’ Ismu bermain-main mem-breakdown onderdil (spare part) sepeda menjadi karya drawing tunggal. Jika pada ‘Part series 2’ Ismu benar-benar mem-breakdown masing-masing bagian/onderdil sepeda, pada ‘Part series 1’ bagian/onderdil sepeda diplesetkan menjadi elemen visual penyusun lambang partai politik (parpol). Upaya bermain-main yang lucu, kritis, dan menarik di wilayah isu-isu sosial pada tahun-tahun politik dimana parpol berlomba-lomba memenuhi ruang publik dengan bendera dan janji-janjinya untuk mencari dukungan pemilih. Setelah pesta (party) usai? Yang kerap terjadi hanyalah menyisakan sampah yang ditinggalkan di ruang-ruang publik, termasuk janji-janjinya.

Masuk – cat akrilik dan cat semprot di atas seng alluminium – 45 cm x 70 cm – Ismu Ismoyo - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Realitas sosial ditangkap Ismu dalam karya ‘Pit Ijo Mbantul’, ‘Pak Sabar Ngasem’, ‘Pak Kuat Kotagede’, ‘Overload’, membaca permasalahan kehidupan masyarakat bawah. Hadirnya objek sepeda, becak, berikut pengendaranya dengan muatan yang berlebih dan harus jungkir balik dalam bertahan hidup masih menjadi pemandangan sehari-hari di sekitar kita.

“Sego (beras/nasi), permasalahan pangan menjadi salah satu isu yang saya angkat dalam pameran ini. Sudahkah kedaulatan dan ketahanan pangan terwujud merata di negeri ini? Pertanyaan paling sederhana, isih iso mangan. Masih bisa makan?” papar Ismu

Dalam konteks sepeda dan Yogyakarta, lima karya berjudul ‘Opo Kudu Mabur’, ‘Bike to Soto’, ‘Istimewa’, ‘Cone’, ‘Bike Movement’ menjadi kritik Ismu pada pengelolaan ruang publik di wilayah Yogyakarta terutama jalan, lalulintas, dan sarana-prasarana pendukungnya yang ramah untuk seluruh pengguna jalan.

Tidak terhindarkan ketika ruas jalan –terutama di Kota Yogyakarta- tidak memungkinkan untuk ditambah secara signifikan mengikuti pertumbuhan jumlah kendaraan, pilihan terbaik adalah membiasakan dan membudayakan disiplin-tertib dalam berlalulintas.

Sepuluh tahun lalu jumlah sepeda motor di Yogyakarta mencapai lebih dari satu juta unit. Jumlah kendaraan roda empat pun mengalami pertumbuhan yang cepat, belum lagi saat akhir pekan dan musim liburan jumlah kendaraan di wilayah Yogyakarta semakin padat. Kemacetan menjadi pemandangan saat akhir pekan dan musim liburan sebagai konsekuensi daerah tujuan wisata.

Bisa dibayangkan, satu juta unit sepeda motor jika diparkir serentak akan memerlukan area parkir seluas 1 km2 atau seluas 100 hektar. Luasan area parkir yang tidak mungkin disediakan terutama oleh Kota Yogyakarta yang hanya memiliki luas wilayah 3.250 hektar. Ketika ruang-kantong parkir tidak cukup tersedia, bisa ditebak bahu bahkan badan jalan menjadi ‘wilayah perebutan’ yang semakin membuat crowded lalulintas dan juga membahayakan pengguna jalan.

Pagi hari saat orang berangkat ke kantor, tempat kerja, sekolah sekira pukul 06.00 hingga 08.00 jalanan Yogyakarta sudah seperti kota-kota lainnya yang dipenuhi kendaraan bermotot. Pola tersebut akan berulang pada pukul 16.00 hingga 18.00 saat orang pulang kerja. Kepadatan lalulintas hampir terjadi di semua ruas jalan di wilayah Yogyakarta. Lagi-lagi bisa ditebak, perilaku pengendara dalam berkendara pun berubah : agresif, emosional, temperamental, ingin menang sendiri agar segera bisa sampai ke tempat tujuan, dan jalanan menjadi ruang perebutan yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Pengunjung mengamati karya “Part series #1”. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Membicarakan lalulintas di wilayah Yogyakarta hari-hari ini, mengingatkan pada kondisi sebelum pandemi dimana kemacetan dan kekacauan lalulintas menjadi pemandangan yang biasa pada akhir pekan dan musim liburan. Ketika pandemi mulai mereda dan pemerintah melonggarkan aturan bagi masyarakat untuk kembali beraktivitas, pola yang sama terulang meskipun saat puncak pandemi pemerintah melakukan banyak penataan ruang-ruang publiknya salah satunya sepanjang kawasan Tugu Pal Putih – Malioboro – Titik Nol Km Yogyakarta.

Bagaimana dengan dampak polusi udara dan suara yang ditimbulkan? Bagaimana pula dengan kendaraan roda empat maupun bus pariwisata? Cukupkah kantong-kantong parkir yang tersedia menampung kendaraan-kendaraan tersebut? Bagaimana pengembangan transportasi massal perkotaan dan perdesaan agar menjadi pilihan masyarakat luas? Masih berderet pertanyaan menyikapi terbatasnya lahan-jalan di wilayah Yogyakarta.

Ketika populasi kendaraan bermotor sudah semakin banyak sehingga menyebabkan kemacetan dan crowded-nya lalulintas, Yogyakarta sudah harus serius membenahi moda transportasi massal yang nyaman, aman, jam operasional yang memadai, menjangkau ke berbagai wilayah, dan tentunya harga yang terjangkau sebagai konsekuensi daerah tujuan wisata yang harus nyaman bagi pengunjung/wisatawan maupun warganya.

Penting untuk membangun kesadaran bersama bahwa daya tampung harus diimbangi dengan daya dukung lingkungan agar tidak muncul permasalahan sosual-lingkungan lainnya.

Dalam hal medium karya, Ismu kerap menyampaikan kritik-kritik sosial dalam karyanya melalui medium-material purna fungsi semisal bekas tutup roda becak, rambu-rambu lalu lintas bekas, papan nama, dan selembar seng bekas box rumah sambungan kabel, papan plank bekas yang didapatkan dari lelang beberapa instansi, serta barang bekas/purna fungsi lainnya.

Enam karya drawing dalam medium lembaran logam/seng dipajang menyebar di ruang Kebun Buku. ‘Masuk’, ‘Pancoran’, ‘Untitled’, ‘DNA’, ‘After Dada’, dan ‘Istimewa’.

Karya ‘Masuk’ berupa lembaran seng-alluminium bekas rambu penunjuk arah berukuran 45 cm x 70 cm direspons Ismu dengan objek-figur anak mengendarai sepeda tua menyambut pengunjung Kebun Buku sesaat sebelum memasuki ruang pamer. Sebuah sambutan simpatik.

Kritik Ismu tentang permasalahan lingkungan langsung hadir dalam karya ‘Pancoran’ dengan citraan patung Tugu Pancoran yang dikepung banjir memanggul sepedanya. Anda bisa mencoba mencermati saat turun hujan yang cukup lebat di wilayah Yogyakarta dalam hitungan 10 menitan banyak ruas jalan di Yogyakarta terendam air yang tidak bisa tertampung pada saluran pembuangan air di bahu kiri-kanan jalan. Bahkan masih banyak ruas jalan yang tidak memiliki saluran buang tersebut. Selain bisa merusak jalan, genangan air tersebut juga membahayakan pengguna jalan.

Memasuki ruang pamer berbagai karya drawing Ismu dengan beragam citraan, isu, medium bisa dinikmati pengunjung termasuk dua karya berbahan lembaran seng bekas yang didisplay di dinding dapur berjudul ‘Untitled’ dan ‘After Dada’.

Kritik Ismu yang menohok hadir pada sebuah karya memanfaatkan rambu lalulintas bekas larangan parkir dengan huruf P dicoret. Di tengah rambu tersebut Ismu merespons dengan objek becak motor terbalik dilengkapi dengan tulisan ‘Istimewa’. Dua kritik Ismu adalah masih banyaknya praktik parkir sembarangan di wilayah Yogyakarta terutama di pusat-pusat perkotaan yang mengganggu dan membahayakan pengguna jalan lainnya,

Kritik lainnya adalah satire larangan parkir bagi sepeda ketika areal parkir  untuk sepeda di wilayah Yogyakarta saat ini tidak benar-benar serius disediakan. Mendaku sebagai wilayah yang nyaman untuk bersepeda pada saat bersamaan tidak ada ruang-jalur untuk bersepeda ataupun parkir? Kalaupun ada, tidak ada jaminan aman bersepeda di jalurnya ataupun parkir.  Tentu ini bukan promosi yang ‘Istimewa’ untuk membiasakan kembali bersepeda sebagai moda transportasi yang ramah lingkungan, aman, dan nyaman.

Bisa Anda bayangkan, Ismu sebagai salah satu pegiat sepeda di Yogyakarta yang memahami bahaya di jalanan dan mempersiapkan diri untuk keselamatan saat berkendara pun masih mengalami kecelakaan akibat kelalaian orang lain.

Pameran tunggal Ismu Ismoyo bertajuk “Tour de Sego” di Kebun Buku Jalan Minggiran No. 61 A Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta hingga 12 Maret 2023.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini