Seni & Budaya

Transposisi Medium Relief Candi Sojiwan dalam Ceramics Smart Product Dona Prawita

Oleh : Moh. Jauhar al-Hakimi / Jumat, 14 April 2023 14:30
Transposisi Medium Relief Candi Sojiwan dalam Ceramics Smart Product Dona Prawita
Pameran “Adaptasi Kisah Relief Candi Sojiwan dalam Media Keramik Benda Keseharian” di Bentara Budaya Yogyakarta, 4-11 April 2023. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – “Palimpsest series pertama sampai lima saya adaptasi dari lima relief di Candi Sojiwan. Series berikutnya sampai keempat belas saya melakukan eksplorasi dan menggabungkan dari kelima relief tersebut.”

Penjelasan tersebut disampaikan seniman keramik cum akademisi Dona Prawita Arissuta dalam obrolan dengan Gudeg.net Senin (10/4) siang di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY).

Empat belas karya keramik series Palimpsest dipresentasikan Dona bersama bersama drawing yang menjadi dasar karya, serta material-medium pembentuk keramik berupa tanah liat, pigmen warna, serta tahapan prosesnya.

Dona Prawita Arissuta (baju hijau) saat memberikan penjelasan karya kepada pengunjung pameran, Senin (10/4) siang. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

“Keseluruhan yang dipresentasikan merupakan hasil karya penelitian saya untuk disertasi yang diujikan tertutup pada Rabu (5/4). Respons yang positif dari publik saat pembukaan pameran sehari sebelumnya, akhirnya presentasi karya di BBY oleh promotor dan tim penguji diputuskan sebagai ujian terbuka doktoral saya.” jelas Dona.

Dona menjelaskan keseluruhan proses penelitian dilakukan memerlukan waktu sekira dua tahun dengan penekanan pada Praktik Berbasis Riset (practice-based research).

“Relief di Candi Sojiwan menjadi ide karya. Eksplorasi dan eksperimentasi berikutnya mengadopsi kisah yang ada dalam relief tersebut kedalam benda-benda keramik yang fungsional dan digunakan sehari-hari mulai dari cangkir, piring, mangkuk, wadah saji, kuali atau panci keramik wadah sayur, hingga mainan anak-anak.” papar Dona.

Untuk keperluan material karya Dona menggunakan tanah liat berasal dari Pagerjurang, Bayat-Klaten.

“Karakteristik tanah liat Pagerjurang biasa digunakan untuk bahan pembuatan pottery seperti terrakota, batu bata, ataupun gerabah. Temperatur pembakarannya dibawah keramik. Jika dipaksakan dengan temperatur bakar keramik kemungkinan meleleh ataupun pecah. Namun bisa disiasati dengan pencampuran pasir. Dalam penelitian ini tidak saya lalukan. Seluruh material adalah tanah liat Pagerjurang dengan perlakuan pembakaran mendekati temperatur bakar keramik. Saya membatasi pada 1.154 0C agar tetap bisa dilakukan pelapisan warna dengan cat glazur dan karya keramik tetap aman.” papar Dona.

Palimpsest #1 “Kera dan Buaya” – earthenware, pigmen warna, cat glazur – Dona Prawita Arissuta – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Pilihan Dona pada medium tanah liat Pagerjurang cukup menarik dan memberikan tantangan tersendiri mengingat warna tanahnya yang khas gelap gerabah.

“Dengan karakter tanah tersebut mau tidak mau karya keramik yang berwarna merah-coklat gelap tersebut harus dilapisi dengan material-medium lainnya yang lebih cerah/terang agar objek-objek gambar yang telah diadopsi dalam karya drawing bisa diaplikasikan dengan pigmen warna sebelum dibakar.” kata Dona.

Untuk keperluan tersebut Dona menggunakan tanah liat dari Desa Tancep, Ngawen-Gunungkidul yang berwarna cerah sebagai engobe-nya. Melalui eksplorasi medium tanah liat Pagerjurang yang selama ini lebih banyak digunakan untuk membuat gerabah, Dona mencoba mengangkat kembali potensi gerabah Pagerjurang untuk ditingkatkan menjadi keramik yang secara ekonomi bisa meningkatkan harga jualnya.

Palimpsest #4 “Singa dan Lembu Jantan” – earthenware, pigmen warna, cat glazur – Dona Prawita Arissuta – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Sedikit menengok kebelakang, awal tahun 1990-an Chitaru Kawasaki, peneliti asal Universitas Kyoto Seika-Jepang melakukan penelitian tentang alat putar miring yang ada di Pagerjurang. Meskipun dari hasil penelitiannya Kawasaki mampu memperbaiki kualitas produksi gerabah-keramik serta turut mendukung terbentuknya lembaga pendidikan menengah kejuruan khusus keramik, namun hasil penelitian tersebut tidak cukup kuat menarik minat generasi muda untuk mendalami kriya keramik di Pagerjurang maupun Bayat secara keseluruhan. Salah satu generasi muda Pagerjurang yang saat ini masih terus mengembangkan keramik berbahan tanah liat Pagerjurang adalah Sidik Purnomo dengan Buntari Ceramics Studionya.

Relief Candi Sojiwan dalam benda-benda fungsional keseharian

Candi Sojiwan terletak di Desa Kebon Dalem Kidul, Prambanan-Klaten. Dalam catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCG) Jawa Tengah disebutkan Candi Sojiwan yang diperkirakan dibangun antara tahun 842 hingga 850 Masehi termasuk candi Buddhis ditemukan pada tahun 1813.

Salah satu ciri khas Candi Sojiwan adalah adanya sejumlah relief yang terpahat menggambarkan rangkaian cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Isinya, pesan-pesan moral untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

“Kisah-kisah dalam relief itulah yang saya eksplorasi kedalam karya keramik. Lima dari kisah dalam relief Candi Sojiwan saya adaptasi kedalam media keramik dalam bentuk benda-benda keseharian (tableware, kitchen set, permainan anak). Memediasi-ulang (transposisi medium) kisah relief dalam keramik adalah medium yang sekaligus gaya berkarya saya selama ini.” jelas Dona.

Perbandingan hasil pencampuran tanah liat Pagerjurang, Tancep, dan Belitung. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Dona menjelaskan pokok masalah dalam penelitian disertasinya tentang kisah dalam relief Candi Sojiwan yang merupakan kisah perjalanan Buddha pada masa lampau sebelum menjadi manusia tercerahkan, yakni cerita atau kisah tentang kelahiran-kembali Budha dalam berbagai kehidupan (heterokosmos), perjalana-memutar (samsara) dalam menebar kebajikan-transdental (paramitha) yakni sepuluh kebajikan pokok yang dijalankan sebagai tindakan-moral sehingga kisah-kisah ini penuh dengan ajaran moral dan budi pekerti.

Kisah-kisah dalam relief tersebut tersaji dalam tutur cerita berbentuk fabel dengan tokoh-figur bermacam binatang yang berperilaku layaknya manusia.

Kelima relief Candi Sojiwan yang menjadi ide kekaryaan Dona dalam penelitian disertasinya adalah relief Kera dan Buaya, relief Ketam membalas Budi, relief Perempuan dan Serigala, relief Singa dan Lembu jantan, serta relief Gajah dan Ranting Pohon.

“Citraan dalam relief-relief tersebut saya sandingkan dengan naskah dari kitab Sutta-Pittaka Khuddakinaya Jataka sebagai bahan pembacaan untuk kemudian diadaptasi kedalam karya keramik benda-benda keseharian.” kata Dona.

Palimpsest #2 “Ketam Membalas Budi” – earthenware, pigmen warna, cat glazur – Dona Prawita Arissuta – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Selain adaptasi ulang figur-objek yang terdapat dalam relief kedalam bentuk dekoratif-figuratif sebagai visual dalam karya keramiknya, Dona juga melakukan interpretasi ulang pada figur-figur tersebut dengan warna yang beragam.

Pada Palimpsest Series #1 yang merupakan adaptasi dari relief ‘Kera dan Buaya’, figur kera diwarnai dengan gradasi cokelat untuk menunjukkan kecedasan dan ketenangan (mindfulness). Sementara pada figur buaya diwarnai hijau, cokelat dan warna-warni dari pelangi untuk menggambarkan perubahan hasrat yang cepat dan tidak fokus.

Palimpsest #12 “Kapstok Cermin” – earthenware, pigmen warna, cat glazur – Dona Prawita Arissuta – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Palimpsest Series#2 yang diadaptasi dari relief ‘Ketam Membalas Budi’ dituangkan kedalam bentuk-bentuk table-setting keramik. Dominasi warna pada karya kedua ini adalah warna hitam, terutama memberikan penekanan pada karakter ular dan burung gagak.

Adakalanya ular digambarkan dengan warna-warni (biru, kuning, merah, hijau, dan cokelat) sebagai simbol ketidakstabilan kapasitas diri ular dalam plot cerita/naratif relief di Candi Sojiwan. Warna merah tua dan hitam yang paling dominan, disusul dengan warna biru dan kuning.

“Saya melaukan transposisi medium pada setiap relief  sehingga muncul kebaruan tanpa keluar dari alur (relief) yang ada. Setiap series memiliki kekhasannya sendiri.” ujar Dona.

Dari relief ‘Perempuan dan Serigala’ yang diadaptasi menjadi Palimpsest Series #3 Dona melakukan adaptasi pada bagian akhir cerita saja dengan membuang alur cerita sebelumnya. Pola pemotongan semacam ini sering digunakan dalam proses adaptasi.

Dalam karya Palimpsest Series #4 yang merupakan adaptasi dari relief  ‘Singa dan Lembu Jantan’ Dona menempatkan setiap gambar tiga figur: singa, lembu jantan dan serigala dengan warna masing-masing (kuning, putih, dan hitam) .

Adapun pada adaptasi dari relief ‘Gajah dan Ranting Pohon’ yang dituangkan pada karya Palimpsest Series #5, dalam rangkaian benda-benda keseharian yang sama dengan empat karya sebelumnya, yakni piring, mangkuk; cangkir/gelas lengkap dengan lepek (tatak), wadah saji, kuali atau panci keramik wadah sayur dengan ukuran besar dan sedang, clay pot, dan teko ukuran besar. Pada Palimpsest Series #5 menonjolkan gambar gajah dengan warna berbeda di setiap wadah untuk memunculkan berbagai karakter gajah, dalam cerita “Gajah dan Ranting Pohon”.

Pada karya series berikutnya transposisi medium yang dilakukan Dona dengan mengkoninasikan/menggabungkan kelima relief penelitian kedalam karya tunggal yang bisa berdiri sendiri. Series #6 dituangkan bentuk magnet mainan lemari pendingin, piring (series #7), kendi (series #8), gentong/tempayan (series #9), padhasan/tempat air (series #10), talenan/tatakan pengiris (series #11), kapstok cermin (series #12), peluit mainan/sempritan (series #13), serta retouch karya yang gagal dalam proses pembakaran (series #14).

Palimpsest #8 “Kendi” – earthenware, pigmen warna, cat glazur – Dona Prawita Arissuta – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

“Proses adaptasi relief naratif di Candi Sojiwan menekankan pada adaptasi bentuk (form) berupa figur, karakter bahan baku (tanah liat Dusun Pagerjurang dan Dusun Tancep), eksekusi warna dan pemajangannya, penataannya atau penentuan rangkaiannya: display. Keempatnya memperkuat karakter adaptasi terhadap relief naratif di Candi Sojiwan ke dalam karya keramik.” imbuh Dona.

Dengan presentasi yang lengkap tersebut sehingga bisa memberikan gambaran yang utuh kepada publik, pameran yang bertajuk sama dengan judul disertasi yang disusunnya “Adaptasi Kisah Relief Candi Sojiwan dalam Media Keramik Benda Keseharian” sekaligus menjadi ujian terbuka tingkat Doktoral Dona pada Program Doktoral Jurusan Penciptaan Seni di Pascasarjarna Insitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

“Ujian tertutup dilaksanakan sehari setelah pembukaan pameran, Rabu (5/4) di Kampus ISI Yogyakarta.” tukas Dona.

Pesan-pesan moral relief Candi Sojiwan dalam kemasan Smart Product

Hal menarik lain dari pameran “Adaptasi Kisah Relief Candi Sojiwan dalam Media Keramik Benda Keseharian” adalah pengembangan lanjutan karya yang sudah jadi menjadi produk cerdas (smart product) dimana karya tidak sekedar produk akhir yang bisa menjadi karya seni ataupun benda fungsional.

Pada karya Palimpsest series #1-#5 Dona melengkapinya dengan video animasi masing-masing series sebagai reinterpretasi dan sentuhan ulang relief tersebut dalam karya film animasi pendek yang mudah dicerna anak-anak dengan visual yang lucu.

“Setiap kemasan karya series tersebut dilengkapi dengan QR code yang berisi tautan film animasinya. Dengan memindai QR code tersebut akan diarahkan pada film animasi sesuai tema karya tersebut.” jelas Dona.

Secara tidak langsung adanya film animasi tersebut Dona sedang menyajikan interpretasi-adaptasi karya relief Candi Sojiwan dalam bentuk karya yang lain yakni story telling yang hari ini sudah jarang diberikan kepada anak-anak. Hal ini menjadi penting untuk membangun kembali komunikasi orang tua dengan anak-anak dimana realitas hari ini masing-masing sudah banyak “tersandera” oleh gawai pintar berikut konten yang ada di dalamnya.

Di sela-sela aktivitas sebagai pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Dona terhitung cukup produktif dalam berkarya serta mengikuti pameran bersama. Meski begitu, Dona baru sempat melakukan satu kali pameran tunggal yang digelar setelah delapan belas tahun berkarya. Pameran tunggal perdananya dihelat pada Desember 2018 mengangkat tajuk “Cosmic Turn” di Miracle art print & shop Yogyakarta.

“Citraan karya dalam setiap series menggambarkan kisah-cerita dalam relief tersebut. Dan dengan film animasi yang menyertai harapannya, orang tua bisa menonton bareng dan menceritakan ulang pada anak-anaknya tentang cerita dan pesan moral yang ada didalamnya.” pungkas Dona.

Pameran  “Adaptasi Kisah Relief Candi Sojiwan dalam Media Keramik Benda Keseharian” yang berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta, 4-11 April 2023 sekaligus menjadi pameran kedua Dona yang mengantarkannya menjadi “Doktor Keramik” yang masih jarang dimiliki Indonesia. Selamat.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini