Gudeg.net – “Hal yang menakutkan bukan hantu atau begal di rimba jalanan melainkan ketiadaan uang. Uang dan seni itu sangat dekat dalam nilai, tapi kadang menjauh dari realitas hidup seniman. Jika uang adalah order, ancaman kebangkrutan hidup adalah disorder.”
Teks dinding (wall text) yang ditulis Muhidin M Dahlan sebagai catatan pengantar pameran dengan judul berhuruf kapital ‘DISORDER’ terpajang di selasar Jiwa Gallery. Sebagian menempel pada pilar luar pendopo dan yang lainnya ditempel pada pepohonan yang tumbuh di selasar tersebut. Cukup menarik perhatian pengunjung untuk sejenak berhenti membaca. Wall text yang biasanya dipajang di dinding ruang pamer justru dipasang di luar ruangan memanfaatkan properti dan tumbuhan yang ada.
Karya-karya Agung Bule berukuran 18 cm x 18 cm dalam medium cat akrilik di atas kertas.
Pada wall text lainnya tertulis “Hidup di ambang order dan disorder, di titian garis inilah betapa ngilunya kehidupan seniman dimana musuh kesehariannya adalah petugas PLN atau pemeriksa meteran PDAM yang sewaktu-waktu hadir di halaman rumah dan mematikan energi hidupnya. Dan, ia harus melukis, melukis, dan melukis.”
Wall text tersebut menjadi caption karya seniman-perupa Agung Nashrullah atau biasa dipanggil Agung Bule, yang terpajang di dua pendopo kecil Jiwa Gallery berbentuk kandang sapi.
Pameran tunggal bertajuk “DISORDER-Think Madly to Embrace the Chaos” merupakan pameran tunggal Bule yang ketiga. Dua pameran Bule sebelumnya dihelat di Jogja Gallery pada tahun 2016 mengangkat tema “Menjelma Bertahan”.
Dua tahun berikutnya Juli 2018 Bule menggelar pameran tunggal keduanya yang merupakan tugas akhirnya di Seni Murni ISI Yogyakarta dengan tajuk “Sentiensa” di Pantai Parangtritis, Bantul. Ketika itu Bule memanfaatkan alam terbuka Pantai Parangtritis sebagai ruang pajang karya lukisan, screening film dokumentasi, sekaligus menyajikan performance art yang dilakukan sendiri sebagai satu kesatuan presentasi.
Menjelang Pagi (kiri) dan Banyak Tingkah (kanan) – Agung Bule – 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Satu pameran tunggal Bule dipresentasikan pada tahun 2013 dengan karya fotografi di STSRD Visi Yogyakarta.
Pameran “Disorder” dibuka oleh dosen purnatugas Seni Grafis ISI Yogyakarta Edi Sunaryo pada Jumat (29/9) sore.
“Mengekspresikan kekonyolannya ketika berbusana dalam karya-karyanya. Ini menarik. Kekacauan sebagai sumber ide penciptaan karya seni. Dan itu dihadirkan Bule dalam karya-karya berukuran kecil. Bukan sebuah cropping karya. Brush stroke-nya muncul, emosinya, kekacauannya dilibatkan di dalam kanvas (kecil) tersebut. Dan perjalanan yang dilalui Bule diekspresikan ke dalam kanvas.” kata Edi Sunaryo dalam sambutan pembukaan pameran, Jumat (29/9) sore.
Edi Sunaryo memberikan beberapa catatan dari karya Agung Bule dalam pameran tersebut diantaranya keberanian Bule dalam melakukan deformasi (pengrusakan) elemen-unsur seni rupa dalam karyanya sebagai upaya menambah artistik-estetik karya dengan melibatkan rasa, keberanian menghadirkan unsur-unsur lain yang nyelonong dari konteks karya yang sedang diciptakan sebagai daya ganggu karya, adanya ‘kegenitan; (kenes) yang dihadirkan dalam bentuk dekoratif yang mungkin tidak disadari sendiri oleh Bule yang itu justru hadir dengan sendirinya melalui rasa saat berproses kreatif.
Agung Bule saat melakukan performance art pada pameran tunggalnya di Pantai Parangtritis, Juli 2018. (Foto : dok. Agung Bule)
Lima puluh tujuh lukisan dalam medium cat akrilik di atas kertas dan kanvas berukuran karya terbaru Agung Bule dipresentasikan di di dua pendopo kecil Jiwa Gallery. Sebagian besar karya dalam ukuran kecil dibawah 20 cm. Hanya ada 7 karya berukuran di atas 60 cm.
Pada karya berukuran kecil itulah Bule mengangkat tema secara acak, nakal, dan cenderung jenaka sebagai pembacaan atas realitas yang ada. Sebutlah karya berjudul ‘Surga di bawah Kaki Kini’, ‘Surga yang Ruwet’, ‘Banyak Tingkah’, ‘Kepedasan’. Pada karya ‘Banyak Tingkah’ dalam ukuran kanvas 20 cm x 20 cm dengan objek Monalisa Bule menyandingkannya dengan kalimat reflektif-kritis ‘Obsesi melukis realis pun, kandas!’
Pada karya-karya kecil itu pula Bule menghadirkan kritik sosial-lingkungan melalui deformasi bentuk-objek dalam karya ‘Banal’, ‘Spekulasi’, ‘Hijau’, ‘Oksigen Kosong’, ‘997 Samudera Sampah’, ‘Memang Begini Rasanya’, ‘Kelaparan’, ‘Korban Waktu Itu’.
Juga paradoks kehidupan dalam ‘Bagian dari Percobaan’ yang dihadirkan dalam objek senapan otomatis mengarah pada tulisan kapital ‘No Save for Child’, ‘Siang-Malam Termenung’ dengan sebuah tulisan retoris ‘udah selesai belom?’, atau karya dengan judul ‘Belajar Sadar’ dengan menghadirkan objek dua botol minuman.
Pada karya berukuran lebih kecil lagi 10,3 cm x 8 cm, karya series ‘Citra Mukaku #1-#12’ menjadi refleksi Bule dengan menghadirkan potret dirinya.
Deformasi bentuk pada karya berukuran 60-80 cm ‘Menjelang Pagi’, ‘Sebelum Makan Siang’, ‘Ludah Api’, ‘Terganggu’, dengan objek manusia berkepala binatang ataupun sebaliknya binatang berkepala manusia mengingatkan pada karya-karya seniman yang tumbuh pada era pertengahan 1990 hingga 2000-an dimana deformasi bentuk yang acak menjadi salah satu ciri khas karya seniman Indonesia hingga saat ini. Ini sekaligus menjadi penegas bagi Agung Bule pada pilihan gaya deformatifnya dalam membaca realitas yang sedang terjadi.
Dari kiri ke kanan : Menyelimuti Cahaya, Sebelum Makan Siang, Terganggu, Sesal Rindu, Baik-baik Saja – cat akrilik di atas kanvas – 80 cm x 60 cm – Agung Bule - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
“Dalam kekacauan hidup, terkadang kita menemukan keindahan dan keunikan yang tersembunyi dibaliknya dengan kata lain artistik. Saya berharap setiap lukisan dalam pameran ini dapat menginspirasi dan memberikan perspektif baru tentang keragaman dan kompleksitas kehidupan,” jelas Agung Bule.
Pameran tunggal Agung Bule tertajuk “DISORDER-Think Madly to Embrace the Chaos” berlangsung di Jiwa Gallery Banyu Temumpang RT.01, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, 29 September-29 Oktober 2023.
Kirim Komentar