Gudeg.net – “Menggabungkan musik tradisi dengan musik modern dengan berbagi ruang secara adil, tidak sedang menjadi tempelan namun bagaimana kita blended menjadi satu ramuan untuk sebiah estetika baru. Vertigong mencoba berdiri pada posisi tersebut.”
Kalimat tersebut disampaikan musisi dengan latar belakang ethnomusikologi Purwanta dalam pembukaan acara Pasar Kreatif “Laris Manis” di Lapangan bekas Kampus STIE Kerjasama Jalan Parang Tritis Yogyakarta, Jumat (24/11) sore.
Vertigong terdiri dari Dimas (drum), Farik (gitar bass), Neo Prasetyo (piano), Purwanto (bonang), dan Anting Retno (vokal). Memainkan tiga repertoar dalam Pasar Kreatif “Laris Manis”, perform tersebut menjadi penampilan perdana Vertigong di hadapan publik.
Vertigong saat tampil perdana di acara Pasar Kreatif “Laris Manis”, Jumat (24/11). (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi).
“Proses kreatif dan eksperimentasi sudah cukup lama dilakukan dan terus dilakukan sampai saat ini. Lebih pada untuk menjaga rasa. Hanya memang ada kesibukan lain diantara personil Vertigong sehingga belum berkesempatan menampilkan pada publik luas. Ini saja kebetulan vokalisnya juga sedang ke luar kota.” jelas Purwanta kepada Gudeg,net dalam obrolan ringan Jumat (24/11) sore.
Purwanta menambahkan seminggu yang lalu Vertigong sempat mempresentasikan 3 repertoarnya pada Indonesia World Jazz Meeting di Artotel Suites Bianti Yogyakarta, Jumat (17/11) malam.
“Hanya dikasih waktu lima menit untuk showcase tiga repertoar. Cukuplah meski harus oyak-oyakan. Ha ha ha...” jelas Purwanta.
Saat tampil pada acara Pasar Kretif “Laris Manis” tiga repertoar ditampilkan dalam durasi yang cukup panjang masing-masing repertoar sekira 10 menitan. Repertoar ketiga berjudul ‘Vertigong’ dimainkan dalam durasi 12 menit.
“Saya mengkomposisi musik itu mengalir saja. Namun saya berangkat dari (musik) tradisi dan mencoba meramu dengan membuat komposisi secara adil antara musik diatonis dan pentatonis. Permasalahan kemudian menjadi warna musik apa, silakan publik yang menilai. Sehingga dari situ justru repertoar bisa berkembang dalam durasi panjang. Ada beberapa yang sepuluh menitan, lima belas, bahkan ada yang sampai dua puluh lima menit. Mengalir saja saat tampil dimana setiap personil bisa merespons dalam dinamika perform saat itu. Salah tidak apa-apa. Itu justru menjadi bagian dari pertunjukan. Di situlah Vertigong memaknai estetika baru yang muncul.” jelas Purwanta.
Purwanta (inisiator Vertigong). (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi).
Sebagai gambaran, katika memainkan repertoar Vertigong di “Laris Manis” pukulan bonang Purwanta direspons Neo dengan nada yang mirip dari pianonya. Begitupun sebaliknya. Atau saat saling merespons, tiba-tiba Farik masuk dengan nada bass ditengah respons tersebut. Menjadi menarik ketika pada repertoar tersebut masing-masing personil melakukan solo jamming alat musiknya. Dinamika persenyawaan (chemistry) yang terjadi sepanjang repertoar turut pula membangun komposisi yang sedang dimainkan sebagai karya yang selalu tumbuh, Sebuah tawaran yang menarik.
“Ada rencana tur Vertigong tahun depan di beberapa negara. Tunggu saja, nanti pasti kita akan berkabar.” jelas Purwanta mengakhiri obrolan singkat.
Laris Manis, retasan ruang komunal seni rupa Yogyakarta
Acara “Laris Manis” sendiri merupakan pilot project dari Kundha Kabudayan Pemda DIY untuk mengembangkan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) sebagai salah satu unit pelaksana teknisnya di masa datang.
“Awalnya di lokasHakimi).i ini akan dibangun TBY setelah kepemilikan lokasi ini menjadi milik Pemda DIY. Namun dengan luasan yang hanya 5 hektar, sepertinya masih kurang luas untuk digunakan TBY sebagai pengembangan budaya di wilayah Yogyakarta. Pemda DIY meencanakan untuk pengembangan TBY memerlukan area dengan luas 18 hektaran.” jelas koordinator “Laris Manis” Setyo ‘Tyo’ Harwanto, Jumat (24/11) malam.
Suasana hari pertama Pasar Kreatif “Laris Manis”, Jumat (24/11) sore. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi).
Tyo menambahkan dengan eksisting tersebut “Laris Manis” diarahkan untuk memberikan ruang bagi seniman rupa di wilayah Yogyakarta dimana selama ini seni rupa di wilayah Yogyakarta dianggap belum banyak tersentuh dalam kaitannya dengan dana pembangunan.
“Ini masih dilakukan kajian-kajian salah satunya dengan membuat acara di sini dengan melibatkan seniman perupa di Yogyakarta. Sekiranya responsnya bagus ada kemungkinan dilanjutkan di tempat ini. Bentuknya seperti apa nanti Kundha Kabudayan yang akan memutuskan. Sebagai ujicobanya dibuat dalam kemasan Pasar Kreatif.” jelas Tyo.
Karya seni dan merchandise Kembang Jati arthouse dalam Pasar Kreatif “Laris Manis”. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi).
Selama tiga hari (24-26./11) “Laris Manis” menyediakan lapak-lapak yang diisi oleh seniman rupa di wilayah Yogyakarta yang memiliki usaha untuk memasarkan produknya di acara tersebut. Komoditas produk tidak sebatas pada karya seni ataupun merchandise, namun lebih luas lagi pada produk yang menunjang seniman dalam berproses kreatif termasuk kuliner didalamnya. Ini tentu menjadi angin segar bagi dunia seni rupa di wilayah Yogyakarta.
Kirim Komentar