Gudeg.net – Dua puluh delapan karya drawing dalam medium cat air di atas kertas Aquarelle dipresentasikan seniman musik Oscar Artunes. Pameran tunggal bertajuk “Hangrasa” dibuka pada Jumat (14/6) sore.
“Membuat sketsa, drawing, maupun lukisan saya lebih bebas. Tidak dibatasi aturan-aturan yang ketat dan detail seperti saat bermain musik yang harus memperhatikan tempo, ritme, terlebih saat bermain secara kelompok atau orkestra.” papar Oscar Artunes tiga tahun silam.
Saat itu Tunes sedang mempresentasikan karyanya ‘Lampah Abdi’ pada Pameran Tunggal Satu Karya edisi ke-19 di studio "Kutunggu di Pojok Ngasem" Universitas Widya Mataram Yogyakarta,
Tunes membuat karya dalam medium watercolor aquarelle paper berukuran A4 pada tahun 2020, mencoba mengeksplorasi reflektis bahwa manusia perlu menyadari dirinya adalah mahkluk sosial yang membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu manusia perlu mengenali dirinya terlebih dahulu (Jagad Alit), karena dengan mengenali dirinya manusia juga akan mengenal Sang Pencipta dan sesamanya.
“Hangrasa masih kelanjutan dari karya sebelumnya. Lebih banyak mengeksplorasi ide-gagasan berangkat dari lingkungan sekitar, relasi antarmanusia, maupun relasi manusia dengan alam semesta.” jelas Tunes dalam obrolan ringan di sela-sela pembukaan pameran Jumat (14/6) sore.
Keseluruhan drawing tersebut dalam ukuran yang tidak terlalu besar dibawah 41 cm dengan didominasi citraan monochrome gradasi warna biru muda-tua. Beberapa drawing dikombinasikan dengan warna coklat.
Tunes menggambar sejak usia dini mengikuti beberapa kali lomba menggambar salah satunya yang diadakan oleh UNESCO (1995-1996) dan mendapat penghargaan harapan dan juara III namun tahun 2001 memutuskan untuk masuk sekolah Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta dan tahun 2004 melanjutkan kuliah di Fakultas Seni Pertunjukan ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta.
Pengunjung sedang menikmati karya drawing miniatur Oscar Artunes. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Keisengan dan respons, inilah yang bisa menggambarkan Tunes dalam setiap karya seni rupa yang dibuatnya. Tunes sendiri dikenal sebagai seniman musik yang sering memainkan instrumen gesek terutama biola.
Meski diakui karyanya lebih banyak dihasilkan secara on the spots dengan pola yang acak dan dibuat secara bebas, justru Tunes lebih banyak berbicara tentang realitas dalam karya dua matranya yang memperhatikan hal-hal detail.
Dalam kedua puluh delapan karya yang dipamerkan pitutur dan ajaran budi pekerti menjadi medium untuk menggambarkan relasi-relasi yang ada melalui simbol dan objek yang dihadirkan dalam karya drawing-nya.
Relasi dengan sesama manusia hadir dalam karya ‘Sami Maneges’, ‘Sesarengan’, ‘Manunggaling Rasa’, ‘Relationship’, ‘Aja Pamrih’, ‘Besuk Hati’, ‘Relationship’. Relasi dengan alam dalam karya ‘Hamemayu’. ‘Bekti’, ‘Banyu’, ‘Kita dan Udara’, ‘Sumur Umur Urip’, ‘Sahabat Setia’, serta ‘I Hope’. Sementara gambaran relasi dengan Tuhan ‘Sami Maneges’, ‘Manekung #1’, ‘Manekung#2’, ‘Peace On Earth’. Ketiga bentuk relasi tersebut sebagai pesan untuk menjaga harmoninya dunia.
Beberapa waktu sebelumnya Tunes sempat berpameran tunggal mempresentasikan karya on the spots-nya di Pitutur Kopi serta SEPEDA-nya (SEbuah PEsan DAmai) di Kebun Roti.
Saat pameran bersama “a Series of Mini Exhibitions” di Artspace @Helutrans, kompleks Jogja National Museum Jl Prof Ki Amri Yahya no 1 Gampingan Yogyakarta tahun 2019 lalu, beberapa karya Tunes berjudul Breaking News, Journey, Life Movement, Sinergy 1-3, Bertemu Sahabat, menjadi gambaran kepeduliannya pada hidupan liar yang terancam oleh aktivitas manusia seperti beragam jenis burung, paus biru, gajah.
Tidak semua karya Tunes berbicara tentang realitas. Beberapa karya seperti ‘Part of’, ‘Peran’, ‘Tuladha’, Tunes sekaligus sedang memperbincangkan tentang suasana yang berangkat dari dirinya sendiri.
Dengan mengenali dirinya tentu belajar mengenali kesalahan dirinya pula, namun memang dibutuhkan keberanian untuk menemukannya, oleh karena itu diperlukan watak satria untuk menemukan kesalahan dirinya dimana para leluhur dulu pernah mengatakan jika manusia yang ampuh adalah manusia yang mampu menemukan kesalahannya sendiri.
Living wall berjudul ‘Urip Mampir Udud’ karya Patub Porx. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
“Mengapa kesalahan diri wajib ditemukan? karena manusia harus bersaksi atas dirinya sendiri tentang bagaimana manusia itu berjuang menemukan kesalahannya. Peristiwa kesadaran dalam diri manusia ini perlu diungkap supaya kesaksian diri satu sama lain dalam perjuangannya itu dapat saling menguatkan dan meneguhkan satu sama lain dalam lampah kehidupan, dari sikap jujur dan terbuka antar manusia akan menumbuhkan rasa saling percaya satu sama lain serta memperluas ruang resap masalah persoalan yang ada pada diri manusia itu untuk diubahnya menjadi tuntunan. Manusia yang hidupnya dipenuhi dengan kesadaran akan memiliki kesadaran untuk menjaga, merawat dan melindungi kehidupan (Hamemayu).” papar Tunes
Tunes menambahkan, adanya kesadaran manusia memperjuangkan welas asih dan kepedulian didalam langkah-langkah kehidupannya, akan menempatkan sifat manusia itu sebagai pelayan atau Abdi. Manusia yang menyadari dirinya adalah kepanjangan tangan Gusti itu sendiri, artinya manusia yang juga menyadari Jasmani dan Rohaninya sebagai piranti suci yang digunakan untuk melakukan Darma Kebaikan sebagai ibadahnya di atas Bumi.
Juga manusia yang menyadari akan peran hidupnya dimanapun manusia itu dilahirkan akan berbuah kebaikan. Namun semuanya butuh perjuangan keras untuk menyadarinya, bagaimana manusia itu setelah mencapai kesadaran dalam menemukan peran hidupnya dibutuhkan Lampah, Manembah, Manekung dan Maneges.
Manusia juga perlu menyembah Gustinya dengan membangun perbuatan baik di dalam kehidupannya dengan tulus dan tanpa pamrih, menyadari dirinya dalam Jagad sesrawungan untuk memperjelas niyat, krenteg yang harus diperjelas kedalam bentuk pakarti
“Pakarti adalah suatu wujud sikap perbuatan baik, sehingga welas asih yang sesungguhnya adalah pribadi Gusti akan dijumpai dalam setiap peristiwa kehidupan yang telah dihadapi baik itu suka dan duka dan salam setiap elemen yang dijumpai dalam kehidupan ini.” pungkas Tunes
Entah disadari atau tidak, Tunes sering membuat karya “drawing miniatur” dengan kehadiran figur manusia dalam ukuran kecil di antara objek lainnya dan hal tersebut menjadi salah satu penanda karya seni rupanya.
Bersamaan dengan pameran tunggal Oscar Artunes, seniman Patub Porx membuat karya mural berjudul ‘Urip Mampir Udud’ berbentuk komik strip dalam dual tone hitam-putih. Karya mural di dinding timur Kebun Buku tersebut merupakan program Kebun Buku dengan memberikan ruang bagi seniman untuk merespons dinding luar secara berkala dan bergantian seniman lainnya dengan karya street art.
Pameran tunggal bertajuk “Hangrasa” berlangsung di Kebun Buku Jalan Minggiran No. 61 A Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta hingga 4 Juli 2024.
Kirim Komentar