Gudeg.net – “Itu program dari Soboman Art Space untuk seniman muda. Fasilitasi ruang presentasi. Kemarin sudah ada dua seniman yang berpameran, kebetulan saya mendapat tawaran yang ketiga. Ya sudah saya coba kesempatan ini untuk pameran tunggal mempresentasikan karya terbaru. Masih melanjutkan projek ‘Benda-benda Membentuk series’, namun ada eksplorasi-eksperimentasi pada karya-karya tersebut.” kata seniman-perupa muda Teguh Sariyanto dalam sebuah obrolan santai di sebuah angkringan, Jumat (25/5) malam.
Program Soboman art space tersebut adalah memberikan fasilitas ruang kepada seniman-perupa muda untuk mempresentasikan karyanya. Hingga Mei 2024 telah dipresentasikan karya dua seniman dari rencananya sepuluh seniman muda.
Pada Minggu (23/6) sore pameran tunggal Teguh Sariyanto bertajuk ‘At an Arm’s Reach’ dibuka oleh Sosiolog Univ. Widya Mataram (UWM) Puji Qomariyah.
Dalam sambutannya Puji mengapresiasi pengelola ruang-ruang seni yang memberikan ruang ekspresi-presentasi bagi generasi muda untuk tumbuh-kembangnya ide-wacana dan pemikiran di kalangan kaum muda.
Teguh Sariyanto memajang karya ‘Unidentified Object #1’ (di atas meja) dan ‘Unnamed’ (di lantai) dengan menggunakan setting studionya. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
“Saya memang memiliki konsen pada perkembangan generasi muda. Sejak 2007 membuat diskusi kecil-kecilan dengan memberikan ruang bagi generasi muda untuk menyampaikan gagasan, menyampaikan ekspresi, menyampaikan ide. Maka ketika dihubungi Teguh untuk membuka pameran tunggalnya tanpa pikir panjang langsung saya ‘iya’ kan.” kata Puji saat memberikan sambutan pembukaan pameran, Minggu (23/6) sore.
Tentang tema pameran Puji memberikan perspektif bagaimana pentingnya meningkatkan dan selalu meng-upgrade kemampuan literasi analog-digital ketika realitas saat ini dunia berjejaring dan terhubung dengan belahan dunia lainnya dalam hitungan detik.
“Hari ini saling berbagi adalah sebuah keniscayaan ketika tantangan jaman semakin berat : pemanasan global akibat perubahan iklim, bencana alam, bencana kemanusiaan, peperangan, perebutan sumberdaya alam, akses pada air bersih, dan seterusnya dan hanya bisa diselesaikan secara bersama. Dan itu bisa dimulai dari lingkungan terdekat sejangkauan tangan untuk tidak menyederhanakan tema pameran “At an Arm's Reach” .” kata Puji.
Puji menambahkan perkembangan ilmu pengetahuan-teknologi informasi telah mengubah cara pandang dan cara baca masyarakat dunia, terlebih generasi muda. Literasi analog-digital dan kemampuan membaca perkembangan banyak membuka peluang bagi siapapun untuk lebih produktif.
Di titik inilah diksi ‘sejangkauan tangan’ yang digunakan Puji untuk menyepadankan “At an Arm's Reach” menemukan relevansinya, dan generasi muda menjadi penentu arah dan jalannya gerbong pergeseran-perubahan relasi antarmanusia hari ini. Ada peluang dan tantangan yang harus dijawab. Kuncinya adalah kemampuan literasi analog-digital, kemampuan beradaptasi, kemampuan meng-upgrade diri soft-hardskills maupun pengetahuan, dan berani mengambil risiko secara terukur.
Pengunjung mengamati karya ‘Benda-benda Membentuk #60’ (kiri) dan ‘Untitled’ (kanan). (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Dalam diksi ‘sejangkauan tangan’, Puji memandang, pertama, sejangkauan tangan dalam arti fisik sebenarnya: satu lingkup meja kerja, semua keperluan ada di seputar meja kerja. Kedua, sejangkauan jelajah idea selaras hasil penyerapan wawasan dan latar belakang akar budaya diri. Prinsip kerja tersebut memungkinkan kedekatan karya dengan kreatotnya dengan memaksimalkan peralatan, benda-benda, bahan-bahan, hingga gagasan-gagasan yang dekat dengan seniman.
“Teguh sering mengeksplorasi ide-gagasan kedalam karyanya berangkat dari lingkungan terdekatnya. Karya penting-kuat kerap hadir dari kondisi keseharian yang ada di sekitarnya. Bisa jadi dalam banyak karyanya, Teguh sedang memotret orang-orang di sekitarnya. Ini pembacaan yang menarik. Dengan coretan dekoratif-figuratif potret warga, dalam bawah sadar Teguh sesungguhnya sedang memotret kondisi sosial masyarakat melalui ekspresi wajah warganya. Sebuah ekspresi yang cenderung jujur.” kata Puji mengakhiri sambutan pembukaan pameran.
Sebanyak sembilan lukisan dari Benda-benda Membentuk series serta sembilan lukisan pengembangannya dipresentasikan Teguh Sariyanto di Soboman Art Space. Satu karya audio yang direkam saat Teguh sedang membuat karya turut diputar mengiringi pameran. Satu lembar sketsa tentang tata ruang yang dibuat Teguh untuk menggambarkan ruang studionya melengkapi sebuah ruang Soboman dimana Teguh memajang karya lukisannya secara acak dengan tidak menempel pada dinding, namun diletakkan di atas meja ataupun masih bersandar pada dinding dan tergeletak di lantai ruangan.
“Eksperimen dengan cat semprot (spray paint), itu salah satu yang sedang saya coba.” jelas Teguh di sela-sela pembukaan pameran.
Teguh mengakui karya pentingnya kerap hadir dari kondisi keseharian yang ada di sekitarnya. Dalam eksperimen tersebut Teguh mencoba mengamati perubahan-perubahan yang mungkin terjadi saat menggabungkan berbagai medium (mixed medium).
Teguh Sariyanto (kaos hitam) memberikan penjelasan karya kepada pengunjung saat pembukaan pameran , Minggu (23/6) sore. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Dalam tema “At an Arm's Reach” benda-benda di sekitar bahkan di dalam studio menjadi objek dalam kekaryaannya. Dari lingkungan terdekat itulah hingga saat ini Benda-benda membentuk series telah terkumpul dalam jumlah puluhan. Berangkat dari ‘sejangkauan tangan’ itu pula, karya-karya Teguh menjadi catatan rekaman ingatannya yang mungkin merupakan memori pribadi atapun ingatan kolektif dari pembacaan fenomena sehari-hari di lingkungan sekitanya.
Hal menarik dari karya Teguh adalah pilihan sapuan-sapuan ekspresionis dalam citraan dekoratif-figuratif. Ditengah maraknya pop art dengan citraan realis-surealis di kalangan seniman-perupa muda Teguh justru melakukan eksplorasi ekspresionis melalui objek-figur bergaya naif.
“Dalam perjalanan ke sini tadi melalui jalur yang sering saya lewati dari rumah sekaligus studio saya. Biasanya saya bertemu dengan seorang teman yang menderita down syndrome dan seperti sebelum-sebelumnya setiap bertemu sering berkontak mata selanjutnya dia akan memberikan tanda (sign) acungan jempol. Begitupun dengan perjumpaan tadi. Bagi saya ini hal sederhana, mencoba memperhatikan apa yang ada di sekitar kita. Apakah ini sesuatu yang (memiliki nilai) penting atau tidak, saya tidak tahu.” papar Teguh saat pembukaan pameran.
Jejak kekaryaan dalam tema “At an Arm's Reach” bisa dibaca dari karya-karya Teguh terdahulu semisal ‘Orang-orang Sekitar Dusun Brongkol’, ‘Percakapan Kucing’, ‘Around my night’, ‘Hidup di Argodadi melihat orang-orang hepi’ dan ‘Kawan kawan reboisasi’ secara citraan maupun ide kekaryaan bisa ditebak berangkat dari lingkungan terdekatnya.
Sebagai sebuah rekaman, pembacaan realitas sosial maupun fenomena sehari-hari kerap melahirkan karya-karya sederhana, menarik, dan penting tanpa harus disibukkan dengan simbol-tanda yang rumit-pelik. Sebuah ekspresi yang cenderung jujur. Dan itu selalu hadir di sekitar kita.
Pameran tunggal Teguh Sariyanto bertajuk “At an Arm's Reach” berlangsung hingga 2 Juli 2024 di Soboman 219 Art Space Jalan IKIP PGRI Sonosewu Baru No.219, Sanggrahan, Ngestiharjo-Bantul.
Kirim Komentar