Seni & Budaya

Tangan-tangan Kuat Undagi dalam “Cakra Manggilingan”

Oleh : Admin / Jumat, 31 Januari 2025 15:28
Tangan-tangan Kuat Undagi dalam “Cakra Manggilingan”
1. Pameran Besar Seni Kriya (PBSK) Undagi #3 “Cakra Manggilingan”, 18-28 Januari 2025 di Galeri RJ Katamsi, ISI Yogyakarta. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – Setelah menunggu tujuh tahun akhirnya Pameran Besar Seni Kriya (PBSK) Undagi #3 2025 digelar. Terakhir dihelat Undagi #2 pada Mei 2018 yang diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta. Ketika itu sebanyak delapan puluh tiga seniman-perupa kriya dari Sumatera, Jawa, dan Bali mempresentasikan karya kriya dalam berbagai medium kayu, tekstil, kulit, logam, plat, serat kaca (fiber-glass), keramik, kaca, benang, dan berbagai medium lainnya dengan berbagai teknik pengerjaan dan pewarnaan.

Undagi #3 digelar di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta  dengan mengangkat tema “Cakra Manggilingan”. Sebanyak 72 seniman kriya undangan dan 63 seniman kriya partisipan mempresentasikan karya selama 18-28 Januari 2025 di lantai dasar dan lantai 1 galeri.

A Different Path – keramik, ukuran beragam – Apri Susanto - 2024. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Kekuatan tangan dalam menerjemahkan ide-imajinasi menjadi napas dari seni kriya. Inilah yang kerap tercermin dari karya-karya seni karya dalam setiap presentasi/pameran. Perkembangan seni kriya saat ini sudah semakin cair dengan disiplin seni rupa lainnya (lukis, patung, grafis). Seni kriya yang kerap diasosiasikan dengan kerajinan tangan, menyangkut segala hal terkait tradisional, memenuhi kebutuhan domestik, murah, fungsional praktis, serta minim pengembangan desain, dalam satu dasawarsa terakhir telah berkembang lebih fleksibel, tidak terlimitasi dengan kategori yang rigid serta lebih terbuka dengan segala peluang yang ada.

Dalam sebuah obrolan ringan dengan Satya Brahmantya, seniman desain sekaligus pendiri Galeri Benda pada acara peluncuran sebuah program delapan tahun lalu menyebutkan karya-karya yang berbasis pada kekuatan tangan (craftmanship) yang dilakukan oleh seniman-perupa hari ini, kedepannya akan menjadi penting dan akan mewarnai seni rupa di masa datang. Pasar cukup terbuka lebar, tinggal bagaimana seniman-perupa menggali kreativitas dalam karya-karyanya dengan konsep yang kuat.

Hidup untuk Menghidupi – kayu dan logam - 100 x 64 x 25 cm - Ryvaldo Mahendra Putra - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Ketika itu Bram menyoroti geliat seniman muda yang menggunakan kriya dengan berbagai medium (kayu, kawat, benang, tekstil, keramik) dalam rentang tahun 2015-2017 mengalami geliat yang cukup menggembirakan. Banyak kreativitas serta ide-ide segar ditawarkan. Hal ini bisa dilihat dari mulai percaya dirinya seniman memamerkan karya dan konsep karya kriyanya di ruang-galeri seni maupun ruang publik. 

Setidaknya dalam rentang waktu tersebut banyak presentasi karya kriya dihelat di wilayah Yogyakarta, diantaranya pameran "Reload" dan "Physis" di Pendhapa art space, pameran "Avant Garde" di Bale Banjar Sangkring, pameran "Tangan Mencintai Kain" di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), pameran "Remembrance" di Kebun Bibi, pameran "This is It" di Jogja Contemporary, pameran "Dissidence" di Studio Kalahan, pameran "Clay Say Hay" di Kersan art studio, pameran "Rooted in art: a Lasting Footprint" di GAIA Hotel, yang digelar tahun lalu, serta beberapa pameran diantara pameran "Jebule Akeh" di Galeri Lorong, pameran ">1000 0C" di Pendhapa art space, pameran keramik "Air Mata Api" dan pameran "Pengilon" di BBY, pameran "To the Soul" di Ruang Dalam art house, pameran "Reracik" di Bale Banjar Sangkring, yang kesemuanya mengangkat karya-karya berbasis pada kerja craftmanship.

Bermain dalam Mimpi (belakang) – mix medium – 210 x 105 cm – Alie Gopal  - 2023. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Setelah tahun 2018 untuk pertama kalinya Dinas Kebudayaan Pemda DI Yogyakarta memberikan penghargaan Matra Award 2018 kompetisi kriya yang ditujukan bagi perupa muda untuk menjaring karya, bakat terbaik, dan melihat pencapaian-pencapaian estetik-artistik dalam perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia, acara tersebut dilanjutkan menjadi sebuah festival dua tahunan dengan nama Matra Kriya Festival yang mulai digelar pada tahun 2020.

Perkembangan seni kriya hingga pada titik saat ini tidak bisa dilepaskan dari sepak terjang mendiang Timbul Raharjo, seniman kriya yang juga pengajar di FSRD-ISI Yogyakarta. Sebagai pengajar, kelimuan yang dimiliki diimplementasikan langsung dengan membangun studio MuseumKu Gerabah di Kasongan, Bantul sekaligus menjadi tempat usaha dan ruang pamer-pajang karya. Dari studio dan ruang pamernya, Timbul turut memberikan andil dalam perekonomian masyarakat maupun PAD Kabupaten Bantul melalui karya-karya yang diekspornya.

Kontemplasi (kiri) - kayu Jati - Ø 130 cm - Roni . (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Catatan kuratorial PSBK #3 dengan tema  ‘Cakra Manggilingan’ menyebutkan karya kriya memiliki kekuatan seni rupa yang berbeda dengan karya seni rupa lainnya. Kriya yang akrab dengan pemajuan budaya Indonesia merepresentasikan kekuatan sebagai karya seni yang mengedepankan artifact, mentifact, dan sosiofact. Artifact merujuk pada benda atau objek fisik yang dibuat oleh manusia, yang sering kali mengandung nilai budaya dan sejarah. Diciptakan karya seni yang berbentuk patung, ukiran, tekstil, keramik, anyaman, ornament, atau karya seni lainnya yang secara fisik dihasilkan oleh manusia dan memiliki makna budaya.

Mentifact merujuk pada aspek kebudayaan yang tidak tampak secara fisik, namun terinternalisasi dalam pikiran dan nilai-nilai masyarakat. Ini mencakup sistem kepercayaan, ideologi, agama, serta nilai-nilai estetika atau filosofi yang tercermin dalam karya seni. Mentifact dalam seni rupa Indonesia dapat mencakup  simbolisme, cerita-cerita mitologis, dan filosofi budaya yang tercermin dalam caracara  penggambaran alam, manusia, atau keberadaan akan Tuhan dalam karya seni.

Symphony of Osmosis – terakota di atas kanvas – 150 x 210 cm – E. Lestari - 2024. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Sedangkan sosiofact mengacu pada struktur sosial dan organisasi masyarakat yang memengaruhi produksi dan konsumsi karya seni. Dalam konteks seni rupa Indonesia, sociofact dapat mengacu pada peran masyarakat dalam menentukan bentuk, tema, dan cara karya seni diciptakan, diterima, dan dihargai.

Kreativitas dan kekuatan tangan Undagi muda

Dalam PBSK #3 beberapa seniman kriya muda menampilkan karya berbasis pada eksperimen-eksplorasi medium dan teknik. Menariknya eksplorasi-eksperimen tersebut sekaligus menjadi riset kecil-kecilan yang terus mereka dokumentasikan.

Seniman keramik Apri Susanto salah satunya. Pada karya berjudul ‘A Different Path’ (2024) Apri membuat karya keramik dengan objek ikan yang dibentuk dari jalinan anyaman dari tanah liat yang dipilin dalam ukuran sangat kecil dan panjang. Dengan ukuran pilinan tanah liat yang sangat kecil tersebut berisiko besar saat dibakar. Ketidaktepatan saat pembakaran akan menyebabkan objek keramik menjadi patah-patah atau bahkan meleleh.

Menarik ketika Apri mendisplay ‘A Different Path’ menempel dinding dengan satu dari enam belas objek ikan dalam arah yang berlawanan. Hingga saat ini Apri masih terus melakukan riset-eksperimen terutama pada tungku bakar yang secara teratur dicatat dan diarsipkan. Hingga saat ini Apri masih melanjutkan membuat eksperimen di atas panel lempengan tanah liat dengan perlakuan yang berbeda mulai penggunaan glasier, warna, tambahan material lain, temperatur pembakaran hingga desain.

Robet Bronson Simanjuntak membuat karya tiga matra berjudul ‘Tidak Ada yang Abadi’ berbahan kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) dengan ornamen khas Batak berukuran 30 x 15 x 60 cm. Kayu Ulin dikenal dengan kepadatan dan kekuatannya yang luar biasa. Saat melihat karya tersebut, yang pertama kali terbayang adalah bagaimana susahnya membentuk ukiran objek karya tersebut, serta kesulitan lain mendapatkan bahan baku kayu Ulin.

Kayu Ulin sangat kuat dan awet, dengan Kelas Kuat I dan Kelas Awet I mempunyai berat jenis 1,04. Kayu Ulin tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek batang, tahan akan perubahan kelembaban dan suhu serta tahan pula terhadap air laut. Kayu ini sangat sukar dipaku dan digergaji tegak lurus dengan serat namun mudah dibelah sejajar dengan seratnya.

Saat ini kayu Ulin masuk dalam kategori pohon yang dilindungi mengingat perkecambahan bijinya yang berlangsung lama. Untuk bisa pecah kulit biji Ulin memerlukan waktu hingga 6 bulan, sementara pertumbuhannya relatif lambat tergantung dari tempat tumbuh serta ancaman penebangan ilegal, sehingga eksploitasinya sudah dilarang serta penggunaannya diawasi.

Masih terkait dengan karya keramik, seniman Dona Prawita Arisuta mempresentasikan ‘Palimpsest Series #16’ berupa dua gentong keramik berukuran 50 x 49 x 25 cm. Karya tersebut merupakan kelanjutan eksperimen Dona saat menyelesaikan studi doktoralnya dengan serie Palimpsest yang diambil dari relief Candi Sojiwan.

Sementara seniman keramik Endang Lestari dalam karya ‘Symphony of Osmosis’ membuat karya tersebut dalam medium terakota di atas kanvas. Tingkat kesulitan saat masuk ruang bakar menjadi tantangan tersendiri bagi Endang manakala menggabungkan media terakotanya (mixed medium) dengan kanvas yang sangat mudah terbakar serta dalam ukuran yang besar (120 cm x 150 cm) yang rentang pecah saat dibakar.

Seniman Ivan Bestari mempresentasikan karya seni berbahan kaca (art glass) ‘Decay Series 02’ berupa 16 belas karya kaca yang dibuat dengan teknik tarik (flame working) dimana karya dibuat dengan membentuk langsung menggunakan api dengan temperatur 800-1.000 0C.

Flameworking adalah metode untuk menghasilkan bentuk dari batang kaca padat dan/atau batang kaca berbentuk tabung, dengan cara melunakkan kaca dalam dalam nyala api sehingga menjadi lunak dan dapat dimanipulasi menjadi bentuk yang diinginkan.

Dengan sifatnya yang tembus cahaya, karya glass art Ivan bisa menjadi medium bagi karya seni lainnya. Saat Sumonar 2022 digelar di Jogja National Museum (JNM), dua glass art karya Ivan diproyeksikan ke dinding JNM. Dalam hal ini karya glass art Ivan mengalami alih media-wahana menjadi sebuah karya video mapping. Sebuah eksperimen yang menarik.

Pada kekuatan dan kreativitas tangan seniman-seniman muda, seni kriya memiliki potensi dan prospek besar di masa datang terlebih ketika seni kriya banyak bersumber pada akar tradisi yang tumbuh dan berkembang di berbagai wilayah Indonesia. Kekuatan tangan dan kreativitas adalah masa depan seni kriya Indonesia.

 

 


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    GCD 98,6 FM

    GCD 98,6 FM

    Radio GCD 98,6 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini