Lokasinya dapat ditempuh dengan menggunakan bus dalam waktu tak lebih dari 30 menit dari pasar moderen Imogiri. Jalan menuju ke desa ini tak terlalu besar, tapi juga tak terlalu sempit bagi Anda yang menggunakan mobil. Sepanjang perjalanan, mata Anda akan dimanjakan oleh pemandangan hijau sawah penduduk yang menghampar hingga memasuki gapura masuk Desa Wisata Kebon Agung.
Memasuki desa ini, Anda tak akan mendapati pemandangan yang luar biasa. Tak ada gunung yang tinggi menjulang. Tak ada pantai indah berpasir putih. Yang ada hanyalah berhektar-hektar sawah dan kawanan sapi yang hampir ada di semua pemukiman penduduk.
Desa Wisata Kebon Agung memang tidak menawarkan obyek wisata seperti gunung, pantai dll, tapi hanya menawarkan apa yang ada di desa yang terletak sekitar 17 km selatan Kota Yogyakarta ini. Karena sebagian besar penduduknya bertani, kegiatan bertani inilah yang justru mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan khususnya dari luar daerah untuk sekadar turut turun langsung ke sawah untuk bertani. Potensi inilah yang ternyata mampu dikembangkan oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Kebon Agung hingga kini.
"Pascagempa, sudah banyak anak-anak dari beberapa sekolah di Jakarta yang datang ke sini (kebon agung -red) untuk melakukan kegiatan bertani secara langsung," kata ketua pengelola Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Wisata Kebon Agung, Bachroni beberapa waktu lalu.
Selama kunjungannya di desa yang terdiri dari lima pedukuhan yakni Mandingan, Kanten, Kalangan, Telaga, dan Jayan ini, tamu juga diberikan pilihan untuk menginap di rumah warga yang telah sejak 2003 lalu memberikan layanan homestay. Puluhan homestay yang maksimal dapat diisi dengan dua orang dapat diinapi dengan Rp 75.000,00 per hari.
Selama ini, desa yang hanya berjarak sekira dua kilometer dari Makam Raja-Raja Mataram Imogiri ini ternyata telah menjadi salah satu desa tujuan wisata tak hanya oleh beberapa institusi pendidikan di DIY, tapi juga di luar daerah DIY seperti Jakarta dll. Bahkan beberapa institusi pendidikan telah mengagendakan berkunjung ke Desa Wisata Kebon Agung setiap tahunnya.
Tahun 2008 lalu, desa Kebon Agung bahkan mendapatkan kehormatan sebagai lokasi digelarnya kegiatan Temu Anak Nasional pada 21-23 Desember. Kegiatan yang diikuti oleh ribuan anak dari berbagai kota di Indonesia ditujukan untuk mempromosikan dan mendesak agar tanggal 12 Desember diperingati sebagai Hari Anti Perdagangan Manusia atau Child Trafficking. Setiap peserta yang datang diinapkan di rumah-rumah penduduk desa agar nuansa keakraban pedesaan semakin terasa.
Meski tak dapat menyuguhkan keindahan panorama alam, Desa Wisata Kebon Agung dan penduduknya akan memberikan sesuatu yang berbeda yang mungkin belum pernah dialami oleh seseorang. Di desa ini, Anda akan mendapati ritual doa yang mengawali kegiatan bertani para petani. Kegiatan ngluku dan nggaru dengan menggunakan sapi atau kerbau akan menjadi agenda pertama untuk mengolah tanah sebelum ditaburi benih padi. Baru kemudian menabur benih padi, menanam padi, hingga memanen dan dapat kita makan akan dapat kita alami dan lakukan di desa ini. Kesenian gejog lesung dan jathilan juga dapat Anda jumpai dengan mudah di desa ini selain tentunya kegitan membatik.
Selain itu, hidangan makan ndeso akan dapat Anda nikmati secara prasmanan. Layaknya kenduri, sejumlah jenis makanan beserta lauk-pauknya akan tersedia mulai dari ayam kampung, berbagai jenis ikan, lalapan, buah-buahan, hingga berbaagi jenis makanan tradisional seperti tiwul, apem, getuk, dll.
Memasuki desa ini, Anda tak akan mendapati pemandangan yang luar biasa. Tak ada gunung yang tinggi menjulang. Tak ada pantai indah berpasir putih. Yang ada hanyalah berhektar-hektar sawah dan kawanan sapi yang hampir ada di semua pemukiman penduduk.
Desa Wisata Kebon Agung memang tidak menawarkan obyek wisata seperti gunung, pantai dll, tapi hanya menawarkan apa yang ada di desa yang terletak sekitar 17 km selatan Kota Yogyakarta ini. Karena sebagian besar penduduknya bertani, kegiatan bertani inilah yang justru mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan khususnya dari luar daerah untuk sekadar turut turun langsung ke sawah untuk bertani. Potensi inilah yang ternyata mampu dikembangkan oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Kebon Agung hingga kini.
"Pascagempa, sudah banyak anak-anak dari beberapa sekolah di Jakarta yang datang ke sini (kebon agung -red) untuk melakukan kegiatan bertani secara langsung," kata ketua pengelola Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Wisata Kebon Agung, Bachroni beberapa waktu lalu.
Selama kunjungannya di desa yang terdiri dari lima pedukuhan yakni Mandingan, Kanten, Kalangan, Telaga, dan Jayan ini, tamu juga diberikan pilihan untuk menginap di rumah warga yang telah sejak 2003 lalu memberikan layanan homestay. Puluhan homestay yang maksimal dapat diisi dengan dua orang dapat diinapi dengan Rp 75.000,00 per hari.
Selama ini, desa yang hanya berjarak sekira dua kilometer dari Makam Raja-Raja Mataram Imogiri ini ternyata telah menjadi salah satu desa tujuan wisata tak hanya oleh beberapa institusi pendidikan di DIY, tapi juga di luar daerah DIY seperti Jakarta dll. Bahkan beberapa institusi pendidikan telah mengagendakan berkunjung ke Desa Wisata Kebon Agung setiap tahunnya.
Tahun 2008 lalu, desa Kebon Agung bahkan mendapatkan kehormatan sebagai lokasi digelarnya kegiatan Temu Anak Nasional pada 21-23 Desember. Kegiatan yang diikuti oleh ribuan anak dari berbagai kota di Indonesia ditujukan untuk mempromosikan dan mendesak agar tanggal 12 Desember diperingati sebagai Hari Anti Perdagangan Manusia atau Child Trafficking. Setiap peserta yang datang diinapkan di rumah-rumah penduduk desa agar nuansa keakraban pedesaan semakin terasa.
Meski tak dapat menyuguhkan keindahan panorama alam, Desa Wisata Kebon Agung dan penduduknya akan memberikan sesuatu yang berbeda yang mungkin belum pernah dialami oleh seseorang. Di desa ini, Anda akan mendapati ritual doa yang mengawali kegiatan bertani para petani. Kegiatan ngluku dan nggaru dengan menggunakan sapi atau kerbau akan menjadi agenda pertama untuk mengolah tanah sebelum ditaburi benih padi. Baru kemudian menabur benih padi, menanam padi, hingga memanen dan dapat kita makan akan dapat kita alami dan lakukan di desa ini. Kesenian gejog lesung dan jathilan juga dapat Anda jumpai dengan mudah di desa ini selain tentunya kegitan membatik.
Selain itu, hidangan makan ndeso akan dapat Anda nikmati secara prasmanan. Layaknya kenduri, sejumlah jenis makanan beserta lauk-pauknya akan tersedia mulai dari ayam kampung, berbagai jenis ikan, lalapan, buah-buahan, hingga berbaagi jenis makanan tradisional seperti tiwul, apem, getuk, dll.
Kirim Komentar