Harga buku di Indonesia masih bisa dibilang mahal, terlebih jika dibandingkan dengan harga buku di negara lain. Hal tersebut tak hanya menjadi masalah bagi pembaca, tapi juga bagi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi).
Ketika ditanya mengenai kemungkinan murahnya harga buku, Ikapi DIY menanggapinya secara diplomatis. Mereka terkesan tak tak mampu berbuat banyak terkait harga buku.
"Harga per halaman buku kira-kira Rp 100. Dengan harga tersebut, sebenarnya harga buku bisa lebih murah dari sekarang," kata Sholeh UG, Sekretaris Umum Ikapi DIY di Yogyakarta, kemarin (23/04).
Sholeh mengaskan, murah atau mahalnya harga buku sebenarnya ditentukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang ada. Saat ini, tingginya harga buku disebabkan oleh faktor pajak yang menumpuk dari awal hingga akhir proses penerbitan buku.
"Mahalnya harga buku karena pajak terhadap penulis dan penerbit. Pajak impor dan ekspor pun berpengaruh. Seharusnya, pemerintah menerapkan kebijakan yang jelas mengenai buku," katanya.
Menurut Sholeh, pemerintah seharusnya mampu mencontoh kebijakan sejumlah negara lain yang menerapkan subsidi bagi penulis. Dengan kebijakan ini, penulis tak akan lagi memikirkan royalti, sekaligus akan menurunkan harga buku.
"Sejumlah buku di luar negeri bahkan diterbitkan secara terbatas. Hal ini berarti penulis dan penerbit tak sekadar mencari untung dari penjualan, karena telah disubsidi oleh pemerintahnya," katanya.
Saat ini, di DIY terdapat tak kurang dari 35 penerbit dan ratusan percetakan yang tergabung dalam Ikapi. Setiap bulannya, sekitar 200 judul buku senilai Rp 2,5 miliar dicetak dan diedarkan ke seluruh Indonesia. Puluhan ribu karyawan juga dilibatkan dalam salah satu industri kreatif ini.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan murahnya harga buku, Ikapi DIY menanggapinya secara diplomatis. Mereka terkesan tak tak mampu berbuat banyak terkait harga buku.
"Harga per halaman buku kira-kira Rp 100. Dengan harga tersebut, sebenarnya harga buku bisa lebih murah dari sekarang," kata Sholeh UG, Sekretaris Umum Ikapi DIY di Yogyakarta, kemarin (23/04).
Sholeh mengaskan, murah atau mahalnya harga buku sebenarnya ditentukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang ada. Saat ini, tingginya harga buku disebabkan oleh faktor pajak yang menumpuk dari awal hingga akhir proses penerbitan buku.
"Mahalnya harga buku karena pajak terhadap penulis dan penerbit. Pajak impor dan ekspor pun berpengaruh. Seharusnya, pemerintah menerapkan kebijakan yang jelas mengenai buku," katanya.
Menurut Sholeh, pemerintah seharusnya mampu mencontoh kebijakan sejumlah negara lain yang menerapkan subsidi bagi penulis. Dengan kebijakan ini, penulis tak akan lagi memikirkan royalti, sekaligus akan menurunkan harga buku.
"Sejumlah buku di luar negeri bahkan diterbitkan secara terbatas. Hal ini berarti penulis dan penerbit tak sekadar mencari untung dari penjualan, karena telah disubsidi oleh pemerintahnya," katanya.
Saat ini, di DIY terdapat tak kurang dari 35 penerbit dan ratusan percetakan yang tergabung dalam Ikapi. Setiap bulannya, sekitar 200 judul buku senilai Rp 2,5 miliar dicetak dan diedarkan ke seluruh Indonesia. Puluhan ribu karyawan juga dilibatkan dalam salah satu industri kreatif ini.
Kirim Komentar