Meski masih dalam prosentase yang kecil, perkawinan anak atau pernikahan dini atau pernikahan pada usia muda dalam masyarakat ternyata menjadi pemicu dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan.
Hal tersebut disampaikan oleh Leni Herawati, Program Officer Rifka Annisa Women Crises Centre dalam pernyataan bersama Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) yang digelar di Gedung Penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Rabu (6/5).
"Menurut data yang kami peroleh, KDRT yang diawali dari pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur terjadi sekitar 4,8 persen. Utamanya, KDRT masih karena budaya patriarki di masyarakat," katanya.
Menurut Leni, selama tahun 2008 terdapat sebanyak 309 kasus KDRT. Untuk tahun ini, selama periode Januari hingga Februari telah terjadi sebanyak 50 kasus pengaduan KDRT yang dialami oleh perempuan.
Meski pernikahan dini hanya menyumbang prosentase kecil dalam memicu KDRT, hal ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh pihak khususnya pemerintah dan penegak hukum agar mengkaji ulang kebijakan bagi anak dan kaum perempuan.
Hal tersebut disampaikan oleh Leni Herawati, Program Officer Rifka Annisa Women Crises Centre dalam pernyataan bersama Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) yang digelar di Gedung Penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Rabu (6/5).
"Menurut data yang kami peroleh, KDRT yang diawali dari pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur terjadi sekitar 4,8 persen. Utamanya, KDRT masih karena budaya patriarki di masyarakat," katanya.
Menurut Leni, selama tahun 2008 terdapat sebanyak 309 kasus KDRT. Untuk tahun ini, selama periode Januari hingga Februari telah terjadi sebanyak 50 kasus pengaduan KDRT yang dialami oleh perempuan.
Meski pernikahan dini hanya menyumbang prosentase kecil dalam memicu KDRT, hal ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh pihak khususnya pemerintah dan penegak hukum agar mengkaji ulang kebijakan bagi anak dan kaum perempuan.
Kirim Komentar