![](/images/upload/demo_permpuan.jpg)
Aksi kedua organisasi selanjutnya dipusatkan di perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta dengan menggelar orasi dari kedua organisasi aktivis perempuan dalam memperjuangkan hak perempuan yang menurut mereka hingga saat ini masih sering terabaikan.
Dari FOR, koordinator aksi, Arsih Suharsih mendesak agar rezim neoliberal yang diterapkan oleh penguasa saat ini segera dihentikan karena sangat merugikan kaum perempuan.
"Pemerintah saat ini hanya membiarkan kaum perempuan mati terbelit utang. Yang paling menyedihakn adalah ketika pemerintah membiarkan tenaga perempuan diekspoitasi demi devisa negara ke lauar negeri, dan banyak yang disisksa dan mati," teriaknya.
Untuk itu, FOR dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap Undang-undang yang diskriminatif terhadap perempuan, menuntut pemberian hak cuti reproduksi, haid dan melahirkan, menghentikan kekerasan dan trafficking khususnya terhadap perempuan.
Sementara itu dalam kesempatan peringatan Hari Perempuan Internasional ke-100 ini Jaringan Perempuan Indonesia kembali mempertanyakan pemenuhan hak-hak perempuan oleh negara.
Maka, pada kesempatan tersebut mereka menuntut pemerintah untuk memnuhi hak-hak perempuan Indonesia, agar menindak tegas pelaku kekerasan dan diskriminatif terhadap perempuan Indonesia, tak ada lagi ketidakadilan gender, agar pemerintah mencabut kebijakan yang merugikan perempuan, pengakuan kamu pembantu rumah tangga (PRT) sebagai pekerja formal yang dilindungi oleh Undan-undang.
Kirim Komentar