![](/images/upload/kemal_ristek.jpg)
Hal itu tentunya menjadi halangan lagi bagi penerapan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI tahun 2005 lalu yang menyatakan bahwa pada seluruh instansi pemerintahan harus melegalkan seluruh perangkat lunak yang digunakannya.
"Untuk saat ini, masih kurang dari sepuluh persen dari keseluruhan instansi pemerintahan yang telah menggunakan sofware open source. Insantsi yang telah sepenuhnya menggunakannya adalah Kementrian Kominfo dan Ristek," kata Asisten Deputi Urusan Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IPTEK, Kementerian Riset dan Teknologi RI Ir. Kemal Prihatman di JEC, Sabtu (6/3).
Menurutnya, perpindahan atau migrasi ke open source bagi seluruh instansi bukanlah hal yang mudah dan bisa dilakukan dengan cepat. Hal ini menyangkut banyak faktor terkait dengan kebiasaan karyawan yang telah dari dulu menggunakan software berbayar yang kebanyakan berarti bajakan.
"Sudah sejak awal para pegawai menggunakan Windows, jadi untuk pindah ke Linux atau software open source yang lain juga harus belajar dan adaptasi yang memerlukan waktu dan biaya lagi," katanya.
Meski demikian, saat ini pihaknya mengaku terus mempercepat proses migrasi ke software open source khususnya bagi instansi yang saat ini masih saja menggunakan software berbayar. Menurutnya, menggunakan software open source tak kalah dengna menggunakan software berbayar seperti yang saat lazim dilakukan.
"Kalau di Windows harus menginstal program Adobe Photosop yang juga berbayar, di Linux yang merupakan software open source juga bisa diinstall program GIMP untuk yang berkeperluan dengan grafis dan foto. Ga kalah kok," ujarnya.
Lebih lanjut, Kemal menyatakan bahwa dengan menggunakan perangkat lunak sumber bebas, seseorang atau bahkan pemerintah jelas bisa melakukan efisiensi anggaran yang jumlahnya tak kecil.
"Dengan satu komputer yang diinstal sejumlah program utama, jika kita menggunakan software open source dan software berbayar, kita bisa berhemat hingga $350 per unit. Angka yang sangat besar jika dilakukan di seluruh instansi pemerintahan. Bisa menghemat triliunan rupiah dengan hanya menggunakan software open source," paparnya.
Sementara itu, pemerintah juga memperkenalkan sebuah open source operating system atau sistem operasi sumber terbuka yakni IGOS Nusanatara IV yang merupakan karya asli anak negeri.
Diharapkan, dengan software tersebut, bangsa Indonesia bisa lebih bijak dalam menggunakan perangkat lunak. Yang utama adalah bagaimana mereka harus tahu mana yang bajakan dan mana yang tidak serta mana yang berbayar dan mana yang gratis.
"Software ini bisa diperoleh dengan gratis di http://igos-nusantara.or.id atau melalui Apkomindo. Sementara ini software tersebut kami instal di sekolah-sekolah. Makanya nantinya saya harap bisa digunakan oleh seluruh pihak," tegasnya.
Kirim Komentar