Noor Aini Prastyawati, seorang mahasiswi S2 Antropologi UGM, dalam tugas thesisnya menggelar kegiatan Javasranang atau Orang Jawa Suriname dalam Refleksi Kultural Kontemporer pada 12-18 April 2010 mendatang di Karta Pustaka Yogyakarta.
Dengan bantuan dua mahasiswa Suriname yang sedang berkuliah di Yogyakarta, Aini mencoba mencoba kembali mempresentasikan sejumlah kesamaan yang dimiliki oleh orang Suriname dan orang Indonesia khususnya Jawa.
"Pertama kali tertarik dengan Suriname waktu itu saya tidak sengaja menonton video klip Stanley Rabadin dan banyak artis Suriname lain yang menggunakan lirik bahasa Jawa. Saya berpikir, fisik mereka sama seperti orang Jawa, bahasanya juga, tetapi mereka bukan orang Indonesia, mereka orang Suriname," jelas Noor saat jumpa pers pra even ini di Karta Pustaka, Jalan Bintaran Tengah, Senin (12/4).
Hal ini membuatnya sangat tertarik, namun informasi tentang mereka sangat terbatas dan tidak pernah menjadi pembahasan di sekolah maupun di lingkungannya.
"Saya mengetahui dari anak muda Jawa Suriname yang tengah belajar di Yogya, bahwa mereka tetap yakin jika mereka adalah orang Jawa yang merasa perlu memelihara identitas kebudayaan mereka," ungkapya.
Dengan lebih dari 70.000 ribu penduduk keturunan Jawa, orang-orang keturunan Jawa yang tinggal di Suriname justru bisa menjadi cermin diri bagi orang Jawa yang tinggal di Jawa. Kondisi inilah yang ingin ditampilkan dalam even ini, bagaimana kondisi kontemporer Suriname, sebuah negeri di Amerika Selatan.
"Dalam even ini akan ditampilkan Suriname dalam bingkai foto, video, arsip, dan bahkan soundscape Suriname serta kuliner ala Suriname dari masa ke masa. Foto-foto tersebut merupakan dokumentasi pribadi Murni Dasai Djamin, salah seorang keturunan Jawa asal Suriname," tandasnya.
Noor mengharapkan adanya even ini ia bisa mengundang fund raising untuk membiayai penelitiannya di Suriname yang berjudul, Meretas Batas, Membangun Identitas.
"Bagaimana para remaja Suriname ini membangun, merawat, dan membangun kembali identitasnya melalui budaya populer melalui media. Sebab di Suriname selain banyak lagu berbahasa Jawa, juga ada tiga televisi lokal yang menggunakan bahasa Jawa, yaitu Garuda, Mustika, dan Pertjaya Luhur," lanjutnya.
Murni Dasai Djamin sendiri di sini dalam rangka menemani suaminya yang tengah belajar di S2 Arsitektur dan Perencanaan Pariwisata UGM, Marciano Dasai Djamin.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Marciano yang merupakan generasi ke-4 keturunan Jawa asal Magelang, bahwa remaja Suriname sangat antusias dalam menyanyi berbahasa Jawa, meski pun bukan sebagai bahasa sehari-hari mereka."Lagu dalam bahasa Jawa banyak dipengaruhi oleh Didi Kempot. Dia sangat terkenal di sana, dan disukai orang-orang Suriname," ujarnya.
Inilah kerinduan mereka dengan tanah Jawa. Meskipun jauh di negeri orang, warga Suriname keturunan Jawa masih tetap memegang teguh budaya asal mereka. Acara ini tentunya akan semakin menarik dengan rangkaian acara seperti diskusi, workshop, serta video greetings.
Dengan bantuan dua mahasiswa Suriname yang sedang berkuliah di Yogyakarta, Aini mencoba mencoba kembali mempresentasikan sejumlah kesamaan yang dimiliki oleh orang Suriname dan orang Indonesia khususnya Jawa.
"Pertama kali tertarik dengan Suriname waktu itu saya tidak sengaja menonton video klip Stanley Rabadin dan banyak artis Suriname lain yang menggunakan lirik bahasa Jawa. Saya berpikir, fisik mereka sama seperti orang Jawa, bahasanya juga, tetapi mereka bukan orang Indonesia, mereka orang Suriname," jelas Noor saat jumpa pers pra even ini di Karta Pustaka, Jalan Bintaran Tengah, Senin (12/4).
Hal ini membuatnya sangat tertarik, namun informasi tentang mereka sangat terbatas dan tidak pernah menjadi pembahasan di sekolah maupun di lingkungannya.
"Saya mengetahui dari anak muda Jawa Suriname yang tengah belajar di Yogya, bahwa mereka tetap yakin jika mereka adalah orang Jawa yang merasa perlu memelihara identitas kebudayaan mereka," ungkapya.
Dengan lebih dari 70.000 ribu penduduk keturunan Jawa, orang-orang keturunan Jawa yang tinggal di Suriname justru bisa menjadi cermin diri bagi orang Jawa yang tinggal di Jawa. Kondisi inilah yang ingin ditampilkan dalam even ini, bagaimana kondisi kontemporer Suriname, sebuah negeri di Amerika Selatan.
"Dalam even ini akan ditampilkan Suriname dalam bingkai foto, video, arsip, dan bahkan soundscape Suriname serta kuliner ala Suriname dari masa ke masa. Foto-foto tersebut merupakan dokumentasi pribadi Murni Dasai Djamin, salah seorang keturunan Jawa asal Suriname," tandasnya.
Noor mengharapkan adanya even ini ia bisa mengundang fund raising untuk membiayai penelitiannya di Suriname yang berjudul, Meretas Batas, Membangun Identitas.
"Bagaimana para remaja Suriname ini membangun, merawat, dan membangun kembali identitasnya melalui budaya populer melalui media. Sebab di Suriname selain banyak lagu berbahasa Jawa, juga ada tiga televisi lokal yang menggunakan bahasa Jawa, yaitu Garuda, Mustika, dan Pertjaya Luhur," lanjutnya.
Murni Dasai Djamin sendiri di sini dalam rangka menemani suaminya yang tengah belajar di S2 Arsitektur dan Perencanaan Pariwisata UGM, Marciano Dasai Djamin.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Marciano yang merupakan generasi ke-4 keturunan Jawa asal Magelang, bahwa remaja Suriname sangat antusias dalam menyanyi berbahasa Jawa, meski pun bukan sebagai bahasa sehari-hari mereka."Lagu dalam bahasa Jawa banyak dipengaruhi oleh Didi Kempot. Dia sangat terkenal di sana, dan disukai orang-orang Suriname," ujarnya.
Inilah kerinduan mereka dengan tanah Jawa. Meskipun jauh di negeri orang, warga Suriname keturunan Jawa masih tetap memegang teguh budaya asal mereka. Acara ini tentunya akan semakin menarik dengan rangkaian acara seperti diskusi, workshop, serta video greetings.
Mantap konsepnya... Bangga indonesia, Beragam sukunya... Barangkali judulnya Rindu kampung di seberang Benua
Kirim Komentar