
Acara yang digelar pada Rabu (25/05) di ruang multimedia Fakultas Hukum UGM tersebut
diikuti oleh 4 peguruan tinggi negeri di Indonesia. Bertindak selaku steering committee yaitu Universitas Pattimura, sebagai
perespon masalah antara lain Universitas Mataram, Universitas Sumatra Utara dan Universitas Gadjah Mada.
Para peserta video konferensi saat itu tampak bersemangat dan antusias. Terbukti peserta di
4 kampus tersebut merespon masalah yang digulirkan oleh salah seorang peserta di Universitas Pattimura yang menceritakan
pengalaman konflik Ambon 1999. Konflik saat itu menorehkan sejarah kelam Bangsa Indonesia, kaum perempuan menjadi korbannya.
Anissa yang merupakan peserta kegiatan tersebut mengatakan bahwa mahasiswa di Maluku hingga
saat ini selalu aktif dalam kegiatan perempuan terutama membantu masalah para perempuan di Ambon. Tradisi Papalele menjadi
sebuah pemersatu yang tidak pernah memandang ras dan latar belakang agama.
Menanggapi masalah-masalah krusial yang ada di daerah, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H,
M.Hum mengatakan bahwa dalam merangkai perbedaan dalam konteks kebhinnekaan di Indonesia perlu diajarkan dalam keluarga serta
lingkungan sekitar. Sikap saling menghormati dan tenggang rasa antar umat beragama harus selalu dipegang teguh agar tercipta
perdamaian yang hakiki.
Kirim Komentar