Rahmad Fahrudin atau terkenal dengan nama Jontor adalah salah satu Pemuda Pelopor yang bergelut secara intensif pada bidang seni budaya. Kegemarannya terhadap seni topeng Rampak Buto mengantarnya menjadi Juara I bidang kepeloporan Seni, Budaya & Pariwisata Tingkat Propinsi DIY 6 September 2012 silam.
"Awalnya saya bersama teman-teman membuat paguyuban Dugem Gedruk tahun 2004, kala itu asesoris untuk pentas sangat minim, kami harus beli perlengkapan tersebut dengan cara menabung, perjuangan itu berlangsung hingga kami dapat membuat topeng dan pakaian secara mandiri," kenang Jontor kepada Tim Gudegnet.
Saking cintanya pada kesenian Rampak Buto itulah akhirnya Jontor belajar sendiri membuat topeng berikut dengan asesoris serta pakaiannya. Ia mengatakan bahwa untuk mendapatkan satu topeng Rampak Buto, Ia harus mengeluarkan kocek senilai 250.000 - 300.000 untuk satu buah topeng buto.
"Belajar secara otodidak adalah cara agar saya bisa membuat topeng semakin banyak, malah sekarang saya mendapatkan pesanan dari luar Jogja," tukasnya bangga. Semenjak mendapat undangan untuk tampil di Jakarta dalam event yang diselenggarakan oleh Kemenpora dalam bidang kepeloporan pemuda November 2012 lalu, Jontor mendapatkan bantuan dana untuk mengembangkan kesenian Rampak buto tersebut.
Bersama teman-teman Paguyuban Rampak Buto (Prabu) yang berjumlah 7 kelompok kesenian itu ia kemudian berkumpul untuk membahas penggunaan dana. Akhirnya diputuskan untuk membeli perlengkapan ukir hingga kompresor untuk mengecat topeng Rampak Buto. "Alat-alat itu akan kami jadikan untuk membuat topeng lebih banyak, haslinya akan dijual untuk pendanaan 7 kelompok seni rampak buto di Sleman ini," jelasnya.
Jontor harus bekerja keras untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan 7 kelompok seni Rampak Buto yang terdiri atas 112 orang yang tersebar di Kecamatan Tempel, Turi, Seyegan, Trimulyo, Pakem, Mlati dan Ngaglik Sleman. Kegemarannya pada kesenian ini membuat Jontor mengabdikan seluruh waktunya untuk Rampak Buto, sangat mengesankan!
Agar keinginan masing-masing kelompok terpenuhi, setiap bulan ia selalu mengadakan perkumpulan untuk membahas masalah yang ada serta membuat program kerja. "Dari pertemuan tersebut saya bisa mendengar keluhan serta masukan dari setiap anggota paguyuban, solusi kemudian kita pecahkan bersama-sama," tambahnya.
Memang, menjaga serta melestarikan seni budaya tidaklah mudah, butuh perjuangan keras agar kesenian itu tidak mati ditelan globalisasi. Jontor, salah satu pemuda yang patut untuk diikuti jejaknya, bagaimana dengan Anda?
joss mas :) :D .. merdeka nganti sakk terine
maju terus pantang mundur!!!
Kirim Komentar