Hiburan

Recehan Bukan Remahan

Oleh : albertus indratno / Senin, 00 0000 00:00



Tahun 2008 ia bukanlah siapa-siapa. Tak ada yang mengenalnya. Komunitas yang ia bangun juga terdengar samar. Bersama dua sahabatnya, ia membangun coin a chance (CAC) - sebuah gerakan membantu pendidikan anak-anak lewat pengumpulan receh. Dari  2 anak asuh berkembang jadi 22. Ia bahagia: ia tahu ia sedang merancang sejarah hidup yang indah bagi sesamanya.

Ia, Karlina Denistia. Tingginya sekitar 160 cm. Rambutnya panjang melebihi bahu, berkacamata, dan selalu tersenyum. Ia mengajar Bahasa Inggris di beberapa universitas. Usianya masih 26 tahun. Lewat CAC, ia bertekad membuat api semangat anak-anak untuk belajar tetap menyala dan tak lekang ditelan masa. 

"Awalnya dari Anto (Aloysius Dian Hartanto - red)," katanya. "Ia melakukan blogwalking dan melihat gerakan coin a chance." Bersama Yosephus Ardian, Karlina dan Hartanto merasa sreg. "Gerakan ini pas dibawa ke Jogja," ia menambahkan.  

Ia mengingat pengalaman pertama mengumpulkan koin pada Minggu pagi di sekitar Universitas Gadjah Mada. Ia menyebutnya "coin collecting day". "Saat itu kami pakai botol Aqua dan kaleng Kopiko," katanya. "Alhamdulillah terkumpul Rp. 80.000."  Pilihan Minggu pagi karena ratusan orang berkumpul disana untuk belanja, olah raga atau sekedar cuci mata di sekitar kampus itu.

Mereka membagi selebaran berbentuk foto kopian ke setiap orang yang lewat, membuka toples-toples dan mengajak pengunjung memasukkan recehan untuk disumbangkan. Selain itu, ia juga mengambil selebaran CAC yang dibuang di jalan. "Kalau tidak mau mending jangan diterima," katanya. "Kalau diterima kami senang, apalagi dimasukkan ke saku."

Perjuangan itu berlanjut. Lewat forum yang isinya teman-teman dekat, CAC mulai merancang sistem penerimaan anak asuh yang lebih rapih. "Seleksi dilakukan secara bertahap," katanya. Setelah pihak sekolah memberikan rekomendasi, masih ada wawancara dengan wali murid, orang tua dan calon penerima bantuan.

"Selain itu kami juga melihat semangat belajar si anak," kata Karlina. "Mulai dari rajin mengerjakan pr (pekerjaan rumah - red), rajin mengisi LKS (lembar kerja siswa - red), rajin bertanya sama guru dan duduknya di depan sendiri." Ia mengatakan prestasi tak terlalu jadi masalah. "Yang penting murid tersebut tampak tekun," katanya.

Selain menggarap sisi anak, CAC juga melihat peran orang tua dalam membantu pendidikan. "Apakah mereka memberi jam belajar untuk anaknya," katanya. "Matiin tv atau tidak." Baginya, meskipun sederhana, tindakan itu menunjukkan dukungan orang tua bagi perkembangan anak-anaknya.

Karlina mengisahkan tentang CAC yang nyaris habis pada masa-masa awal. "Waktu itu kas kita sekitar Rp. 260.000," kata Karlina. Lalu, komunitas itu harus menebus ijazah seorang murid bernama Diah. "Uang itu untuk membayar uang buku sebesar Rp. 216.000," katanya. "Kalau tidak dik Diah tidak bisa masuk SMP." 

 "Apapun risikonya kita ambil," kata Karlina yakin. "Saya percaya Allah akan memberikan jalan yang terbaik." 

Seperti janjinya, Karlina ingin mimpi anak-anak itu tetap menyala. Menurutnya, anak-anak itu memang miskin, tapi keadaan itu tak menyurutkan semangat belajar. "Ada anak namanya Dewa. Bapaknya pemulung," katanya. "Setiap kali bapaknya menemukan poster cara-cara sholat atau perkalian selalu disimpan, ditempel di tembok dan Dewa harus bisa hapal."

"Semangat seperti itu yang menjadi motivasi kami," katanya lagi. 

Ia mengatakan kebahagiaan terbesar ketika CAC lebih besar seperti sekarang. Ia mengisahkan, dulu tidak ada orang yang kenal dengan gerakan itu. "Sekarang volunteer CAC bangga hanya pakai pinnya," katanya.  "Dulu, kita jual pin, tidak ada yang tahu. Jadi merintis dari awal sampai ada society and public trust." Baginya, kepercayaan itu menghasilkan buah yang manis, mulai dari bertambahnya relawan, kepercayaan masyarakat sampai jumlah uang yang diperoleh. 

Ia ingin CAC terus melaju. Karlina mengatakan resolusi tahun 2013 ingin menunjukkan CAC punya sumbangsih bagi pendidikan. "Meskipun isinya mahasiswa yang tidak dibayar," katanya. 

Menjaga lentera jiwa

Keberhasilan CAC seperti saat ini tak terpisahkan dari masa sulit dan sepi. Bagi Karlina itu menjadi masa-masa yang berat. Ia juga pernah sendiri dalam menjalankan komunitas itu. Baginya, situasi itu tetap bisa diatasi asalkan dicintai. " Menjaga passion terhadap sesuatu yang dicintai lebih mudah," katanya. "Ketimbang menjaga sesuatu yang tidak menarik."

Seperti halnya lentera, hasrat untuk membantu sesama juga bisa redup. Karlina punya resep jitu ketika itu terjadi. Ia memilih untuk tetap berada di CAC dan hanya melakukan hal yang sama. "Terus saja seperti itu," katanya. "Lama-lama juga bosan dan ingin kembali punya inovasi seperti ketika on fire."  Namun, ketika perasaan nelangsa karena sendiri itu tak bisa diatasi, Karlina pilih mundur dan istirahat sejenak. "Juga curhat sakpenake dewe (semaunya sendiri - red)," katanya.

Bangkit karena Armand Maulana

Dulu ketika sedang sendiri dan merasa ditinggalkan, Karlina mengirim pesan langsung kepada vokalis Band GIGI, Armand Maulana. Ia mengatakan tentang gerakan yang dilakukan. Katanya, gerakan ini sederhana namun mengena. Tak disangka, pelantun lagu Janji  membalas pesan itu dan bertanya apa yang bisa dibantu.

Sebagai penggemar berat Armand, Karlina girang bukan kepalang.  "Dari situ mood-ku naik lagi," katanya. 

Hadirnya Armand membawa kekuatan bagi Karlina. Ia punya keyakinan bahwa yang peduli bukan hanya yang pergi. "Namun mereka yang akan datang," katanya.  "Itu kutipan hari ini."  

Mimpi 2013

Bagi Karlina, hal paling esensial dari gerakan itu ialah menjaga mimpi anak-anak untuk sekolah tetap menyala. Bahkan, ia merencanakan untuk membuat "kelas mimpi". Menurutnya, kelas ini sebagai media bagi anak untuk belajar bermimpi. "Jika bermimpi saja tidak berani," katanya. "Bagaimana seorang anak akan hidup lebih baik."

Ia menambahkan, semua orang yang berprestasi dan hebat di CAC akan dikumpulkan bersama anak-anak. "Mereka diminta berbagi pengalaman," katanya. "Lalu, pada tiga bulan pertama anak-anak akan dirangsang untuk bermimpi. Juga bagaimana mengembangkan dan mempertahankannya."

Meskipun punya impian, Karlina juga tetap merasa gelisah. "Nanti bagaimana kalau relawannya minim, donasinya turun."

Namun, buru-buru ia menyangkalnya sendiri. "Kegelisahan itu bukan hambatan," katanya. "Tapi rangsangan supaya kita semakin kreatif."


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    UNISI 104,5 FM

    UNISI 104,5 FM

    Unisi 104,5 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SWADESI ADHILOKA

    SWADESI ADHILOKA

    Handayani FM


    GCD 98,6 FM

    GCD 98,6 FM

    Radio GCD 98,6 FM


    MBS 92,7 FM

    MBS 92,7 FM

    MBS 92,7 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini