Sekaten merupakan sebuah kegiatan tahunan yang diselenggarakan Karaton Yogyakarta Hadiningrat. Awalnya, Sekaten bertujuan meng-Islam-kan masyarakat Jawa yang hidup di sekitar kraton saat pemerintahan Sri Sultan HB I. Saat itu rakyat masih memeluk kepercayaan animisme serta dinamisme. Penyelenggaraannya sendiri berlangsung sejak abad ke -16 dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sekaten sendiri, dilaksanakan di bulan Maulud yaitu bulan ke tiga dalam tahun Jawa. Bulan tersebut mensimbolkan kegembiraan serta penghormatan kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Upacara Sekaten itu terdiri atas beberapa kegiatan. Pertama, sebar udik-udik, lalu Miyos Gongso. Kegiatan ini untuk membawa dua buah gamelan bernama Kyai Nagawila dan Kyai Guntur Madu ke Masjid Gede Kauman Yogyakarta. Keduanya hanya dibunyikan (ditabuh) saat acara puncak perayaan Sekaten. Penempatannya pun berbeda. Gamelan Kyai Nagawilaga di Pogangan Lor. Sedangkan gamelan Kyai Guntur Madu di Pagongan Kidul.
Lalu, Njejak Boto. Maknanya ialah perjalanan atau hijrah masyarakat menuju proses yang lebih baik. Kegiatan ini, dilakukan pemerintahan HB I sampai HB X.
Prosesi ketiga disebut Numplak Wajik. Prosesi ini dilaksanakan tiga hari sebelum Grebeg Maulud. Tujuannya ialah menolak bala atau kesialan, baik dalam rupa bencana atau wabah penyakit. Ada berbagai jenis empon-empon (bumbu dapur) yang digunakan. Salah satunya dlingo bengle. Bahan-bahan tersebut lalu dioleskan di sekitar wajik. Lalu sisanya dibagikan ke warga.
Sedangkan Kundur Gongso menjadi arak-arakan dua gamelan kraton yang dibawa kembali ke kraton. Sri Sultan HB X sendiri yang memimpin prosesi tersebut. Peristiwa itu juga menjadi lambang sang raja yang menemui rakyatnya.
Para abdi dalem yang bertugas membunyikan (menabuh) gamelan tersebut terlebih dahulu menjalani ritual tersendiri.Selain puasa, mereka juga wajib menyucikan diri. Mas Lurah Widyo Dimulyo, salah satu abdi dalem mengatakan pusaka (gamelan) ini merupakan laras pelog yang dibuat saat HB I. Untuk pemukulnya sendiri terbuat dari tanduk lembu atau kerbau. Tujuannya agar bunyi yang dihasilkan lebih nyaring.
Proses pembuatan gunungan membutuhkan waktu sampai 1 minggu. Sebelumnya, ada upacara selamatan untuk mendapatkan restu Tuhan.Editor : Albertus Indratno
ðŸ™
Kirim Komentar