April 2016 ini, Ki Ledjar Soebroto akan memboyong wayangnya ke Taiwan bersama cucu tercintanya Anton untuk mengisi workshop di negara yang beribukota di Taipei tersebut. Demikian informasi tersebut disampaikannya saat bertemu dengan Tim Gudegnet di galeri dan workshop Wayang Kancil "Ledjar" di kampung Sosrokusuman, Danurejan 1 Yogyakarta.
"Agenda besok april tersebut yakni mengisi bagaimana cara pentas wayang dan tata cara membuat wayang, negara tetangga malah banyak yang tertarik cara membuat wayang," katanya.
Bersama cucunya tersebut, ia akan melakukan perjalanan menuju Taipe meski sebenarnya kegiatan di luar negeri dan bertutur tentang wayang baginya cukup sering ia lakukan. Tak hanya itu, pentas tahunan di Belanda pun akan ia gelar dan rencananya akan berangkat pada bulan Mei 2016.
Sosok kelahiran Yogyakarta tahun 1938 tersebut kini juga sedang mengerjakan 1 buah proyek yang dipesan oleh Sanggar Gubung Wayang Yensen Project Mojokerto dengan tajuk Wayang Revolusi.
"Wayang ini dipesan oleh Yensen, jumlahnya ada 20 tokoh yang menceritakan perjuangan era Bung Karno," ujar kakek yang memiliki 3 anak tersebut.
Wayang Revolusi sendiri memang murni buatan Ki Ledjar yang diberi tanda dengan huruf aksara Jawa dengan tulisan Yensen Project & Ledjar Soebroto. Museum itu sendiri sebenarnya telah mengoleksi lebih dari 100 tokoh buatan tangan Ki Ledjar Soebroto.
"2 tahun yang lalu saya dikenalkan teman yang kemudian membawa Yensen ke workshop ini, Yensen lantas sering berkomunikasi dan memesan banyak wayang," ungkapnya.
Tak hanya soal pentas dan membuat wayang, dari relung hati Ki Ledjar sebenarnya ada satu ganjalan yang hingga kini bergelayut dipikirannya. Ia mengatakan bahwa saat ini pemahaman budaya adi luhung Jawa sangat rendah dan telah masuk dalam tanda kritis.
"Generasi muda saat ini banyak yang tidak paham dengan kesenian adi luhung bangsa khususnya ya yang dekat dengan kita kesenian Jawa, pemerintah wajib bertanggung jawab atas semua ini. Kurikulum seni wajib ada dalam pendidikan sehingga kedepannya akan tercetak generasi yang paham budaya," katanya.
Keseriusannya dibidang seni wayang pun hanya diikuti oleh 1 cucunya yang setiap saat menemaninya saat workshop diberbagai negara.
Sementara itu, anak ideologis Ki Ledjar yang bernama Joriah Anwar tak kalah berprestasinya. Kemarin, ia melaunching sebuah buku novel bertajuk A Cup of Java yang menginspirasinya membuat buku sebanyak 1000 eksemplar.
Menurut Joriah, buku ini terinspirasi akan pengalaman masa lalunya selama tinggai di Yogyakarta. "Saya sebenarnya merupakan kewarganegaraan Singapore yang sejak 1979 pulang pergi ke Jogja untuk bertemu Mbah Ledjar, dia seperti ayah angkat saya sendiri, dari buku ini saya seperti menulis sebuah diary yang sangat apik menceritakan cinta Dewi dan Arjun," katanya.
Kecintaan pengajar luar biasa di salah satu kampus di Singapore akan Kota Jogja membuatnya kerasan tinggal di Kota Gudeg ini. Setahun 3 kali ia pasti ke Jogja dan menghabiskan waktu dan saling tukar pikiran bersama Ki Ledjar.
"Saya punya Embah putri bernama Sarminah, dia asli Magelang tetapi waktu saya menelusuri kaitan keluarga semuanya sudah meninggal, sebagai rasa rindu saya sering bercengkrama dengan orang-orang sini," tutupnya ramah.
Kirim Komentar