Yogyakarta, www.gudeg.net - Gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival ke-11, siang ini (30/11) memutar film pendek Prenjak: In The Year of Monkey. Film pendek ini sukses menyabet penghargaan di ajang bergengsi Festival Film Cannes 2016. Film yang digarap oleh sineas muda asal Jogja, Wregas Bhanuteja ini sukses membuat penonton di Studio 3 Empire XXI Yogyakarta tercengang, tertawa, dan miris melihat kehidupan Diah.
Prenjak bercerita tentang seorang ibu muda bernama Diah (diperankan oleh Rosa Winenggar) yang harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama dengan anak laki-laki semata wayangnya. Kehidupan yang keras dan keperluan untuk melunasi rumah kontrakan memaksanya untuk menemui Jarwo (Yohanes Budyambara). Kepada Jarwo, Diah menawarinya untuk membeli sebatang korek api seharga Rp 10.000.
“Larang tenan, nggo opo nek nggon aku. Wegah aku ora iso (Mahal banget, memang buat apa ini. Aku enggak mau),” kata Jarwo dengan menggerutu.
Ternyata korek itu bukan sembarang korek api. Diah kemudian perlahan menaikkan roknya dan mencopot celana dalamnya di bawah meja. Diah menawarkan melihat kemaluannya di kolong meja dengan bantuan dari cahaya korek api dengan satu syarat.
"Tapi ra entuk didemok (tetapi tidak boleh dipegang)", ujar Diah dalam logat Jawa.
Empat batang korek api sudah habis dihidupkan oleh Jarwo untuk melihat dengan jelas kemaluan Diah. Demi bertahan hidup, Diah membuang rasa malunya untuk memperlihatkan organ intim pada lelaki yang bukan suaminya.
Begitulah sepotong cerita dari Prenjak. Dengan alur cerita yang sederhana dan bahasa Jawa yang alami, film ini dapat menyampaikan pesan kegetiran dari seorang ibu yang mencari uang dengan cara tak lazim agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam kesempatan tanya jawab, Wregas Bhanuteja menyampaikan bahwa ide dari film Prenjak sudah ada sejak 3 tahun silam sejak gurunya bercerita tentang kisah tersebut. Dari situ, Wregas bertekad untuk menuangkan imajinasi tentang gadis korek api itu ke dalam sebuah film. Mengenai sensor, Wregas menjelaskan bahwa tujuan dari film ini adalah untuk festival. Pada saat konferensi pers dengan Mendikbud lalu, pihaknya sudah menawarkan akan memutar film yang original atau yang sudah disensor. Namun, ternyata disetujui film yang original atau yang tidak disensor.
“Sampai sekarang, film yang ditayangkan sesuai dengan yang diputar di Festival Film Cannes,” tambahnya.
Melihat kesuksesan Prenjak, semoga semakin banyak sineas muda Indonesia yang termotivasi untuk membuat film yang dapat menembus festival internasional.
Kirim Komentar