www.gudeg.net, Yogyakarta - Jodang (wadah berbentuk kotak) ini awalnya sepintas dilihat seperti sebuah peti. Terlihat jadul dan ngeri kalau hanya dilihat dalam sekejap mata. Namun, apasih yang berada di dalam kotakan ini, Tim Gudegnet penasaran dan mengintip apa yang ada di dalam kotakan tersebut. Secara umum, jodang merupakan wadah panjang yang dipakai untuk menaruh penganan, barang-barang pinangan, dan sebagainya, biasanya diangkat dengan dipikul oleh dua orang. Meski bentuknya agak spooky, namun setelah dilihat isinya cukup bikin kaget.
Menurut Hadi, Kepala Dusun setempat, jodang berisi sejumlah makanan sedap yang biasanya digunakan sebagai syarat untuk acara sadranan. "Ada banyak, seperti tumpeng, kolak, apem, ingkung, tape ketan, aneka sayuran dan masih banyak lagi," katanya.
Hidangan tersebut dimakan bersama dengan warga saat acara sadranan berakhir. Puluhan jodang tersebut ini awalnya berasal dari sumbangan dan gotong royong warga yang turut serta dalam kegiatan tersebut. "Ini dibuat oleh warga dusun mas, jadi nanti setelah selesai doa, nanti bisa dimakan secara bersama-sama," jelas seorang warga.
Saat Tim Gudegnet bertanya mengenai makna makanan yang ada di dalam jodang tersebut Hadi menyebut seperti Kolak bermakna tolak bala, Tumpeng sebagai lambang untuk tumindak lempeng (berjalan di trek yang benar) dan apem berasal dari kata afwam atau afuan yang berarti permintaan maaf. Kita sebagai manusia diharapkan selalu bisa memberi maaf atau memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain.
Secara umum, Sadranan yang biasanya dilakukan di pemakaman ini harus dipindah di area pasar karena masyarakat di dusun Saren memiliki 3 makam leluhur yang tempatnya sempit. Dukuh Hadi mengaku bahwa untuk mengumpulkan masyarakat yang jumlahnya ratusan itu harus di sebuah tempat yang luas dan lega. "Sebenarnya Sadranan di pasar ini sudah ada semenjak jaman nenek moyang kami. Sebelum kemerdekaan pun sudah diadakan di tempat ini," katanya.
Tiga makam leluhur yang dimaksud Hadi diantaranya adalah makam Kiyai & Nyai Singodongso (dari Majapahit), Kiyai Pandansari dan Kiyai Satar. "Mereka inilah yang awalnya membangun dusun tersebut," katanya.
Kirim Komentar