Gudeg.net- Suara rentetan senjata dan ledakan bom pasukan Belanda terdengar ketika terjadi penyerangan terhadap puluhan warga Yogyakarta yang sedang beraktifitas dipersimpangan besar di Kawasan Titik Nol Yogyakarta.
Seluruh warga berhamburan terpecah belah berlarian ke segala penjuru namun dibawah Pimpinan Letkol Soeharto Kota Yogyakarta dapat dikuasai kembali oleh para pejuang dan masyarakat.
Itulah sebuah penggalan fragmen kisah perjuangan Serangan Umum Satu Maret (SU 1 Maret) 1949 yang ditampilan oleh Komunitas Djokjakarta 1945 yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DIY didepan Monumen Serangan Umum Satu Maret Yogyakarta, Minggu (2//3)kemarin.
Kepala Dinas Kebudayan DIY Aris Eko Nugroho mengatakan bahwa Serangan Umum Satu Maret merupakan sejarah bagi rakyat Yogyakarta pada masa penjajahan kolonial Belanda.
“Serangan ini menjadi sejarah besar oleh karena itu kami selaku Pemerintah Daerah sudah mengusulkan agar peristiwa bersejarah bagi Yogyakarta ini dapat dijadikan Hari Besar Nasional Indonesia,” ujarnya.
Kami sudah mengajukan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Menkumham sejak tahun 2017 dan pada akhir tahun 2018 telah disetujui, tinggal hari pengesahannya saja, tambah dia.
Aksi teatrikal yang berdurasi sekitar satu jam tersebut diikuti oleh kurang lebih 300 peserta. Mereka mengenakan pakaian pejuang lengkap dengan berbagai atribut peperangan seperti senjata serta kendaraan perang. Teatrikal ini terbagi dari beberapa fragmen seperti penyerangan oleh Belanda, perintah perebutan kota kembali oleh Sri Sultan Hamengubuwono IX kepada Letkol Soeharto hingga penyerangan merebut kembali kota Yogyakarta oleh pasukan Tentara Republik Indonesia.
Ketua Umum Komunitas Djokjakarta 1945 Eko Isdianto mengungkapkan cerita teatrikal yang dibawakan dalam aksi ini benar adanya dan sesuai dengan cerita aslinya.
“Tidak ada yang kami tambah-tambahkan karena ini peristiwa sejarah, harus yang sebenar-benarnya terjadi dan tidak akan ada perdebatan diantara pelaku sejarah yang aslinya,” ungkapnya.
Aksi teatrikal peperangan SU 1 Maret biasanya dilangsungkan di dalam Benteng Vredeburg akan tetapi kali ini digelar di Perempatan Besar Titik Nol Kota Yogyakarta.
“Titik Nol inilah lokasi penyerangan SU 1 Maret yang sebenarnya terjadi dan untuk mengembalikan kejadian sesungguhnya, venue kami pindahkan kesini agar masyarakat bisa mengetahui sejarah Titik Nol Kota Yogyakarta ini juga,” papar Eko saat diwawancara.
Kirim Komentar