Gudeg.net—Nyadran atau ruwah Syakban adalah adat istiadat masyarakat di Di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang umum dilakukan menjelang Idulfitri. Biasanya sadran agung yang dilakukan oleh masyarakat desa diakhiri dengan kenduri warga. Tak terkecuali di desa Rajeg Wetan.
Desa ini terletak di tak jauh ke sebelah barat Ringroad Siliwangi, di wilayah Tirtoadi, Sleman. Desa ini memiliki nama populer berupa singkatan yang cukup mengena. Mereka menyebut desa mereka Dewi Rawe.
Nyadran agung di desa wisata budaya ini dilakukan dengan serius, sangat mengakar pada budaya, dan cukup kolosal, dilihat dari sisi keterlibatan warga. Agenda ini dilaksanakan 3 Mei 2019.
Empat gunungan hasil bumi, ikon desa “Dewi Rawe”, dan dua ogoh-ogoh perempuan dan laki-laki berukuran besar dikirab keliling desa bersama runtutan iring-iringan yang banyak.
“Gunungan Dewi Rawe ada rebungnya. Baik di pucuk atau bukan, sayur rebung, bakpia rebung. Karena kuliner yang cukup khas dari desa ini rebung,” ungkap Widiarto, Kepala Dukuh di Rajek Wetan saat diwawancara di sela-sela acara (3/5).
Suasana saat itu sangat semarak dan hidup oleh hiruk pikuk warga yang mengikuti kirab dan yang menonton. Semua sama gembiranya. Tua muda, dari usia Tk hingga lansia nampak larut dalam perayaan budaya ini.
Bermula dari pondokan, dilepas oleh sambutan berbahasa Jawa, iring-iringan didahului oleh dua penunggang kuda. Penunggang kuda ini diikuti oleh iring-iringan pembaca macapat yang melagukan serat dengan indah. Mereka ditemani dengan asap wangi dan taburan bunga.
Di belakangnya diikuti oleh iring-iringan gunungan pertama, dan gunungan-gunungan berikutnya. Iring-iringan paling belakang adalah satu pasang ogoh-ogoh. Di tengah-tengah kirab, iring-iringan delman bergabung mengikuti kirab.
Ogoh-ogoh dibawa oleh sekelompok pemuda berlepotan cat hitam, hijau, dan anak-anak bertopeng dan berguling. Sebagian tertutup pasir dan tanah karenanya. Tidak hanya iring-iringan warga, kita juga dapat menyaksikan iring-iringan pasukan baris-berbaris.
Jalan yang ditempuh cukup panjang dan sedikit berkontur. Jalannya naik turun, alias berbukit dan menukik. Namun turut hadir di situ dan ikut larut dalam euforia, perjalanan tersebut tidak terasa melelahkan.
Kirab bermuara di wana desa yang dibangun oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman pada tahun 2015. Tak disangka desa ini memiliki ruang terbuka hijau yang cukup luas di tengah-tengah desa. Bahkan dilengkapi dengan berbagai permainan fisik untuk anak.
Setelah sambutan dan doa dari Sekdes, Camat, dan Dinas Budaya DIY, dan perwakilan pemkan Sleman, waktunya rayahan. Rayahan ini adalah waktu di mana warga berebut isi gunungan.
Empat gunungan tersebut habis dalam waktu yang cukup singkat. Isi gunungan memang dipercaya membawa berkah bagi yang mendapatkan.
Di antara warga bahkan terlihat Heru Gundul, pembawa acara petualangan di salah satu TV swasta di Indonesia.
“Saya ikut rayahan selain merayakan tradisi adat budaya Jawa, juga karena seru ikut berebut dengan warga,” ujar pria yang sudah lama tinggal di Jogja ini. Ia mendapatkan ayam ingkung, hampir utuh.
Desa ini memang ditasbihkan sebagai desa wisata budaya. Disebut desa wisata budaya karena mereka ingin wisata di desa ini berakar pada kebudayaan dan seni. Mereka tidak ingin mengubah wajah desa dengan membangun wahana untuk menghibur pengunjung.
Kirim Komentar