Gudeg.net—Menampilkan beragam seniman dengan beragam media dan lintas disiplin, in-co pro menggelar pameran bersama—dan berseri—yang diberi tajuk “A Series of Mini Exhibition” di Helutrans (Eks Gedung Patung) Kompleks Jogja National Museum, 15 Juli-31 Agustus 2019.
Dalam putaran pertama ini (15-30 Juli 2019), pameran ini ‘mengadu’ enam seniman dalam satu ruang; Oscar Artunes, Ngakan Putu Agus Arta Wijaya (NPAAW), dan seniman asuhan Tirana Art Management; Buntari Ceramics, Arif Hanung T, Rizal Hasan, dan Saiful Bachri.
Gaya yang sangat berbeda antar seniman, dan bahkan cenderung bertolak belakang, membuat pameran ini sangat menarik untuk diikuti.
Memasuki galeri, kita akan disambut oleh karya Oscar Artunes. Pelukis yang juga seorang musisi ini membawa kita pada dunia surealis dengan respon-responnya terhadap peristiwa.
Oscar Artunes
“Saya banyak merespon kejadian-kejadian dan pengalaman yang bisa dibilang meafisika,” ungkap Oscar Artunes saat pembukaan berlangsung (15/7).
Peristiwa yang dimaksud adalah peristiwa sosial di luar sana, seperti kejadian buaya memakan korban lalu seluruh buaya dibunuh oleh masyarakat. Juga peristiwa yang dialaminya, seperti ‘pertemuannya’ dengan hewan paus.
Pengaruh seni musik dan kecintaannya terhadap hewan sangat terlihat di banyak karyanya yang kerap menampilkan antropomorfisme dan Effe/F-Holes dari alat musik gesek (cello/biola).
Lukisan-lukisan cat airnya lebih sering terlihat menggunakan cat berwarna indigo dan monokrom. Sifat cat air yang susah dikendalikan dan fluid sangat cocok dipakai untuk menggambarkan situasi, yang menurut Tunes pengalaman di luar tubuh.
Beranjak ke atas, kita akan bertemu dengan karya Rizal Hasan dengan karya berjudul “Past and Recent Stories”. Karyanya merupakan kolase objek-objek simbolis yang mevisualkan kejadian personal.
Ia sedang bercerita mengenai kejadian empiris yang pernah dialaminya, di masa kecil maupun kejadian baru. Simbol-simbol yang ia gunakan bisa jadi suatu metafora ataupun intepretasinya akan suatu kejadian.
Dengan warna-warna yang mencolok dan ceria, ada suatu kualitas yang terasa child-like dan pop. Salah satu simbol yang ia pilih adalah daging. Ia memilihnya sebagai reperesentasi memori masa kecil tentang keluarganya yang berdagang daging.
Berdampingan dengan Rizal Hasan, kita akan menemukan karya Saiful Bachri. Ketertarikannya terhadap lebah diwujudkan dalam karyanya, “Kisah Lebah”.
Pria lulusan FISIPOL UGM ini mendeskripsikan ketertarikannya terhadap lebah dengan detil dan gamblang. Ia tersentuh oleh lebah sejak beberapa tahun lalu saat ia membaca cerita lebah dan menemukan fenomena CCD (Colony Collapse Disorder).
Dengan karya drawing ia menggambarkan dengan detil dan realis anatomi lebah madu di Indonesia dan beberapa dari luar negeri.
Karya berikutnya adalah milik Buntari Keramik. Kelompok kolektif seniman kriya ini menampilkan karya yang menggunakan tanah liat dari Bayat.
Tanah liat dari Bayat ini dikenal memiliki kualitas yang sangat baik juga memiliki karakteristik yang sangat khas dan memliki warna indah. Mereka memilin simbolisme pohon yang dibuat dalam kolase piring-priring kecil.
Arif Hanung T pertama kali bersinggungan dengan cat akrilik di tahun 2008-2009. Gaya lukisnya sangat agraris, dengan penggambaran gunung dan lanskap di sekitarnya.
Pria yang kerap disapa Hanung ini memiliki latar fotografi dan juga aktif dalam dunia seni pertunjukan. Karya-karyanya sangat terinspirasi dari pekerjaan yang pernah ia tekuni, matte painting (teknik layering) di dunia perfilman.
Terakhir kita akan menemukan karya Ngakan Putu Agus Arta Wijaya, yang dipanggil NPAAW. Menggabungkan gambar dan teknik paper cutting yang mengambang, membuat karyanya memiliki kedalaman dimensional.
Beranjak dari karya-karya sebelumnya yang maximalist, ia mencoba menantang dirinya dengan karya yang berbeda.
Minimalis dan bersih. Ia berusaha mengurangi distraksi dari biasanya proses berkaryanya. Ruang semu tercipta dari perpaduan bidang dan objek yang menciptakan ilusi visual yang disebut sebagai sudut pandang atau perspektif.
Seniman asal Bali ini memilih menetap di Yogya karena menurutnya, cuaca seni di Jogja lebih kondusif untuk seniman baru. Banyaknya ruang dan agenda memberikan ruang yang cukup untuk seniman muda untuk mendapat exposure.
Putaran dua akan dimulai tanggal 1 Agustus 2019, sedangkan putaran 3 tanggal 17 Agustus 2019. Pameran bertempat di Helutrans Kompleks JNM, Jalan Ki Amri Yahya No.1, Gampingan Wirobrajan.
Kirim Komentar