Seni & Budaya

Menelusuri Kiprah Tjamboek Berdoeri, Jurnalis Tionghoa Zaman Pergerakan Kemerdekaan

Oleh : Rahman / Selasa, 28 Januari 2020 22:08
Menelusuri Kiprah Tjamboek Berdoeri, Jurnalis Tionghoa Zaman Pergerakan Kemerdekaan
Penyunting buku karya Tjamboek Berdoeri Arief W Djati (kiri) saat bincang buku di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), Selasa (28/1)Gudeg.net/Rahman

Gudeg.net- Tjamboek Berdoeri adalah nama pena atau nama samaran dari seorang penulis keturunan Tionghoa bernama Kwee Thiam Tjing asal Jawa Timur.

Kwee merupakan seorang jurnalis yang sering mengisi karya tulisannya pada sejumlah surat kabar di Surabaya seperti surat kabar orang Tionghoa Sin Tit Po, Soera Poebliek, Pewarta Soerabaia, dan Pewarta Djember.

Sedangkan Kwee sendiri merupakan salah satu redaktur dari sebuah media bernama Pewarta Djember yang cukup terkenal pada saat itu, zaman pergerakan kemerdekaan.

Penyunting buku karya Tjamboek Berdoeri Arief W Djati mengatakan, tulisan Kwee banyak menceritakan tentang pergolakan saat zaman Hindia Belanda, peralihan Jepang hingga perang kemerdekaan.

“Tjamboek Berdoeri, banyak menuliskan tentang pengalaman pribadi, penagalaman teman hingga pengalaman dari orang sekitar rumah ia tinggal, di mana saat itu merupakan masa yang sangat sulit,” ujar Arief W Djati.

Arief menjelaskan, Kwee juga satu-satunya penulis yang menceritakan dengan gamblang tentang peristiwa, suasana dan kondisi masyarakat Indonesia yang hidup di masa itu. Salah satu bukunya ialah Indonesia Dalem Api dan Bara.

“Buku tersebut sempat di terbitkan pada tahun 1947, namun karena tentara Belanda tidak menyukainya alhasil nama identitas penulis dan penerbitnya harus ditiadakan,” jelasnya.

Isi dari buku fenomenal tersebut menceritakan berbagai peristiwa yang dialami langsung oleh Kwee dari tahun 1941 hingga 1947, di mana Belanda sedang mengusai Kota Malang Jawa Timur.

Peniadaan nama penulis dan penerbit dimaksudkan untuk melindungi bila buku tersebut mendapat sensor dari tentara Belanda yang akan berdampak pada pembredelan.

Buku yang menggunakan gaya bahasa Melayu Tionghoa Pasaran ini adalah satu-satunya buku yang Kwee buat sebelum wafat.

Arief menambahkan selai buku itu, Kwee juga sempat membuat buku dengan judul Menjadi Tjamboek Berdoeri. Buku ini dapat diartikan sebagai kelanjutan” Indonesia dalem Api dan Bara.

“Di buku kedua ini, pembaca akan secara lebih terbuka mengetahui dinamika yang berlangsung di dalam zaman-zaman genting Indonesia mengenai kehidupan sosial politik dari zaman kolonial hingga awal kemerdekaan,” tambahnya.

Buku Menjadi Tjamboek Berdoeri merupakan kumpulan tulisan Kwee yang pernah dimuat di Majalah Indonesia Raya pada tahun 1971-1973.

“Mochtar Lubis sempat ingin membuat tulisan-tulisan tersebut menjadi buku namun Majalah Indonesia Raya keburu dibredel. Maka kami harus mengumpukan kembali satu persatu tulisan-tulisan itu dan kami terbitkan menjadi buku cerita serial tunggal,” tutur Arief.

Menurut Areif, setelah menyunting buku karya Tjamboek Berdoeri dapat disimpukan, gaya penulisannya sangat orisinil dan berbeda dengan para penulis saat ini.

“Kwee lebih cenderung menggunakan bahasa lugas atau bertutur apa adanya tentang pengalaman pribadinya dan pergolakan batin saat masa-masa peralihan kemerdekaan waktu itu,” tuturnya.

Dalam proses menyuntingan Arief W Djati dibantu oleh Ben Anderson dan penerbit  Komunitas Bambu pada tahun 2000an.

“Untuk saat ini kedua buku tersebut sudah sulit untuk didapat di toko buku namun masih ada beberapa yang menjualnya denagn cara media online,” tutup Arief.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini