Gudeg.net- Kampung Ketandan sebagai salah satu lokasi Pecinan (tempat warga etnis Tionghoa) yang terletak di Kota Yogyakarta banyak menyimpan cerita.
Salah satunya adalah keberadaan pabrik Mie Ketandan, satu-satunya tempat pembuatan mie yang cukup legendaris dan berada di jantung Kota Yogyakarta
Hari menjelang siang kira-kira pukul 08.30 WIB ketika Tim GudegNet mendatangi Pabrik Mie Ketandan yang sudah berumur puluhan tahun ini.
Asep Kamil salah satu Pemilik Mie Ketandan terlihat sibuk menimbang dan memasukan mie ke dalam plastik yang sudah disiapkan pada meja panjang di pintu masuk pabrik.
“Yah...kalau pagi seperti ini setiap harinya mas. Kami semua sibuk, baik para pekerja hingga saya sebagai pemilik juga turun tangan langsung melayani para pelanggan kami,” ujar Asep Kamil di sela-sela aktifitasnya, Rabu (12/2).
Setelah melayani para pelanggannya Kamil mulai bercerita tentang asal muasal pabrik mie miliknya ini.
Kamil menjelaskan, pabrik ini merupakan usaha turun temurun keluarganya yang keseluruhannya adalah etnis Tionghoa asli Yogyakarta. Mulai beroperasi sejak tahun 1930 dimana sang ayahlah yang mulai merintis usaha mie pabrik rumahan ini.
“Saya adalah generasi ketiga, dulu ayah saya adalah penjual mie godok keliling, dan mie nya buat sendiri disini. Berjalannya waktu, pada tahun 1950 ayah saya mulai berhenti dan hanya memproduksi mie saja,” jelasnya.
Dalam setiap hari pabrik ini memproduksi sekitar 6-7 kunital mie basah yang terbagi atas mie basah telur dan mie basah biasa.
Yang membedakan kedua mie tersebut hanya pada penggunaan telur sebagai bahan dasar setelah diolah dengan tepung terigu.
Mie sebanyak itu hanya dipersiapkan untuk puluhan pelanggan harian saja dan kebanyakan para penjual mie godok atau pedagang mie di pasar tradisional.
“Ada juga pelanggan dari pejual mie yang cukup besar namun kami hanya buat sesuai pesanan saja, tidak kurang dan tidak lebih. Kami tidak menyetok, karena mie kami tidak menggunakan bahan pengawet jadi akan bau kalau lebih dari sehari,” tutur pria berkacamata itu.
Bahan untuk membuat mie di pabriik ini menggunakan bahan yang cukup berkualitas mulai dari tepung terigu, telur, soda abu hingga minyak pengental mie.
Minyak pengental yang dipakai adalah minyak kentang yang secara khusus dipesan dari luar Yogyakarta. Walaupun hanya pabrik rumahan dan cukup sederhana namun mereka tetap menjaga kualitas.
“Kami tidak mau pelanggan kecewa karenanya kami selalu sediakan mie yang berkualitas. Walau kemasan yang kami jual hanya dalam kantong kresek namun para pelanggan tidak pernah ada yang kecewa,” tutur Kamil.
Mie yang dijual di pabrik ini dihitung dalam kilo, sekilo mie dijual dengan harga berkisar antar Rp.11.500-Rp. 12.500 per kilonya.
Kamil memang tidak mengambil keuntungan banyak pada penjualan tiap kilonya, ia beralasan karena para pelanggannya adalah penjual mie juga.
“Mereka kan buat dijual lagi, jadi kalau harga tinggi, kasian mereka mau jual berapa nanti dipasar atau dilapaknya. Penjualan kami hanya menyesuaikan saja,maksimal untung hanya Rp.1.000 per kilo,” ungkap Agus Mulyono, adik Asep Kamil sambil membungkus mie ke dalam plastik.
Produksi mie yang tergolong semi modern ini memiliki 6 pekerja dan kebanyakan merupakan para petani dari sejumlah daerah di Yogyakarta.
“Mereka sudah tahunan kerja paruh waktu disini, disaat musim tanam padi mereka semua di kampung dan bIla sudah panen baru kerja disini,” ungkap Agus.
Agus mengatakan, penjualan yang cukup ramai adalah menjelang Idul Fitri dan Tahun Baru, disaat itu bisa sampai dua kali lipat.
“Biasanya liburan Lebaran dan Tahun Baru para bakul atau penjual mie pasti diserbu para wisatawan dan disaat itu kami bisa menyiapkan dua kali lipat dari produksi biasanya,” ujarnya.
Asep Kamil dan Agus Mulyono belum memikirkan untuk membuka cabang lain di Yogyakarta, mereka beralasan karena tidak ada lokasi yang memadai.
“Banyak yang harus dipersiapkan kalau buka cabang, dari lokasi, bak pembuangan sisa produksi hingga jalur pendistribusian, harus benar-benar siapkan. Jadi ya untuk saat ini hanya di Kampung Ketandan ini saja dulu,” tutup Agus Kamil.
Kirim Komentar