Gudeg.net- Prasasti Geger Sepoy, banyak orang yang tidak mengetahui apakah prasasti itu atau dimanakah letak dari prasasti tersebut?
Prasasti Geger Sepoy atau Geger Spei (Sepehi) merupakan sebuah monumen sejarah bukti dari serangan tentara Inggris ke Yogyakarta pada tahun 1812. Terletak di Pojok Beteng Lor Wetan Geger Jalan Kenekan Wijilan Gondomanan Yogyakarta.
Berdasarkan situs resmi Kraton Yogyakarta Hadiningrat (www.kratonjogja.id) tertulis, semua berawal dari masuknya Revolusi Prancis era Napoleon Bonaparte ke Yogyakarta tahun 1808-1812. Pada rentang tahun itu juga Perancis dan Kerajaan Belanda sedang menghadapi Inggris.
Napoleon Bonaparte sebagai pimpinan tentara Perancis mencari seorang yang dapat dipercaya untuk memimpin daerah Jawa dan terpilihlah Herman William Daendels. Tujuannya agar Pulau Jawa tidak jatuh ke dalam kekuasaan Inggris.
Dalam kepemimpinannya, Daendels mengeluarkan kebijakan yang sangat merugikan rakyat Jawa. Mulai dari perampasan hak tanah hingga berubahnya status para pemillik tanah menjadi buruh tani.
Melihat situasi itu Sri Sultan Hamengkubuwono II tidak tinggal diam, ia menentang seluruh kebijakan Daendles yang merugikan rakyat.
Dampak dari penentangan tersebut Daendels mengirim pasukan besar ke Yogyakarta untuk menekan Sri Sultan HB II agar menyerahkan tangkup pimpinan pada Putra Mahkota.
Pada bulan Agustus 1811 Inggris menyerbu Batavia. Jawa akhirnya jatuh ke tangan Inggris dan mengakibatkan Jawa menjadi bagian dari koloni Inggris yang berpusat di Kalkuta India.
Gubernur Jendral Inggris di Kalkuta, Lord Minto, kemudian menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di Jawa.
Masuknya Raffles ke Jawa dimanfaatkan oleh Sri Sulan HB II untuk mengambil alih kembali kekuasaan atas kerajaan.
Pemerintahan Raffles tidak jauh berbeda dengan Daendels dan akhirnya terjadi pertentangan dengan Sultan. Berbagai cara diplomasi tidak dapat meredam konflik dan akhirnya peperangan tidak dapat terelakan.
Raffles memerintahkan Colonel Robert Rollo Gillespie menyerang Yogyakarta. Tembakan meriam terdengar dari arah Keraton Yogyakarta menandakan perlawanan.
Saksi Peperangan Prajurit Inggris Mayor William Thorn mengatakan, benteng-benteng yang mengelilingi Kraton Yogyakarta ibarat benteng tinggi pertahanan yang kokoh.
Di kelilingi parit yang lebar, jembatan yang dapat diangkat hingga sejumlah barisan meriam yang siap di depan pintu Kraton Yogyakarta.
Kala itu tentara Kraton berjumlah 17.000 dan ratusan warga bersenjata tersebar di kampung-kampung, mempertahankan wilayah Yogyakarta.
Suasana sempat kembali normal, akan tetapi pada 20 Juni 1812 Inggris kembali menyerang kota dan mengarah ke Alun-alun Utara, tepat ke arah pintu masuk keraton.
Pada pukul 5 pagi, pasukan Inggris yang terdiri dari tentara Eropa dan pasukan Sepoy (India), dibantu pasukan dari Legiun Mangkunegaran menyerang Keraton Yogyakarta.
Pasukan Inggris mengarahkan serangannya ke arah Timur Laut (Lor Wetan) Benteng Yogyakarta karena lokasi tersebut tidak terlalu kuat dalam pertahanan.
Benteng Lor Wetan pun jatuh ke tangan pasukan Inggris, disusul dengan Plengkung Nirbaya. Mulailah tentara Inggris bersama Eropa dan Sepoy (India) menyerbu dengan meriam ke arah Kraton hingga memasukI Pelataran Bangsal Srimanganti.
Sultan HB II menyerah dan Yogyakarta mengalami kerugian yang cukup besar diantaranya kekayaan materi dan kekayaan intelektual yang dijarah dan dibawa ke Inggris.
Ribuan naskah dari perpustakaan Kraton dijarah. Raffles memanfaatkan pengetahuan dan wawasan Pangeran Natakusuma di bidang sastra untuk memilah dan menginventarisasi ratusan naskah tersebut sebelum dibawa ke Inggris.
Geger Sepoy atau Sepehi tidak hanya sejarah kelam kekalahan yang meruntuhkan kewibawaan, namun juga menjadi tonggak lahirnya tata dunia baru di tanah Mataram yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Prasasti Geger Sepehi yang terletak di lokasi revitalsiasi dan rekonstruksi Pojok Beteng Lor Wetan Geger Gondomanan rencananaya akan tetap dipertahankan.
“Monumen itu merupakan bukti sejarah dari perjuangan rakyat Jawa Mataram tempo dulu, jadi akan tetap dipertahankan,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Aris Eko Nugroho beberapa waktu lalu.
Kirim Komentar