Gudeg.net- Cerutu? Pasti yang terlintas pada benak kita adalah buatan negara Kuba, namun ternyata di Yogyakarta ada pabrik cerutu yang telah berdiri selama 102 tahun.
Perusahaan Daerah (PD) Taru Martani merupakan pabrik cerutu tertua di Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 1918 dan masih berproduksi hingga saat ini.
“Pabrik Taru Martani ini sudah ada sejak jaman Belanda, namun sejak Indonesia merdeka tahun 1945 maka diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia,” ujar Slamet, Kepala Akuntansi Keuangan PD Taru Martani, Rabu (26/8).
Pabrik cerutu PD Taru Martani pada awalnya merupakan pabrik milik Belanda dengan nama NV Ngresco dan terletak di daerah Bulu Jalan Magelang, Yogyakarta.
Slamet menjelaskan, setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, Pemerintah Indonesia melalui Keraton Yogyakarta mengambil alih NV Ngresco. Nama pabrikpun diubah menjadi PD Taru Martani dan lokasi dipindah ke Jl. Kompol Bambang Suprapto No.2A, Baciro, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
“Karena Indonesia merdeka, tahun 1945 seluruh aset pabrik diambil alih oleh Keraton Yogyakarta yang saat itu dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan lokasi dipindah ke sini,” jelasnya.
Arti dari kata Taru Martani adalah ‘Daun yang Menghidupi’. Kata tersebut diambil dari filosofi tembakau yang merupakan bahan dasar dari pembuatan cerutu.
Saat ini Taru Martani merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam sehari PD Taru Martani dapat menghasilkan sekitar 35.000-40.000 batang yang berasal dari tujuh mesin produksi.
Selain dengan mesin, Taru Martani juga memproduksi cerutu dengan tenaga manusia, mempekerjakan sekitar 270 tenaga kerja dan menghasilkan sekitar 300-500 batang cerutu.
Pabrik yang cukup luas ini menghasilkan dua macam olahan tembakau yaitu cerutu dan tembakau iris (TIS) atau yang akbrab disebut tembakau bahan lintingan (tingwe).
Produk cerutu yang dihasilkan oleh Taru Martani di antaranya Adipati Corona, Adipati Half Corona, Adipati Super Corona, Robusto, dan lainnya. Sedangkan produk TIS terdiri dari beberapa merek seperti Country, 18, Violin, Virgin dan lainnya.
Hingga saat ini pabrik cerutu Taru Martani hanya memanfaatkan tembakau jenis lokal saja seperti tembaku Jawa Tengah, Jawa Timur serta Nusa Tenggara.
“Kami hanya memproduksi cerutu dengan bahan tembakau lokal saja, alasannya agar tidak menghilangkan citra rasa Indonesianya. Tembakau Indonesia banyak sekali yang cocok untuk dijadikan cerutu seperti tembakau Temanggung, cukup baik,” ungkap Slamet.
Cerutu Taru Martani hingga saat ini telah menembus pasar Internasional seperti negara di Eropa, Amerika, seperti Swiss dan Jerman serta pangsa Asia.
"Paling banyak ekspornya ke Amerika karena di sana kita memiliki tempat pemasaran atau reseller sendiri. Jadi cerutu kita dapat dikatakan lebih dinikmati oleh orang-orang luar sana (negara lain),” tutur Slamet.
Kini Taru Martani telah menjadi menjadi salah satu Cagar Budaya Yogyakarta dengan mempertahankan arsitektur gaya Belanda yang sangat kental. Terdiri dari dua blok besar, blok produksi dan administrasi seperti koperasi dan lainnya.
“Tidak ada yang bisa kita rubah karena saat ini jadi Cagar Budaya, ciri khas lorong-lorong dan jendela serta pintu-pintu besar justru mempercantik Taru Martani,” kata Slamet.
Sedangkan pada bagian depan saat ini juga terdapat tempat nongkrong atau warung kopi yang diberinama sama dengan nama pabrik yaitu kafe Taru Martani, yang menyajikan beragam makanan dan minuman berupa kopi dan racikan lainnya.
Maaf min.apa bs beli produk langsung ke pabrik
Saya tertarik dg produk taru martani,ingin mencoba beli order lgs kepabrik
Kirim Komentar