Gudeg.net—Festival 7 Candi di hari ketujuh menampilkan Candi Banyunibo dengan lakon kisah Dewi Hariti. Candi Buddha abad ke-9 tersebut memiliki relief yang menggambarkan cerita mengenai dewi kesuburan dan pelindung anak tersebut.
Cerita Dewi Hariti ini ditarikan oleh Padepokan Sekar Jagad, dari Mutihan, Madurejo, Kapanewon Prambanan. Dalam ajaran Hindu, juga mengenal Dewi Hariti. Namun, dalam ajaran Hindu Hariti dikenal dengan nama “Men Brayut”.
Sebelum dikenal sebagai dewi kesuburan dan pelindung anak, Hariti adalah seorang yaksa (setengah manusia, setengah dewa. Sering diasosiasikan dengan raksasa) yang gemar memakan anak-anak untuk menghidupi dirinya dan 500 (beberapa sumber mengatakan 1.000) anaknya.
Walaupun gemar memakan anak manusia, namun ia sangat menyayangi anak-anaknya. Warga desa di mana ia sering mencuri anak-anak, Rajagirha, mulai resah karena anak-anak di desa mereka terus menghilang.
Mereka lalu mengadu pada Buddha dan meminta perlindungan. Buddha lalu mengambil anak bungsu Hariti, Priyangkara, ke sisinya. Hariti sangat terkejut saat mengetahui anak kesayangannya tidak ada.
Putus asa dan sedih, ia meminta Buddha untuk mengembalikan Priyangkara. Hariti lalu menyadari apa yang ia lakukan selama ini salah karena membuat orang tua lain kehilangan anaknya.
Ia lalu bersumpah untuk mengikuti ajaran Buddha, terutama Dharma Ahimsa (pantang melakukan pembunuhan terhadap makhluk hidup). Sejak saat itu pun ia menjadi simbol kesuburan dan pelindung anak-anak.
Festival 7 Candi yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan (Disbud) Sleman ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Apresiasi Seni dalam Festival Garis Imajiner.
Menurut kepala Disbud Sleman, Aji Wulantara, strategi pembangunan kebudayaan di Sleman berkiblat papat limo pancer. Salah satu arahnya adalah Sleman timur.
Menurutnya di Kapanewon Prambanan kita bisa melihat mengapa pembangunan kebudayaan Sleman timur terinspirasi oleh peningglaan masa lampau. Terdapat kurang lebih 10 candi di area ini.
Berbicara mengenai Candi Banyunibo, di mana kisah Dewi Hariti terukir, Aji mengatakan bahwa candi Buddha dari abad ke-9 ini merupakan salah satu bukti keragaman umat beragama sudah ada di Sleman khususnya.
“Ini lah yang sebenarnya kita ingin, menghadirkan identitas dan kekhasan Sleman,” ujar Aji dalam video rekaman pertunjukan daring Festival 7 Candi.
Ia juga menyampaikan bahwa simbol Sleman berbudaya bukan hanya dari melestarikan kebudayaan semata. Tetapi bagaimana kebudayaan bisa berinteraksi, mendorong, menggairahkan dinamika kehidupan masyarakat.
Diharapkan Festival 7 Candi ini dapat menggerakkan potensi yang ada di sekitar candi tersebut sehingga pelestarian, pengembangan, pembinaan, dan pemanfaatan budaya dapat terlaksana.
“Masyarakat di sekitar candi bisa kita berdayakan, bisa kita diajak bareng-bareng untuk merasa handarbeni terhadap peninggalan masa lampau yang luar biasa ini,” kata Aji lagi.
Festival 7 Candi diadakan sejak 18 Oktober 2020 lalu. Candi Banyunibo merupakan candi terakhir dalam festival ini. Siaran ulang dapat disaksikan di kanal Youtube resmi Dinas Kebudayaan Sleman.
Kirim Komentar