Gudeg.net—Meski di tengah pandemi, pameran Keris “Kebo Nirbaya” tak surut peminat. Pencinta keris dari berbagai daerah berkumpul dan berinteraksi di pameran yang diadakan oleh komunitas keris Lar Gangsir ini.
Dibuka oleh GBPH Yudhaningrat atau akrab dipanggil Gusti Yudha, pameran yang diadakan di Omah Dhuwung ini memamerkan hampir 80 buah keris dari berbagai era, dari zaman Padjajaran dan Majapahit sampai keris yang dibuat baru-baru ini.
Judul “Kebo Nirbaya” sendiri dipilih karena faktor kebetulan. “Kebo” adalah daphur atau tipe (bentuk/ciri) dari suatu keris. Bentuk keris dari suatu dapur bersifat pakem, tidak bisa diganti.
“Kita sengaja membuat pameran tipe kebo atau daphur kebo pada saat tahun baru Imlek walaupun sebenarnya tidak ada kaitan,” ujar Ichwan Noor, pemilik Omah Dhuwung sekaligus anggota Lar Gangsir saat berbincang dengan Gudegnet, Minggu (13/2).
‘Kebo’ dalam falsafah Jawa adalah manifestasi dari ‘kasantosan’ atau kekuatan/keteguhan. Sedangkan ‘nirbaya’ yang terdiri dari kata ‘nir’ yang berarti tiada atau luput, dan ‘baya’ yang berarti sesuatu yang bersifat membahayakan.
Jadi, ‘nirbaya’ dimaknai sebagai suatu keadaan terhindar dari sesuatu yang mencelakai. ‘Kebo Nirbaya’ adalah simbolisasi dari kesentosaan sehingga terhindar dari segala marabahaya.
Tidak hanya keris dari Jawa, keris dari berbagai daerah seperti Sumatra juga dapat kita temukan di sini. Ia menjelaskan bahwa pakem di Jawa dan Sumatra relatif sama. “ Entah mengembangkan sendiri atau mengambil dari Jawa belum kami telusuri,” kata pria yang juga adalah pematung ini.
Lar Gangsir sendiri adalah komunitas pencinta keris. Komunitas ini berisi 20 orang pencinta keris, mulai dari kolektor, pedagang, dan pehobi.
Omah Dhuwung yang berarti ‘rumah keris’ dibuat sebagai wadah untuk Lar Gangsir sebagai komunitas untuk membuat suatu acara. Acara yang biasa dilakukan adalah acara kebudayaan dan tradisi, terutama tradisi keris seperti jamasan.
Menurut Ichwan, belum ada tempat di Jogja seperti galeri atau museum yang cukup representatif untuk mewakili budaya keris Jogja yang begitu besar.
“Sehingga saya mencoba memfasilitasi mereka untuk bisa membuat aktivitas perkerisan di antara anggota-anggotanya,” cerita Ichwan lagi.
Pameran ini pun merupakan suatu upaya agar keris tetap relevan di masa modern dan tetap terdengar kiprahnya. Lar Gangsir berusaha agar bagaimana keris dapat bertahan sebagai suatu benda sejarah yang dihormati dan menjadi benda yang mentradisi.
Selain pameran, ada juga kegiatan yang disebut “Pasar Sasen”. Sesuai namanya, pasar ini hanya dilaksanakan sebulan sekali selama dua hari, Sabtu dan Minggu di pekan pertama.
Pameran “Kebo Nirbaya” dapat disaksikan di Omah Dhuwung, Desa Sembungan, RT.03/RW.21, Tanjung, Wukirsari, Cangkringan hingga tanggal 14 Maret 2021 dengan tetap menerapkan protokol pencegahan Covid-19.
Kirim Komentar