Gudeg.net - Museum Sonobudoyo menggelar pameran bertajuk "Upaboga: Ketika Makanan Bercerita" pada 6 November hingga 30 Desember 2021. Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Annual Museum Exhibition 2021, digelar bertepatan dengan ulang tahun ke-86 museum tersebut pada 6 November 2021.
Sony Saifuddin, Pamong Budaya Museum Sonobudoyo mengatakan, Upaboga diambil dar bahasa Jawa kuno yang artinya makanan dan minuman.
"Jadi segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan minuman kita coba angkat karena makanan itu adalah produk kebudayaan manusia yang paling tua," kata Sony kepada Gudegnet, Senin (8/11).
Pameran ini terbagi menjadi ruang-ruang. Memasuki ruang pertama, pengunjung disuguhi koleksi dokumentasi tentang makanan, dari masa pra sejarah sampai kolonial.
Di ruang ini antara lain terdapat alat-alat dari batu yang digunakan untuk memotong dan menguliti daging. Ada pula teko, piring, centong nasi perunggu yang diperkirakan berasal dari masa Mataram Kuno.
Di ruang yang lain, terdapat bermacam rempah seperti jahe, kunyit, laos, ketumbar, kayu manis, dan lain-lain. "Kalau di Eropa itu kurang lebih ada sekitar 20-an jenis bumbu, yang asli sana. Kalau di Nusantara itu ada 60-an lebih jenis bumbu. Dari 60-an jenis bumbu itulah yang menghasilkan cita rasa Nusantara yang mungkin masih kita nikmati sekarang, " kata Sony.
Pada ruang yang lain, ditampilkan pengolahan padi secara tradisional. Terdapat peralatan untuk memasak sepaerti pengaron, dandang, soblok. Ada pula lukisan yang menggambarkan suasana panen.
Sony menerangkan, zaman dulu ada tradisi yang sangat unik yang kini telah jarang ditemui. "Ketika ada orang panen biasanya ada pedagang kopi atau makanan yang datang ke situ. Dan orang yang panen, yang membeli kopinya, membayarnya pakai gabah," katanya.
Ruang lain, menampilkan makanan sebagai simbol, di mana terdapat dummy atau tiruan bermacam-macam tumpeng. Salah satu tumpeng unik adalah tumpeng berwarna biru yang bernama Tumpeng Kapuranta.
Menurut Sony, tumpeng yang antara lain dibuat dari bunga telang tersebut memiliki makna permintaan maaf. "Misalnya ada orang ulang tahun, dia introspeksi diri membuat tumpeng warnanya biru. Itu artinya dia minta maaf pada orang-orang kerabatnya. Tidak diungkapkan secara lisan, tapi sebagai simbol," katanya.
Tak kalah menarik, terdapat ruang yang berisi dummy kudapan-kudapan tradisional seperti kipo, kembang waru, songgo buwono, dan lain-lain. Ruangan ini menampilkan makanan dilihat dari segi ekonomi. Kudapan tersebut merupakan makanan-makanan yang diperjualbelikan.
Salah satu ruang merupakan menyuguhkan animasi video mapping. Animasi menampilkan proses pengolahan padi di sawah hingga menjadi tumpeng. Ruang ini menggunakan sensor gerak. Ketika ada pengunjung memasuki ruangan, animasi berdurasi lima menit akan secara otomatis diputar.
Sony mengatakan, pameran ini bertujuan mengapresiasi kekayaan khasanah kuliner di Nusantara. Di samping itu pameran juga bertujuan memberi edukasi kepada masyarakat, terutama makanan tradisional, terlebih kepada generasi muda agar mereka semakin mengenal, mencintai makanan tradisional dan segala hal yang berkaitan dengan makanan tersebut.
Pameran ini, lanjut Sony, juga digelar untuk mendukung program pemerintah Jalur Rempah. "Kekayaan rempah Indonesia itu luar biasa, kita harus sadari bahwa itu sangat penting, kita punya potensi, jangan sampai potensi tersia-sia," tuturnya.
Pameran ini dapat dikunjungi secara gratis, dengan mematuhi protokol kesehatan. Sebelum memasuki ruang pamer, pengujung dipersilakan memindai barcode melalui aplikasi Peduli Lindungi, dan harus sudah menerima vaksin minimal satu kali. "Anak-anak di bawah 12 tahun juga boleh masuk didampingi orang tua yang sudah vaksin," katanya.
Kirim Komentar