Gudeg.net – Kamis (8/9) pagi sebuah pesan masuk “Ini lagi nge-proof karya. Ukuran 6 cm x 6 cm dengan medium etsa di atas kertas uang.” beserta sebuah foto karya grafis dalam citraan warna merah muda.
Dalam foto tersebut disertakan pula master print karya atau dalam dunia seni grafis lebih dikenal dengan matrix berbahan logam dalam ukuran yang sama.
Pesan tersebut dikirimkan seniman grafis Reno Megy Setiawan yang dikenal dengan karya-karya grafis berukuran kecil dibawah 5 cm, bahkan beberapa karya series berukuran tidak lebih 2 cm x 2,5 cm.
“Salah satu karakter karya etsa adalah adanya tekstur-kontur pada karya tersebut. Ini salah satu ciri karya grafis dengan menggunakan teknik cetak dalam (intaglio) yang tidak bisa dipenuhi dengan teknik cetak konvensional lainnya,” papar Reno tentang proofing karya etsanya.
Detail karya ‘Selamat Pagi’ – etsa aquatin di atas kertas - 3,5 x 3,5 cm (dua buah) dan 5 x 3,5 cm (1 buah) – Reno Megy Setiawan – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Jika Anda mengamati uang kertas ataupun dokumen penting semisal paspor, dan saat meraba kertasnya Anda menemukan permukaan yang kasar itulah salah satu ciri dari hasil cetak dengan menggunakan teknik cetak dalam (intaglio).
Hingga saat ini kebutuhan pengamanan dalam pencetakan (security printing) untuk kertas-kertas dokumen penting belum bisa dipenuhi oleh teknologi cetak konvensional modern seperti cetak offset separasi (cetak datar) atau digital printing dan masih menggunakan teknik cetak dalam (intaglio). Beberapa teknik cetak dalam yang sering digunakan oleh seniman grafis/pegrafis diantaranya gravir, etsa, mezzo-tint, drypoint, aquatint.
Saat ini Reno sedang menyiapkan pesanan alat cetak manual (hand press) dari Pura Grup, sebuah perusahaan yang mengkhususkan pada produksi kertas berpengaman (security printing). Dengan standar tinggi yang diterapkan Pura Grup, hand press yang dibuat Reno setidaknya telah melewati satu tahapan penting dimana durabilitas dan presisi alat cetak manual sangat diperlukan dalam proses security printing.
Matrix karya ‘Selamat Pagi’ – etsa aquatin di atas logam - 3,5 x 3,5 cm (dua buah) dan 5 x 3,5 cm (1 buah) – Reno Megy Setiawan – 2022. (Foto : Reno)
Seniman-perupa Syahrizal Pahlevi memberikan gambaran seni grafis yang dikenal cukup bergantung dengan peralatan khusus pada satu sisi memunculkan keunikan tersendiri yang membuatnya berbeda dengan media seni rupa lainnya. Namun di sisi yang lain kerap membuat ragu dan putus asa mereka yang ingin berkarya namun minim fasilitas. Disinilah kreativitas dan semangat pegrafis diuji. Apakah ia akan menunda ide-idenya hingga fasilitas idealnya tercukupi yang entah sampai kapan, ataukah ia akan mencari dan mengusahakan sendiri dengan memanfaatkan hal-hal yang tersedia di dekatnya yang dapat mensubstitusi yang tidak tersedia.
Berangkat dari keterbatasan peralatan grafis yang ada di pasaran, Reno kerap bereksperimen membuat alat-alat khusus untuk memenuhi kebutuhan proses kreatifnya. Hingga saat ini Reno juga memproduksi dan mengembangkan alat-alat yang digunakan dalam seni grafis di RMS print studio miliknya diantaranya : etching drypoint pen, print engraving set, printya rocker mezzotint, steel baren, wood baren, relief Press, dan intaglio press.
Size doesn’t matter
Master print pada karya grafis cetak tinggi (wood engraving) dibuat Reno di atas potongan kayu dengan mencukil lapisan kayu menggunakan mata pisau yang dibuatnya sendiri. Ini menyiasati pisau cukil yang ada di pasaran bermata tunggal dengan profil yang beragam, Reno membuat mata pisau cukil tunggal maupun ganda (lebih dari satu mata pisau) dengan profil maupun jarak mata pisau yang dibuat menyesuaikan kebutuhan karyanya.
Begitupun dengan karya-karya cetak dalam (intaglio) dimana mata pena etching drypoint pen pun menjadi eksperimen Reno. Dari alat-alat yang dibuat sendiri itulah Reno membekukan objek-objek karyanya. Bisa ditebak, alat-alat yang digunakan sekaligus menjadi mata bagi dirinya yang langsung menggores, mencukil pada master print-nya.
“Pada karya-karta dengan teknik etsa-aquatint saya kerok lagi untuk menghasilkan gradasi kedalaman.” jelas Reno, Selasa (20/9) siang.
Dengan membuat sendiri peralatan untuk seni grafisnya itulah Reno bisa lebih leluasa mengeksplorasi objek-objek karyanya untuk kemudian dieksperimentasikan dengan peralatan yang dibuatnya sendiri.
Seorang pengunjung Jogja Gallery tengah mengamati karya silkscreen print ukuran kecil Reno Megy dengan menggunakan kaca pembesar. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Seni grafis dengan karakteristiknya yang tidak terhindarkan harus selalu berhubungan dengan teknis bisa didekati Reno dengan menciptakan alat-alat sesuai kebutuhan untuk menuangkan ide-konsepnya ke dalam karyanya.
Desember 2021 Reno mempresentasikan sebanyak 31 karya grafis cetak dalam (etsa-aquatint) serta 20 karya grafis cetak tinggi (wood engraving) yang masing-masing memiliki dimensi terpanjang tidak lebih dari 5 cm terpajang di ruang pamer Miracle art print-shop. Sementara ukuran terpendek karya adalah 2,5 cm.
Pada kesempatan lain, Juni 2022 sebanyak 20 karya grafis dalam medium cetak saring (silk screen print) di atas kertas berukuran masing-masing 3 cm x 3 cm dengan keseluruhan objek berupa binatang kucing dipresentasikan Reno pada acara Miracle at Jogja Gallery.
Dalam banyak hal, setiap karya punya tantangannya sendiri. Impresi kerap hadir dalam karya-karya berukuran kecil, meskipun untuk menikmati dan melihat detailnya tidak ada cara lain kecuali mendekat dalam jarak yang sangat dekat. Itupun masih memerlukan alat bantu kaca pembesar untuk bisa menangkap impresi setiap karya.
Gradasi warna monochrome hitam-putih yang muncul dari goresan mata pisau dalam karya cetak tinggi (wood engraving) Reno ataupun kedalaman master print yang menghasilkan warna lebih pekat pada karya cetak dalam (etsa-aquatint) selain bersumber dari pembacaan atas realitas juga berawal dari peralatan cetak yang dibuatnya sendiri. Di titik ini Reno menemukan keintiman lain dimana ukuran sudah bukan menjadi masalah. Size doesn’t matter.
Rentang tahun 2011-2017 Reno banyak mengikutsertakan karyanya dalam bienal/trienal seni grafis internasional di berbagai negara diantaranya Macao Bienal di Macao China, Bangkok Print & Drawing Trienal di Thailand, Bienal Print ROC Taiwan, Bienal Krakow Polandia, Guanlan Print Biennale China, Kochi Print Biennale Japan, KIWA Japan, Bienal Varna Bulgaria.
Beberapa diantaranya bahkan memenangi kompetisi Print Terbaik di 4th Guanlan Print Bienale China (2013), dan Nagi Pal Prize pada 3th Graphic Art Biennial of Szeklerland, Romania (2014).
Hasil cetak proofing etsa-aquatint (warna pink) dan matrix (logam) masing-masing berukuran 6 cm x 6 cm. (Foto: Reno)
Saat ditemui Gudeg.net pada pameran Miracle at Jogja Gallery bulan Juni lalu Reno berseloroh
“Untuk Pameran Tunggal Satu Karya di Widya Mataram sudah saya siapkan. Lima karya grafis. Ukurannya dalam rentang 3 cm hingga 5 cm,. Tetap ukuran kecil. Piguranya aja yang dibuat besar. Hahaha...,” imbuh Reno
Karya grafis series “Selamat Pagi” yang terdiri dari lima karya kecil dibuat Reno saat ini dipresentasikan di Studio Kutunggu di Pojok Ngasem Universitas Widya Mataram hingga 29 September 2022. Empat karya dalam medium etsa-aquatint di atas kertas, sementara satu karya dibuat dengan medium wood engraving di atas kertas. Melengkapi karya terdisplay Reno menyertakan matrix karya berupa 4 logam yang telah mengalami proses etsa-aquatint dan 1 kayu yang sudah di-engrave.
Kirim Komentar