Seni & Budaya

Gamelan Kontemporer Toni Konde di IGAF 2022

Oleh : Moh. Jauhar al-Hakimi / Selasa, 08 November 2022 09:09
Gamelan Kontemporer Toni Konde di IGAF 2022
Toni Konde (baju coklat) saat memberikan penjelasan tentang gamelan kaca pada pembukaan IGAF 2022, Minggu (6/11) malam. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – Tiga instrumen gamelan terpajang di tengah ruangan Bentara Budaya Yogyakarta yakni gender, bonang, dan slenthem. Berbeda dari gamelan yang biasanya berbahan logam (besi, kuningan, tembaga), ketiga instrumen tersebut berbahan limbah lembaran kaca dengan berbagai ukuran dan ketebalan.

“Kalau yang lengkap bulan Agustus kemarin dimainkan di Pendopo Agung nDalem Mangkubumen saat acara Yogyakarta Gamelan Festival.” jelas pembuat gamelan kaca Muhammad Sulthoni kepada Gudeg.net saat pembukaan Indonesia Glass Art Festival (IGAF), Minggu (6/11) malam.

Gender, bonang, dan slenthem berbahan kaca karya Toni Konde –panggilan Muhammad Sulthoni- menjadi salah satu karya yang dipresentasikan dalam IGAF 2022 di BBY. Acara yang baru pertama kali dihelat tersebut diinisiasi oleh seniman kaca (glass art) Ivan Bestari Minar Pradipta.

Perupa Nasirun (baju kotak-kotak) menyaksikan demo teknik flamework saat pembukaan IGAF 2022. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

“Ini adalah awalan, selanjutnya bagaimana? PBB mencanangkan bahwa tahun 2022 sebagai International Year of Glass dimana semua hal berkaitan dengan kaca dirayakan di seluruh dunia, mulai dari seni, sains, teknologi. Saat ini adalah glass age. Realitasnya, kita dari bangun tidur hingga mau tidur lagi hampir-hampir bertemu dengan material kaca. Ilmu pengetahuan berkembang jaman Galileo dengan menemukan mikroskop yang memberikan sumbangan besar bagi pengetahuan juga berhubungan dengan (lensa) kaca.” papar Ivan saat pembukaan IGAF 2022.

IGAF 2022 dibuka oleh seniman-perupa Nasirun. Dalam sambutannya Nasirun memberikan gambaran tentang perkembangan seni kaca di Indonesia. Nasirun menyebutkan kolektor lukisan kaca (karya dari seniman) Indonesia terbanyak adalah orang Prancis. Lukisan kaca dari Cirebon dengan maestronya Mama Rastika tidak sekedar lukisan namun mengandung pesan dalam objek Macan Sayyidina Ali. Nenek moyang kita sudah menggunakan kaca sejak lama contohnya cermin kaca yang ditaruh di kapstok atau orang Banyumas menyebut pethetan.

Karya lukisan di atas genteng kaca – Rendra Kurniawan. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

“Sanento Yuliman memberikan kriteria seni kedalam seni paling bawah, menengah, dan atas. Yang paling bawah, masyarakat menjadi apresian yang luar biasa. Di ruang tamu kebanyakan masyarakat ada rak atau lemari yang diisi dengan hiasan dan gelas-gelas kaca dimana pemiliknya justru (mungkin) tidak pernah meminum menggunakan gelas yang dipajangnya. Semoga seni kaca bisa diapresiasi oleh masyarakat yang lebih luas sampai kepada masyarakat lapis bawah.” harap Nasirun.

Gamelan kontemporer berbahan kaca

Kepada Gudeg.net Ivan menjelaskan IGAF 2022 dirancang dalam format showcase, kunjungan, workshop, serta kolaborasi dengan seniman kaca yang tersebar di Indonesia. Beberapa kunjungan telah dilakukan diantaranya Jember dan Jombang yang dikenal dengan karya manik-manik kaca.

Dalam pameran/showcase IGAF 2022 di BBY melibatkan 15 seniman dan kolaborator berpartisipasi dalam pameran seni kaca, industri kaca serta arsip atau riset kaca.

“Pameran ini tidak semata-mata berkait dengan persoalan instrinsik karya seni maupun wacana pasarnya, namun juga aspek-aspek sosiologis yang lebih luas. Termasuk sejarah didalamnya.” imbuh Ivan.

Karya-karya kecil Ivan Bestari dengan menggunakan teknik flamework. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Beberapa koleksi manik-manik Plumbon, Gudo-Jombang dipamerkan bersama karya seni kaca lainya mulai dari grafir kaca, lukis kaca, seni kaca dengan teknik flamework maupun tiup kaca (blown glass), hingga glass art projection. Melengkapi karya dipamerkan juga dokumentasi arsip seni kaca di Indonesia serta sebuah meja kerja untuk demo pembuatan karya seni kaca.

Seniman muda Rendra Kurniawan merespons sepuluh genteng kodok kaca dengan cat minyak. Eksperimen Renda bisa lebih menarik ketika cat yang digunakan tembus cahaya sehingga ketika diaplikasi pada genteng rumah menjadi mozaik saat terkena sinar matahari dan dilihat dari bawah.

Seniman Belanda Floor Kaspers mempresentasikan dua karya series. Pada karya berjudul Glass Nests, Floor membuat manik-manik dalam jalinan jaring-jaring sementara pada karya Variation of Green karya-karya Floor disajikan dalam gradasi warna hijau. Seniman asal Bali I Ketut Santosa merespons akuarium dan tempat jajanan berbahan kaca dengan sunggingan wayang kulit menggunakan cat enamel.

Mythics - Blown Glass, Sandblasted, Engraved - 60 x 60 x 25 cm - Nathan Mahawi - 2021. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Nathan Mahawi mempresentasikan karya kaca tiup (blown glass) pada dua karya seriesnya. Pada Ba-tik series Nathan membuat botol dengan teknik tiup kaca dengan finishing grafir dan fire polished sementara pada karya Mythics series diberikan sentuhan grafir dan sandblast.

Dalam IGAF 2022 yang agak berbeda adalah karya dari Toni Konde. Dengan memanfaatkan lembaran kaca berbagai ketebalan, Toni membuat gamelan berbahan kaca.

“Kuncinya menangkap resonansi dari sumber bunyi, dalam hal ini kaca. Ketika larasnya sudah sama, nada yang dihasilkan akan sama tanpa harus nglaras gamelan seperti yang dilakukan pada gamelan berbahan logam (besi, kuningan, tembaga). Asal tidak retak-pecah, lembaran kaca yang sudah jadi gamelan nadanya tidak berubah. Tidak terganggu oleh temperatur udara (Coefficient of Expansion/COE yang stabil). Mudah membersihkan. Hanya memang rentan pecah sehingga untuk memindahkan atau memainkan perlu hati-hati.” Jelas Toni kepada Gudeg.net.

Variations of Green - variable dimensi – kaca - Floor Kaspers -2022. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Toni memanfaatkan lembaran limbah kaca dan dipotong berbentuk persegi panjang dalam ukuran kecil sebagai bilah instrumen gamelan dengan ukuran ketebalan yang berbeda mulai dari 3 mm sampai 12 mm. Sebagai resonatornya Toni memanfaatkan pipa paralon pvc dan botol bekas berbagai ukuran yang dipotong pada beberapa bagiannya.

“Untuk jenis bonang, gender, dan slenthem bisa menggunakan kaca dengan ketebalan 3-5 mm. Sementara untuk demung, saron, dan peking mengunakan kaca yang lebih tebal antara 8 mm sampai 12 mm.” ujar Toni.

Untuk pembuatan Gong, Toni menggunakan lembaran kaca limbah dengan ketebalan 5 mm, bahkan untuk instrumen gesek rebab Toni memanfaatkan botol sebagai badan rebab sementara resonatornya menggunakan kertas semen bekas.

Malem Mencari Cinta – cat enamel dan pena di atas akuarium kaca - 26 x 30 cm - I Ketut Santosa - 2014. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Dengan memanfaatkan limbah lembaran kaca, Toni bisa membuat seperangkat gamelan dengan biaya yang murah. Bahkan dalam kalkulasinya, jika menggunakan kaca baru pun biaya yang diperlukan untuk membuat satu pangkong gamelan masih lebih murah dibanding gamelan berbahan besi dan waktu pengerjaannya bisa lebih cepat. Hanya memang fokus Toni adalah memanfaatkan limbah kaca yang ada agar bisa digunakan lagi.

Ini tentu bisa menjadi kabar yang menggembirakan bagi Yogyakarta yang memiliki program satu dukuh/desa satu perangkat gamelan lengkap. Produksi gamelan di wilayah Yogyakarta saat ini tidak sampai 10 unit lengkap/tahun. Artinya, selain berbiaya mahal waktu yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan penyediaan gamelan seluruh dukuh/desa di wilayah Yogyakarta bisa berlangsung berpuluh-puluh tahun.

Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) oleh UNESCO pada Desember 2021, upaya Toni dalam menciptakan perangkat gamelan berbahan kaca perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah sebagai sebuah kekayaan intelektual sebelum diklaim pihak lain secara tidak bertanggungjawab.

Grafir Serangga – grafir di atas lembaran kaca – varibel dimensi - Yohanes Sigit -2015. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)

Untuk bisa terurai di alam, beling-kaca memerlukan waktu sampai satu juta tahun. Upaya Toni tersebut menjadi edukasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan limbah kaca yang sulit terdaur ulang di alam.

Upaya mendaur ulang limbah kaca juga dilakukan Ivan Bestari dengan teknik tarik (flamework) serta Nathan Mahawi dengan teknik tiup kaca (blown glass). Di tengah tidak terhindarkannya peningkatan penggunaan produk kaca di masyarakat yang pada akhirnya berdampak pula pada peningkatan limbah kaca, upaya seniman dan pelaku ekonomi kreatif untuk memanfaatkan dan mendaur ulang limbah kaca tentu sebuah kabar yang menggembirakan. Dan pasar? Sebagaimana disampaikan Nasirun semoga seni kaca bisa diapresiasi oleh masyarakat yang lebih luas sampai berbagai lapisan masyarakat.

Rangkaian International Glass Art Festival 2022 dalam bingkai tema “Gubah Kaca Nusantara” di Bentara Budaya Yogyakarta berlangsung 6-8 November 2022.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini