Gudeg.net – Bertempat di Pendapa Ajiyasa Jogja National Museum (JNM) Sabtu (14/1) siang manajemen ArtJog menggelar acara sosialisasi tema ArtJog 2023 “Motif : Lamaran”. Acara yang dipandu oleh pengajar Seni Rupa ISI Yogyakarta Bambang ‘Toko’ Witjaksono menghadirkan dua kurator Artjog 2023 Hendro Wiyanto dan Nadiah Bamadhaj.
ArtJog 2023 akan dilaksanakan pada 30 Juni – 27 Agustus 2023 di Jogja National Museum.
Dalam khasanah bahasa Indonesia ada istilah “motif” yang memperoleh arti mendua. Pertama, motif bisa berarti corak, gaya, pola, warna, komposisi, sehimpunan tanda, lambang ataupun simbol. Pendeknya, ragam rupa yang hadir pada suatu bentuk tertentu dan dengan segera dapat kita persepsi. Melalui persepsi atas motif tertentu—mengikuti maknanya yang pertama—suatu bentuk hadir di hadapan kita.
Acara sosialisasi tema ArtJog 2023 di Pendapa Ajiyasa JNM, Sabtu (14/1) siang. . (Foto : official doc. ArtJog)
Kedua, motif juga diartikan ide-ide, tema atau gagasan pokok, alasan utama bertindak, dorongan, nalar atau motivasi seseorang melakukan sesuatu. Kalau dalam arti pertama motif adalah kehadiran citra-citra visual, yang kedua lebih berhubungan dengan keadaan yang tidak kasat mata.
Dalam pemaparannya Hendro menyebutkan ArtJog 2023 menawarkan tiga karya -dua buah karya fiksi dan satu esai kritis- untuk program Open Call bagi perupa muda berusia di bawah 35 tahun. Salah satu tujuannya adalah mendekatkan perupa muda pada khasanah teks dalam dunia seni dan kebudayaan di Indonesia, yang agaknya kurang diakrabi oleh kalangan seniman pada umumnya.
Ketiga karya tersebut adalah puisi berjudul Laut karya mendiang kritikus-penulis seni rupa Sanento Yuliman yang pernah diterbitkan pada majalah sastra Horison (Desember 1967). Kedua, Abrakadabra yang merupakan judul cerita pendek karya mendiang Danarto yang ditulis pada 1974, lalu terbit dalam kumpulan cerpennya yang terkenal, Godlob (1974). Serta karya esai berjudul Misteri: Bagian dari Kekenesan Seniman. Artikel yang terbit di koran Sinar Harapan (1983) ini sesungguhnya adalah renungan mengenai tuntutan agar kritik seni menjadi sesuatu yang ilmiah.
“Dari ketiga teks yang ditawarkan, perupa diperkenankan memilih salah satu saja sebagai acuan berkarya. Memperlakukan teks-teks ini sebagai acuan tidak berarti sekadar memvisualkan teks atau menerjemahkannya begitu saja ke dalam bahasa atau wahana visual tertentu.” Jelas Hendro Wiyanto saat sosialisasi tema, Sabtu (14/1) siang.
Acara sosialisasi tema ArtJog 2023 di Pendapa Ajiyasa JNM, Sabtu (14/1) siang. . (Foto : official doc. ArtJog)
Hendro menambahkan adanya cuplikan atau unsur-unsur tertentu, baik dalam puisi, cerita pendek maupun esai yang yang bisa mendorong perupa untuk menciptakan karya visual, dengan medium apa saja yang dikuasai. Tapi memahami salah satu teks yang dipilih sebagai acuan juga dimaksudkan untuk menajamkan pandangan perupa mengenai salah satu unsur yang menonjol dari ketiga teks yang ditawarkan.
Atas tawaran tersebut Hendro menyarankan kepada seniman muda yang berminat mengikuti open call untuk membaca ketiga teks tersebut, kemudian memilih salah satu yang paling menarik perhatian, memahami secara keseluruhan isi teks, baik puisi, cerita pendek maupun esai yang dipilih, menentukan unsur-unsur yang dianggap paling menarik dari puisi dan cerita pendek, atau pernyataan penulis di dalam esai, serta mengelaborasi dengan menjadikan unsur-unsur yang dianggap menarik dari salah satu teks—setelah merasa cukup dekat dengan tema atau pokok yang dibahas— untuk menajamkan visi dan mendorong kreativitas dalam karya.
Undangan kepada seniman (open call) pada ArtJog 2023 serta informasi mengenai seleksi seniman partisipan akan disampaikan lebih lanjut kepada publik melalui laman ArtJog www.artjog.id.
Kirim Komentar