Tak peduli cuaca yang tak bersahabat, ratusan warga kota Jogja berkumpul di halaman Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta dalam upacara adat Grebeg Keraton Ngayogyakarta, Selasa (9/12). Upacara ini dilaksanakan untuk memperingati Idul Adha 8 Desember 2008 yang kemarin baru saja dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia khususnya di Yogyakarta.
Beberapa pasukan Keraton dengan gagah berani berjalan melalui pagelaran yang ada di dalam Keraton Ngayogyakarta. Pertama-tama, Prajurit Wirobrojo yang membawa senjata api dan tombak yang diiringi dengan tambur dan suling lewat gending Dayungan dan lagu Retodadali dilanjutkan dengan Prajurit Daheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawirotama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis dan Surakarsa yang mendampingi prajurit-prajurit yang membawa gunungan. Dibelakang prajurit-prajurit tadi, perwakilan dari Keraton Ngayogyakarta, Pakualaman dan Kanoman sudah bersiap menuju ke tengah alun-alun selatan untuk mengucapkan doa bagi gunungan yang nantinya akan diperebutkan oleh masyarakat.
Prajurit Bugis dan Surakarsa kini bersiap mendampingi gunungan yang akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Prosesi Grebegan akan diadakan di lapangan masjid. Anak-anak, orang muda dan tua berkumpul jadi satu menunggu datangnya gunungan. Ada tiga gunungan yang diperebutkan oleh masyarakat, Gunungan Jaler, Gunungan Wadhon dan Gunungan Gepak. Hasil bumi seperti kacang panjang, wortel, buncis dan lain-lainnya sekejap saja raib ditangan-tangan mereka yang percaya akan kekuatan dan arti dibalik simbol-simbol tersebut.
"Saya ya sudah sering ikut grebegan ini. Tiap ada grebegan selalu ikut. Ngalap berkah. Biar hidupnya tentram terus," ujar Ibu Sri Munihatin warga dari Nitiprayan yang berhasil mendapatkan beberapa kancang panjang. Nenek tua ini tidak merasa kesulitan berebut dengan orang-orang yang menghimpit-himpit tubuhnya. "Ndak masalah. Cuma dapat sedikit kacang panjang aja ndak masalah. Berkahnya kan banyak," ujarnya. Sebagian memang percaya dengan kekuatan dari ritual ini. Tapi ada juga sebagian yang hanya senang berdesak-desakkan berebut hasil bumi ini, "Nggak tahu artinya. Tapi senang aja bisa rebutan sama orang banyak," ungkap Fitri warga Taman Sari.
Upacara Grebegan ini tak hanya menjadi tontonan yang menarik bagi warga kota Jogja, warga luar kota yang tinggal di Jogja sendiri merasa terhibur dengan tradisi yang selalu diadakan pihak Keraton Ngayogyakarta ini. Seperti Mega mahasiswi Universitas Gadjah Mada, menurutnya ini adalah pengalaman pertamanya melihat orang-orang mencari berkah dengan saling berebut gunugan. Baginya ini menambah wacana tradisi budaya untuk dirinya.
Ternyata mencari berkah atau rejeki bisa dimana saja. Tak peduli dipinggir-pinggir jalan atau di kantor-kantor megah. Berebutan pun tak jadi masalah. Yang penting berkah sudah ada di tangan.
Beberapa pasukan Keraton dengan gagah berani berjalan melalui pagelaran yang ada di dalam Keraton Ngayogyakarta. Pertama-tama, Prajurit Wirobrojo yang membawa senjata api dan tombak yang diiringi dengan tambur dan suling lewat gending Dayungan dan lagu Retodadali dilanjutkan dengan Prajurit Daheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawirotama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis dan Surakarsa yang mendampingi prajurit-prajurit yang membawa gunungan. Dibelakang prajurit-prajurit tadi, perwakilan dari Keraton Ngayogyakarta, Pakualaman dan Kanoman sudah bersiap menuju ke tengah alun-alun selatan untuk mengucapkan doa bagi gunungan yang nantinya akan diperebutkan oleh masyarakat.
Prajurit Bugis dan Surakarsa kini bersiap mendampingi gunungan yang akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Prosesi Grebegan akan diadakan di lapangan masjid. Anak-anak, orang muda dan tua berkumpul jadi satu menunggu datangnya gunungan. Ada tiga gunungan yang diperebutkan oleh masyarakat, Gunungan Jaler, Gunungan Wadhon dan Gunungan Gepak. Hasil bumi seperti kacang panjang, wortel, buncis dan lain-lainnya sekejap saja raib ditangan-tangan mereka yang percaya akan kekuatan dan arti dibalik simbol-simbol tersebut.
"Saya ya sudah sering ikut grebegan ini. Tiap ada grebegan selalu ikut. Ngalap berkah. Biar hidupnya tentram terus," ujar Ibu Sri Munihatin warga dari Nitiprayan yang berhasil mendapatkan beberapa kancang panjang. Nenek tua ini tidak merasa kesulitan berebut dengan orang-orang yang menghimpit-himpit tubuhnya. "Ndak masalah. Cuma dapat sedikit kacang panjang aja ndak masalah. Berkahnya kan banyak," ujarnya. Sebagian memang percaya dengan kekuatan dari ritual ini. Tapi ada juga sebagian yang hanya senang berdesak-desakkan berebut hasil bumi ini, "Nggak tahu artinya. Tapi senang aja bisa rebutan sama orang banyak," ungkap Fitri warga Taman Sari.
Upacara Grebegan ini tak hanya menjadi tontonan yang menarik bagi warga kota Jogja, warga luar kota yang tinggal di Jogja sendiri merasa terhibur dengan tradisi yang selalu diadakan pihak Keraton Ngayogyakarta ini. Seperti Mega mahasiswi Universitas Gadjah Mada, menurutnya ini adalah pengalaman pertamanya melihat orang-orang mencari berkah dengan saling berebut gunugan. Baginya ini menambah wacana tradisi budaya untuk dirinya.
Ternyata mencari berkah atau rejeki bisa dimana saja. Tak peduli dipinggir-pinggir jalan atau di kantor-kantor megah. Berebutan pun tak jadi masalah. Yang penting berkah sudah ada di tangan.
Kirim Komentar