Kadipaten
Pura Pakualaman Yogyakarta, Selasa (27/01/09) menggelar tradisi siraman
bagi empat kereta pusaka Pura Pakualaman yakni Kereta Kanjeng Kyai
Manik Kumolo, Kereta Nyai Roro Kumenyar, Kereta Manik Brojo, dan Kereta
Brojonolo.
Selain ritual siraman kereta pusaka, pada Selasa Kliwon dalam penanggalan Jawa ini puluhan abdi dalem Pura Pakualamam juga terlihat membawa sesaji sebagai syarat dan pelengkap ritual yang telah berlangsung sejak jaman Paku Alam I ini.
Meski tidak seramai siraman kereta di Kraton Kasultanan Yogyakarta yang telah digelar pada Jumat Kliwon lalu, acara yang berlangsung sekitar 30 menit ini tetap berjalan dengan penuh khidmat.
Saat ini, hanya Kereta Kanjeng Kyai Manik Kumolo yang masih dipergunakan untuk keperluan Sri Paduka Paku Alam IX. Terakhir kali, kereta berumur 196 tahun hadiah Gubernur Jendral Hindia-Belanda Sir Thomas Stamford Bingley Raffles tersebut dipergunakan saat pelantikan Sri Paduka Paku Alam IX.
"Selama ini, Kereta Kanjeng Kyai Manik Kumolo masih dipakai oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Terakhir kali digunakan saat kirab jumenengan Sri Paduka Paku Alam IX," kata staf pengageng Museum Pura Pakualaman Bekti Kusomo sesaat setelah upacara siraman di Pura Pakualaman Yogyakarta.
Tak hanya di Pura Pakualaman saja, upacara tradisi lain juga dilaksanakan di kompleks Balaikota Yogyakarta yakni ritual jamasan Tombak Pusaka Kyai Wijoyo Mukti. Pejamasan tombak hadiah dari Sri Sultan HB IX pada 1921 tersebut dilakukan oleh Walikota Yogyakarta Herry Zudianto dengan didampingi oleh pejabat dan karyawan Pemerintahan Kota Yogyakarta.
Menurut Kepala Bagian Humas Informasi Kota Yogyakarta, Herman Edy Sulistio, Tombak pusaka Kyai Wijoyo Mukti merupakan pusaka kebesaran Pemerintah Kota Yogyakarta. Keberadaan tombak pusaka di ruang kerja Walikota menyimbulkan pesan luhur bagi pemimpin agar selalu memakmurkan rakyatnya sesuai dengan yang diisyaratkan dalam pamor wos wutah wengkon dan daphur kudhuping gambir.
Senjata yang waktu itu biasa dipergunakan oleh prajurit Kraton tersebut mempunyai panjang 3 meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan daphur kudhuping gambir ini, landeannya sepanjang 2,5m terbuat dari kayu walikukun, jenis kayu yang sudah biasa digunakan untuk gagang tombak dan sudah teruji baik kekerasan maupun keliatannya.
Selain ritual siraman kereta pusaka, pada Selasa Kliwon dalam penanggalan Jawa ini puluhan abdi dalem Pura Pakualamam juga terlihat membawa sesaji sebagai syarat dan pelengkap ritual yang telah berlangsung sejak jaman Paku Alam I ini.
Meski tidak seramai siraman kereta di Kraton Kasultanan Yogyakarta yang telah digelar pada Jumat Kliwon lalu, acara yang berlangsung sekitar 30 menit ini tetap berjalan dengan penuh khidmat.
Saat ini, hanya Kereta Kanjeng Kyai Manik Kumolo yang masih dipergunakan untuk keperluan Sri Paduka Paku Alam IX. Terakhir kali, kereta berumur 196 tahun hadiah Gubernur Jendral Hindia-Belanda Sir Thomas Stamford Bingley Raffles tersebut dipergunakan saat pelantikan Sri Paduka Paku Alam IX.
"Selama ini, Kereta Kanjeng Kyai Manik Kumolo masih dipakai oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Terakhir kali digunakan saat kirab jumenengan Sri Paduka Paku Alam IX," kata staf pengageng Museum Pura Pakualaman Bekti Kusomo sesaat setelah upacara siraman di Pura Pakualaman Yogyakarta.
Tak hanya di Pura Pakualaman saja, upacara tradisi lain juga dilaksanakan di kompleks Balaikota Yogyakarta yakni ritual jamasan Tombak Pusaka Kyai Wijoyo Mukti. Pejamasan tombak hadiah dari Sri Sultan HB IX pada 1921 tersebut dilakukan oleh Walikota Yogyakarta Herry Zudianto dengan didampingi oleh pejabat dan karyawan Pemerintahan Kota Yogyakarta.
Menurut Kepala Bagian Humas Informasi Kota Yogyakarta, Herman Edy Sulistio, Tombak pusaka Kyai Wijoyo Mukti merupakan pusaka kebesaran Pemerintah Kota Yogyakarta. Keberadaan tombak pusaka di ruang kerja Walikota menyimbulkan pesan luhur bagi pemimpin agar selalu memakmurkan rakyatnya sesuai dengan yang diisyaratkan dalam pamor wos wutah wengkon dan daphur kudhuping gambir.
Senjata yang waktu itu biasa dipergunakan oleh prajurit Kraton tersebut mempunyai panjang 3 meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan daphur kudhuping gambir ini, landeannya sepanjang 2,5m terbuat dari kayu walikukun, jenis kayu yang sudah biasa digunakan untuk gagang tombak dan sudah teruji baik kekerasan maupun keliatannya.
Kirim Komentar