
Terdiri dari Andri, Arief, Budi, Dadi, Dame, Dena, Ngeh, Kadek, Sani, dan Tantan, kelompok ini selalu berusaha mengeksplorasi bunyi dari barang-barang bekas yang dapat dikatakan sangat jauh berbeda dengan alat-alat musik yang selama ini dikenal.
Sebut saja drum minyak, wajan, panci, sapu lidi, sendok semen, velg mobil, dan lain sebagainya, dapat mereka elaborasi dengan seksama sehingga memunculkan bunyi-bunyian yang ritmis dan menyenangkan untuk dinikmati, belum lagi ditambah tingkah laku anggota kelompok ini yang kocak dan tidak jarang memancing senyum ketika tampil di panggung.
Walaupun kocak di atas maupun di luar panggung, ternyata makna nama dari kelompok yang berdiri pada tahun 1999 ini, memiliki arti yang –meminjam istilah para anggota Tataloe—sangat berat dan tinggi. Betapa tidak, ternyata Tataloe berasal dari kata Tata dan Luhung, sehingga berdasarkan kedua buah kata tersebut, diharapkan kelompok musik ini mampu menata kebudayaan yang luhung, sehingga tetap abadi dan tidak tergerus jaman.
Nampaknya hal tersebut tidaklah berlebihan mengingat prestasi yang pernah dicapai oleh kelompok ini, misalnya memenangi festival perkusi tingkat nasional “Tabuh Raya” pada tahun 2002, tampil dalam Braga Festival, dan menjadi salah satu model TVC dari sebuah produk rokok nasional.
Akhirnya, harapan dari kelompok musik yang beranggotakan mahasiswa Jurusan Seni Musik Universitas Pasundan ini adalah, ingin memberikan penampilan yang enak didengar, enak dilihat, dan dapat diterima di masyarakat. Sebuah harapan yang nampaknya cukup terbukti melihat penampilan mereka pada Djarum Rendezvoices yang lalu.
Kirim Komentar