Departemen Kehutanan (Dephut) terus melakukan pembahasan terhadap mekanisme jual beli karbon hutan Indonesia. Langkah ini ditempuh agar jangan sampai hasil finansial dari sumber daya alam tersebut diakali negara lain.
Sekjend Dephut Boen Purnama mengatakan, tim Dephut merencanakan sebelum 2012 mekanisme jual beli karbon sudah selesai seiring dengan berlangsungnya Protokol Kyoto pada tahun tersebut.
"Pada 2010 kami mengawalinya dengan melakukan demonstration activity karbon terlebih dahulu untuk menjajal seberapa potensinya," ucap Boen di sela Rakornis Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2009 di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Rabu (5/8).
Diutarakan, mekanisme jual beli karbon hutan Indonesia memang cukup rumit. Namun secara prinsip pemerintah tak ingin nantinya kebijakan yang telah diatur dalam peraturan menteri kehutanan tersebut tidak memberikan manfaat dan tak bisa didistribusikan kepada masyarakat yang tadinya mengelola hutan tersebut.
Boen mengakui, sejauh ini sudah ada beberapa negara yang tertarik dalam jual beli karbon itu seperti Australia, Norwegia, Korea dan Jepang.
"Mekanisme pengkajian penjualan karbon hutan ini harus dibicarakan dengan departemen keuangan dengan melibatkan tim, pakar, praktisi bahkan LSM dengan sepengetahuan Dewan Nasional Perubahan Iklim untuk merumuskan segala aspek yang berkaitan, seperti aspek ekologi, sosial dan ekonomi," ujarnya.
Sejauh ini, lanjutnya, sekitar 1,08 hutan Indoensia ditengarai rusak akibat penebangan liar. Untuk itu, pihaknya terus mengupayakan pemulihan kondisi hutan, mengingat belakangan juga terjadi ancaman El Nino.
Sekjend Dephut Boen Purnama mengatakan, tim Dephut merencanakan sebelum 2012 mekanisme jual beli karbon sudah selesai seiring dengan berlangsungnya Protokol Kyoto pada tahun tersebut.
"Pada 2010 kami mengawalinya dengan melakukan demonstration activity karbon terlebih dahulu untuk menjajal seberapa potensinya," ucap Boen di sela Rakornis Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2009 di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Rabu (5/8).
Diutarakan, mekanisme jual beli karbon hutan Indonesia memang cukup rumit. Namun secara prinsip pemerintah tak ingin nantinya kebijakan yang telah diatur dalam peraturan menteri kehutanan tersebut tidak memberikan manfaat dan tak bisa didistribusikan kepada masyarakat yang tadinya mengelola hutan tersebut.
Boen mengakui, sejauh ini sudah ada beberapa negara yang tertarik dalam jual beli karbon itu seperti Australia, Norwegia, Korea dan Jepang.
"Mekanisme pengkajian penjualan karbon hutan ini harus dibicarakan dengan departemen keuangan dengan melibatkan tim, pakar, praktisi bahkan LSM dengan sepengetahuan Dewan Nasional Perubahan Iklim untuk merumuskan segala aspek yang berkaitan, seperti aspek ekologi, sosial dan ekonomi," ujarnya.
Sejauh ini, lanjutnya, sekitar 1,08 hutan Indoensia ditengarai rusak akibat penebangan liar. Untuk itu, pihaknya terus mengupayakan pemulihan kondisi hutan, mengingat belakangan juga terjadi ancaman El Nino.
Kirim Komentar