Seni & Budaya

Jogja Jamming, Gerakan Arsip Seni Rupa Indonesia

Oleh : Dude / Senin, 00 0000 00:00

Tak disangkal lagi, denyut seni di Jogja begitu keras detaknya. Mungkin itulah salah satu pembeda kota budaya ini dari kota-kota lain di Indonesia. Dalam hitungan, puluhan galeri seni yang ada di Jogja tak henti-hentinya menggelar pameran dari sejumlah seniman baik yang muda maupun yang telah mendunia.

Bahkan ketika galeri menjadi begitu terbatas tak bisa menampung, para seniman pun menggunakan ruang-ruang sosial seperti kafe, restoran, sekolah, studio, sebagai ruang presentasi karya seni.

Tak hanya berlaku bagi seniman saja, masyarkat Jogja pun tak mau ketinggalan. Mereka memanfaatkan ruang publik di habitatnya sebagai sarana ekspresi seni dengan menghasilkan karya-karya mural di berbagai sudut kota.

Hal tersebut adalah bukti bahwa seni dan masyarakat Jogja memang tidak dapat dipisahkan. Seni telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup keseharian masyarakat Jogja.

Dinamika kesenian di Jogja bisa diibaratkan seperti jam session dalam musik, ketika setiap seniman saling merespons dalam proses kreatif.   Denyut inilah yang hendak direfleksikan dalam Biennale Jogjakarta X-2009  bertajuk "Jogja Jamming, Gerakan Arsip Seni Rupa Jogja" yang dikuratori oleh tim kurator, Wahyudin, Hermanu, Eko Prawoto, dan Samuel Indratma.

"Jogja Jamming, Gerakan Arsip Seni Rupa Jogja," demikian tema yang diambil pada Biennale Jogja X. Tema ini sengaja diambil, menurut Wahyudin, salah seorang kurator, untuk menunjukkan kota Yogya bukanlah sebuah omong kosong jika disebut kota budaya. Sebuah kota yang melahirkan serta menggembleng seniman besar yang kini banyak tersebar di seantero Indonesia, bahkan ada yang tinggal di luar negeri. Sebuah kota yang bergerak dalam pemikiran modern namun tetap tak meninggalkan tradisi. Kota yang tetap mengedepankan persaudaraan, keguyuban, kenyamanan serta semangat berkesenian.  

"Dinamika kesenian di Jogja bisa diibaratkan seperti jam session dalam musik.  Setiap seniman saling merespons dalam proses kreatif. Denyut inilah yang hendak direfleksikan dalam Biennale Jogja X. Tema Jogja Jamming berbasiskan pada dinamika wacana seni rupa yang berlangsung di setiap dekade," tambah Butet Kartaredjasa, Direktur Biennale Jogja X 2009.

Jika kita kilas balik seni rupa Yogya, maka kita akan menemui sebuah semangat yang menjadi penanda zamannya. Humanisme Kerakyatan, telah menjadi penanda semangat yang dominan di zaman Affandi, Hendra Gunawan, dan Sudjojono yang merupakan generasi pemula seni rupa modern Indonesia   hingga tahun 1960an. ASRI yang berdiri pada tahun 1950-an, tidak bisa tidak juga membawa wacana tersebut yang kemudian membedakan dirinya dari wacana yang menguat di Bandung misalnya.

Di masa rezim orde baru, wacana yang terbangun dalam seni rupa pun cenderung apolitis. Bentuk-bentuk estetika dominan yang berkembang lebih mengarah pada semangat humanisme universal dengan menguatnya seni abstrak, dekoratif, dan lain-lain. Belakangan, kita juga mengetahui, "semangat" yang berimplikasi pada laku dan pilihan estetik, digugat oleh generasi setelahnya, seperti tercermin dalam "Gerakan Seni Rupa Baru" dan "Seni Kepribadian Apa".

Kemudian, kecenderungan di luar dunia seni rupa, yaitu perbincangan tentang me-"lokal" dan meng-"global" pada tahun 1980-an telah menyeret praktik-praktik seni rupa Yogyakarta. Dalam hal ini, perhelatan Biennale Seni Lukis I hingga Biennale Seni Rupa Jogja IX dapat dijadikan sebagai studi kasus, terutama soal-soal organisasi pelaksanaannya. Hingga yang paling kontemporer, praktek-praktek seni rupa yang tidak bisa menghindar dari budaya urban dan kecenderungan pasar.

Berdasarkan semangat yang berbasis pada sejarah seni rupa Jogja inilah , lebih dari 200 seniman akan menginterpretasi semangat zaman yang telah ditorehkan para seniman, dari rentang tahun 1940-an hingga yang terkini era 2000-an. Karya-karya mereka akan digelar di beberapa venue, yaitu Taman Budaya Yogyakarta, Sangkring Art Space, Jogja National Museum, dan Gedung Bank Indonesia.
   
Publik Terlibat
Tidak hanya ruang-ruang pameran yang akan menggelar karya-karya menarik, seniman pun merambah ke ruang-ruang kota dalam sebuah tajuk "public on the move." Para pematung Jogja akan meletakkan patung-patungnya di taman-taman kota.  Ratusan street artists dan warga kampung  Mranggen Tegal, Jogokaryan, Gemblakan, Pasekan akan turun ke jalan untuk membuat beragam karya, dari mulai stensil hingga grafiti. 

Sebagai contoh, publik akan bisa melihat betapa dahsyatnya patung-patung seri presiden RI dengan ukuran besar disajikan oleh Albara. Anda juga bisa menemui patung presiden Obama yang akan naik becak berkeliling kota. Demikian pula poster/stiker anti teroris atau perupa Saftari akan membuat patung korek yang akan diletakkan di suatu SPBU. Bahkan baliho-baliho yang tersebar di kota Yogya yang biasanya dipakai untuk iklan juga dimanfaatkan untuk memajang karya seni para perupa Yogya. Tak lupa perupa tradisional seperti Mbah Tjip akan mengeluarkan seri Ramayana serta Mbah Lejar menampilkan karyanya wayang revolusi dalam perhelatan akbar seni rupa yang akan digelar pada 10 Desember 2009 hingga 10 Januari 2010 ini.

0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini