Karya fotografi tak sekadar berfungsi sebagai media publikasi terhadap momen-momen tertentu saja, tapi lebih dari itu, foto mampu bercerita lebih dari sebatas kata-kata.
Setidaknya hal tersebut tersirat dalam sejumlah foto hasil bidikan masyarakat lokal Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Lamarela dan Boti, Nusa Tenggara Timur.
Sebanyak 30 foto hasil bidikan masyarakat tersebut ditampilkan dalam pameran fotografi bertajuk "Voices from The Archipelago" pada 5-7 April di lobi perpustakaan UGM, Unit 1 lt. 1 Yogyakarta.
Sebelum digelar pameran, Koordinator Photovoices Program, Saraswati, menyatakan masyarakat lokal tersebut terlebih dahulu melalui proses mulai dari sosialisasi, pembekalan, pendokumentasian dan workshop.
"Sejak awal kami mensosialisasikan program ini, masyarakat disana sangat antusias, sehingga proses pendokumentasian yang mereka lakukan menjadi sangat natural, karena mereka tahu apa yang ingin mereka hasilkan," ujarnya Kamis malam (6/5).
Menurutnya, mereka mampu menggunakan media ini (kamera poket) untuk membangun solidaritas dan kebersamaan dalam berkomunikasi. "Kamera kan bukan sesuatu yang biasa bagi mereka, namun mereka mampu menyeruakan dan bercerita, maka hasilnya sangat efektif untuk berkomunikasi tanpa harus terbatas dengan perbedaan bahasa,"tambahnya.
Foto-foto tersebut menampilkan keseimbangan yang ingin terus dipelihara oleh tiga etnis di sana, yaitu Dayak Iban, Dayak Tamanlaboh dan Melayu. Foto-foto tersebut menceritakan bagaimana mereka menjaga kelestarian dan keseimbangan daerahnya.
Ada ribuan foto yang mereka hasilkan, namun karena keterbatasan tempat maka hanya sebagian kecil yang ditampilkan. Seperti foto sabung patana, yang merupakan permainan adu ayam tradisional di kalangan masyarakat Dayak Tamanbaloh. Atau foto pemandangan Danau Belaram, dimana danau tersebut merupakan tempat mencari ikan bagi para nelayan.
Cerita dan informasi yang ingin mereka suarakan inilah yang bisa digunakan oleh pemerintah setempat tentang kesulitan, atau masalah yang terjadi di sekitar mereka. Karena masyarakat lokal pun tidak bisa bergerak sendiri untuk mengatasi dan menyelesaikannya, seperti masalah penebangan hutan.
Atau beberapa foto yang menceritakan keseharian mereka, seperti foto karya Yosep Kalabet, yang menceritakan bahwa meskipun pergi berladang masyarakat dayak tetap membawa anak mereka ikut. Mereka sengaja mengajak anak-anaknya, untuk memperkenalkan cara menanam dan memanen tanaman di ladang sejak dini.
Mata pencaharian masyarakat lokal di sana selain sebagai petani ladang, juga seabgai nelayan. Foto kehidupan mereka sebagai nelayan juga sangat menarik hasil bidikan Fransiskus Ola Bataona tentang ritual pemanggilan paus di tepi pantai.
Pameran ini terselenggara berkat kerjasama American Corner perpustakaan Universitas Gadjah Mada, Photovoices International dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
Kirim Komentar