
Sebanyak 30 foto dokumentasi tentang Nusantara dipamerkan oleh peneliti Program Beastudi Kajian Antarbudaya/Antarregional Scholarship Program for Intercultural/Interregional Studies (SPIS) Pusat Studi Asia Pasific Universitas Gajahmada di Pusat Kebudayaan Belanda (Karta Pustaka) Yogyakarta.
Pameran yang terselenggara oleh Pusat Studi Asia Pasific (PSAP) Universitas Gadjah Mada mengambil tema "Mozaik Budaya Nusantara", dan akan digelar hingga 2 Juni 2010 mendatang.
Kepala Pusat Studi Asia Pasific UGM, Prof. PM Laksono menyatakan, pameran foto ini adalah bagian dari rangkaian kegiatan Pekan Antar Budaya yang juga berisi kegiatan-kegiatan untuk lebih memunculkan wacana antarbudaya ke hadapan publik seperti Workshop Pendekatan Antarbudaya, Sarasehan Antarbudaya, dan Malam Antarbudaya.
"Kegiatan lain yang masuk dalam kegiatan Sarasehan Antarbudaya adalah pemutaran dan diskusi film antarbudaya, diskusi foto serta dialog buku," katanya di Karta Pustaka, Minggu (30/5).
Laksono menambahkan, melalui pameran ini pihaknya ingin berbagi pengalaman dan wacana penelitian antarbudaya dan lintas disiplin.
"Harapannya, agar semua pihak dapat merefleksikan budayanya masing-masing dan dapat menemukan identitas diri masing-masing yang inklusif, dinamis, transformatif dan dialektis," terang Laksono yang juga sebagai Koordinator Beastudi Kajian Antarbudaya/Antarregional PSAP UGM tersebut.
Pada Program Beastudi Antarbudaya/Antarregional tersebut, secara keseluruhan dihasilkan sekitar 8 ribuan karya foto.
Kurator pameran Eko Suprati memaparkan bahwa bukan persoalan mudah untuk menghadirkan foto-foto terpilih untuk dipamerkan sesuai dengan konteks agenda besar mengenai misi penyelenggaraan pameran foto itu.
Karya yang ada bahkan tidak berada pada pola-pola dokumentasi fotokonvensional, yang membuatnya tidak mudah untuk melihat apa yang sebenarnya ingin disampaikan peneliti dengan foto-foto itu.
"Foto bisa juga digunakan sebagai catatan penting di lapangan yang jitu. Bahkan dalam kasus tertentu mampu menjadi sumber data penelitian itu sendiri," ungkapnya.
Melalui pameran foto dokumentasi, kita diajak untuk melihat isu-isu terkini mengenai persoalan solidaritas nasional, apresiasi budaya serta kehidupan masyarakat, kesejahteraan umum yang partisipatoris, kebijakan terhadap masyarakat dan adat yang terpingirkan, kearifan lokal dan ekspresi simbolik serta relasi budaya masa lampau dan masa kini.
"Karya foto sebagian menggambarkan kenyataan tentang budaya masyarakat setempat sedang menemui masalah. Suatu kenyataan yang memperlihatkan budaya masyarakat yang ada tidak pernah sama persis dengan apa yang disampaikan dalam lembar-lembar brosur pariwisata" tuturnya.
Karya foto salah satu peneliti Titik Kristinawati yang berjudul "Merebut Kembali yang Terampas", bercerita tentang gerakan sosial masyarakat adat Atoni Meto di Desa Netpala Kabupatan Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Dalam karya tersebut, Titik mencoba untuk menghadirkan protes masyarakat adat Atoni Meto di Desa Netpala Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur terhadap penambangan marmer di Bukit Naususu yang mereka percayai sebagai tempat bersemayam para leluhur.
Sementara peneliti Fitria Kamaliana mengangkat foto tentang bentuk adat istiadat pernikahan di Kabupaten Sangau Kalimantan Barat. Foto itu menunjukkan prosesi mengantar mempelai pria menuju rumah wanita.
Kirim Komentar