Pada operasi ketertiban yang digelar pada 11 Agustus hingga 7 September lalu, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta setidaknya telah memulangkan sebanyak 109 gelandangan dan pengemis (gepeng) yang ada di Kota Yogyakarta.
Kepala Bidang Pengendalian Operasional, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Nurwidi Hartono menyatakan, operasi tersebut ditujukan agar tak ada lagi gelandangan dan pengemis di Kota Yogyakarta khususnya pada waktu Raya IDul Fitri 1431 H.
"Operasi tersebut adalah bagian dari operasi penyakit masyarakat (pekat) yang kami gelar secara rutin setiap tahun menjelang Lebaran," katanya di Rumah Makan Mataram Indah, Jl Wonosari Yogyakarta, Kamis (16/9).
Dalam operasi tersebut, pihak Satpol PP berhasil menertibkan dan memulangkan masing-masing 68 geladangan dan pengemis yang berasal dari luar DIY, 35 dari DIY, serta 6 lainnya ke panti.
Pemulangan dilakukan pada H-3 atau pada Selasa (7/9) lalu dengan memulangkan seluruh gelandangan yang memang sebagian besar berasal dari luar DIY yakni dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain itu, Nurwidi mengatakan bahwa pihaknya juga melakukan tindakan lain terkait penegakan UU No 7 tahun 1953 dan UU No 18 tahun 1954 yakni ijin penjualan minuman keras, pelacuran, serta penggelandangan dan pengemis.
Kepala Bidang Pengendalian Operasional, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Nurwidi Hartono menyatakan, operasi tersebut ditujukan agar tak ada lagi gelandangan dan pengemis di Kota Yogyakarta khususnya pada waktu Raya IDul Fitri 1431 H.
"Operasi tersebut adalah bagian dari operasi penyakit masyarakat (pekat) yang kami gelar secara rutin setiap tahun menjelang Lebaran," katanya di Rumah Makan Mataram Indah, Jl Wonosari Yogyakarta, Kamis (16/9).
Dalam operasi tersebut, pihak Satpol PP berhasil menertibkan dan memulangkan masing-masing 68 geladangan dan pengemis yang berasal dari luar DIY, 35 dari DIY, serta 6 lainnya ke panti.
Pemulangan dilakukan pada H-3 atau pada Selasa (7/9) lalu dengan memulangkan seluruh gelandangan yang memang sebagian besar berasal dari luar DIY yakni dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain itu, Nurwidi mengatakan bahwa pihaknya juga melakukan tindakan lain terkait penegakan UU No 7 tahun 1953 dan UU No 18 tahun 1954 yakni ijin penjualan minuman keras, pelacuran, serta penggelandangan dan pengemis.
Kirim Komentar