Sosial Ekonomi

Evaluasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Oleh : Budi W / Senin, 00 0000 00:00
Evaluasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

"Kalo orang kaya mensubsidi orang miskin itu namanya derma atau zakat, lalu apa nama mekanisme dimana orang miskin MENSUBSIDI para koruptor yang notabene orang kaya dan berpendidikan??" itulah sepenggal kalimat yang dilontarkan oleh Rimawan Pradiptyo, M.Sc.,Ph.D. dalam seminar Evaluasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang dilangsungkan di Ruang Magister Sains Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta Jumat (8/04).

Hal ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan berbagai macam informasi mutahir terkait pemberantasan korupsi dan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rimawan Pradiptyo, M.Sc.,Ph.D. selaku dosen Ekonomika Kriminalitas. Penelitian yang beliau lakukan pada 2010 menunjukan bahwa keberadaan KPK efektif dalam meningkatkan Detection Rate tindak korupsi sebesar 216,67% dan telah meningkatkan penghukuman koruptor sebesar 41,18% dibanding sebelum adanya KPK.

Namun terlepas dari segalam macam kegiatan KPK, ada beberapa masalah yang hingga kini masih menganjal dalam upaya pemusnahan tindak korupsi di Indonesia. Dalam penjelasannya, Pradiptyo mengatakan bahwa UU Antikorupsi (20/2011) hingga kini masih terbatas pada korupsi pada sektor publik saja dan belum menuju kearah sektor swasta.

Dijelaskan pula, hingga kini UU Antikorupsi justru membuat rakyat Indonesia mensubsidi para koruptor. UU tersebut seolah- oleh berpesan bahwa jika koruptor akan diuntungkan bila mereka bisa malakukan korupsi sebanyak-banyaknya. Hal ini dibuktikan dalam Ruu Tipikor (Amandemen UU 20/2001) yang masih memiliki kelemahan pada intensitas denda yang diturunkan dari maksimal 1 Miliar menjadi hanya 500 juta saja. Hal ini juga dibuktikan dengan penghapusan hukuman mati dan penghapusan hukuman pembayaran uang pengganti.

Kedudukan KPK juga kini diperlemah dengan tren yang sampai saat ini tingkat pendeteksian semakin lama semakin minimum. Dari data yang ada, Rimawan Pradiptyo menjelskan bahwa dari 30 kasus korupsi tingkat kakap hanya terdiri atas 30 pelaku, namun kerugian yang di derita negara mencapai 72,2 Triliun Rupiah dan total nilai hukuman finansial hanya 5,32 Triliun Rupiah. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang akan menanggung kerugian sebesar 67,67 Triliun Rupiah?? tentusaja mereka-mereka yang membayar pajak secara tertib, ibu-ibu rumah tangga, anak-anak dan mahasiswa yang notabene mereka selalu membayar pajak tidak langsng dari apa yang dikonsumsi.

Hal seperti itu menurut dosen Ekonomika Kriminalitas tersebut hendaknya ada rekomendasi yang perlu dilakukan. Antara lain cakupan definisi korupsi di RUU Antikorupsi selengkap konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC), Money Politic juga harus dikategorikan tindak pidana korupsi serta 7 hal lain yang perlu dilakukan pemerintdah dalam manangani masalah sosial yang belum terbendung ini.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    GCD 98,6 FM

    GCD 98,6 FM

    Radio GCD 98,6 FM


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini