"Kasenengan meniko awis reginipun mas, tiyang ingkang remen kaliyan gerobag sapi lajeng srawung andamel kito katah sederek lan awet urip,"
Begitulah sebuah kalimat yang terlontar dari mulut Triman salah seorang peserta Festival Gerobag Sapi 2013 di kawasan Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Kurang lebihnya artinya seperti ini: hobi itu mahal harganya mas, orang yang senang dengan gerobag sapi dan kemudian bersilaturahmi akan membuat kita banyak saudara dan awet hidupnya.
Triman (47) merupakan salah satu dari 130-an peserta gerobag sapi yang turut meramaikan acara yang berlangsung pada Minggu (16/06) dikawasan stadion Maguwoharjo. Warga dari Malangrejo Wedomartani Ngemplak Sleman ini membawa serta istrinya untuk turut memamerkan gerobag sapi peninggalan simbahnya.
"Sebelumnya, gerobag ini rusak dan hanya menjadi onggokan disamping rumah, namun setelah tahun 2004 saya memutuskan untuk merehab gerobag ini dari bermodal Rp 2,5 juta sampai terakhir saya modifikasi mengabiskan total Rp 5 juta," jelas laki-laki kurus ini.
Gerobag yang terbuat dari kayu jati campuran kayu nangka ini memang cukup menghabiskan banyak dana agar penampilannya menarik dan enak bila ditunggangi. Oleh karena itu, ia rela merogoh kocek dalam agar tampilan gerobag bisa bersaing dengan gerobag sapi lain yang dipamerkan siang itu.
Dalam kurun waktu 1 bulan sekali, Triman beserta 70-an komunitas gerobag sapi memiliki jadwal kopi darat yang sudah ditentukan hari dan tempatnya. "Setiap hari Minggu Wage, saya berkumpul dengan pemilik gerobag sapi lain di Pasar Jangkang, Ngemplak Sleman, kegiatanya macam-macam yang penting ada silaturahmi disana," jelasnya.
Dalam menggeluti hobinya tersebut, Triman mengaku tidak tanggung-tanggung untuk membiayai gerobag sapi tersebut. "Kasenengan meniko awis reginipun mas, tiyang ingkang remen kaliyan gerobag sapi lajeng srawung andamel kito katah sederek lan awet urip," ungkapnya dalam bahasa Jawa.
Memang, dalam event ini ia mengaku tidak dibayar dan sukarela ikut Festival Gerobag tersebut. Namun menurutnya, esensi bukan dari apa yang akan ia dapat, namun lebih kepada silaturahmi dengan masyarakat lain sesama penggemar gerobag untuk saling tukar-menukar informasi.
Bawa Total aset Rp 25 juta
Tim Gudegnet kemudian sedikit bertanya berapa total harga gerobag miliknya, ia mengaku telah merehab alat transportasi peninggalan eyangnya ini hingga Rp 5 juta. "Gerobag ini kan peninggalan simbah, jadi itungannya tidak membuat dari awal, kalau buat langsung harganya bisa mahal Rp 6 - 7 juta," jelasnya.
Satu sapi milik Triman diestimasi berharga Rp 10 juta, dengan membawa gerobag ini, ia harus mempersiapkan 2 sapi agar gerobag tidak terlalu berat untuk dibawa jalan-jalan. "Jadi total saya membawa aset Rp 25 juta," sebuah angka yang cukup fantastis untuk sebuah hobi tradisional.
Sehari-hari, geroba milik Triman ini memang hanya dipajang saat tidak ada acara kopi darat dengan komunitas. "Jaman simbah sering dipergunakan untuk membawa hasil bumi dari sawah atau tegal, namun sekarang eman-eman mas, mendingan kalau bawa barang pakai mobil saja," tabahnya.
Dengan melestarikan budaya tradisional ini, ia mengaku lebih semeleh dalam menjalani kesehariannya sebagai wirausaha. "Menawi remen kalih hobi mboten adamel tiyang gampang gerah mas, sehat lan mboten setres," tutupnya.
Hiburan
Rela Tak Dibayar Demi Ramaikan Festival Gerobag

Kirim Komentar