Penyelenggaraan upacara keagamaan Umat Hindhu di Indonesia sering menggunakan bunyian Pancagita. Seperti contohnya Upacara Odalan. Ritual ini merupakan sebuah kegiatan dimana umat Hindhu melakukan pemujaan pada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) melalui sarana pemerajan, pura, kahyangan, saat hari- hari tertentu. Kegiatan ini dapat bermakna sebagai hari ulang tahun Pura (tempat ibadah).
Menurut staf pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, I Wayan Senen, S.ST., M.Hum, tidak ada ketidakjelasan tentang ciri penggunaan bunyi-bunyian ritual odalan dengan bunyi-bunyian bukan ritual odalan. Fenomena itu memperlihatkan sebagian besar masyarakat Hindu di Bali belum mengetahui dan belum memahami makna bunyi-bunyian pancagita sebagai salah satu aspek upacara odalan.
Pancagita sendiri merupakan bunyi-bunyian untuk memuja tuhan yang memiliki lima jenis aspek. Contohnya mantra, genta, kulkul (kentongan), tembang dan tetabuhan. Upacara Odalan sendiri merupakan peristiwa yang mencakup aspek ritual, sosial, dan teatrikal. Makna ritual misalnya, terdapat efek bunyi-bunyian yang terkait dengan rasa keagamaan yang sakral, keramat, religius, dan magis.
"Misalnya makna pencerahan pada mantra gayatri, makna pengembalian dalam penyajian kulkul sebagai pengiring upacara nyineb, dan makna kesucian dalam gamelan balaganjur sebagai pengiring upacara masucian," jelasnya (21/11).
Menurutnya, Bunyi-bunyian pancagita dalam upacara odalan merupakan aktualisasi hormat pemuja kepada Tuhan YME, rasa satu antara sesama manusia, dan rasa indah para pelaku dan penikmat bunyi-bunyian itu.
Sementara saat ditanyakan Tim Gudegnet akan kemeriahan saat penyajian Pancagita dalam Upacara Odalan, ia menuturkan bahwa suasana riuh ramai menunjukkan jalan karma marga kepada Sang Hyang Widhi Wasa. "Hal tersebut masih relevan dengan jiwa masyarakat saat ini, sehingga selalu muncul suasana kegembiraan dalam setiap perhelatan upacara odalan," tutupnya.
Seni & Budaya
Masyarakat Bali Belum Sepenuhnya Memahami Makna Bunyian Pancagita

Kirim Komentar