Pembangunan hotel dan beberapa gedung pencakar langit masih berlangsung. Selain terjadi perubahan tata kota, kondisi air tanah pun perlu diperhatikan. Jangan sampai warga Yogyakarta mengalami kekeringan karena pasokan air yang terus berkurang.
Menurut Halik Sandera (17/1), Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) kebutuhan air bagian dalam semakin tersedot jika pembangunan dilakukan secara besar-besaran. "Cadangan air tersebut sebenarnya diperuntukkan sebagai back up (cadangan) air tanah dangkal yang sering dikonsumsi warga," katanya.
Ia menjelaskan air tanah yang diambil dalam skala besar dan dalam waktu lama menyebabkan permukaan tanah perlahan turun. "Ini juga yang menyebabkan banjir," katanya.
Biasanya, gedung menggunakan pondasi kokoh dan tempat parkir yang berada di bagian bawah (basement). Pondasi inilah yang akan menyekat proses distribusi tanah dangkal. Lalu, persediaan air di permukaan mengalami penurunan.
"Belum lagi tanah akan jenuh jika hujan berkepanjangan," katanya.
Namun, jika pembangunan masih dilanjutkan, ia menyarankan agar pemerintah memperketat proses perijinan. "Dan dilakukan amandemen peraturan yang kini masih lemah," katanya.
Ia menambahkan, selain menyelesaikan ijin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), hotel yang akan berdiri juga mengurus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Saat ini memang hotel yang memiliki luasan pembangunan 5 hektar saja yang wajib mengurus AMDAL," katanya. "Alangkah baiknya peraturan itu dirubah oleh pemerintah. Syukur-syukur diperketat."
Ia juga mengharapkan masyarakat terlibat aktif dalam upaya penyelamatan lingkungan. "Salah satunya mengontrol tempat-tempat usaha di sekitarnya," katanya.
Editor : Albertus Indratno
Kirim Komentar