Kesehatan

Waspada Campak oleh dr. FX. Wikan Indrarto

Oleh : Veronika Sekar / Rabu, 26 Oktober 2016 09:01
Waspada Campak oleh dr. FX. Wikan Indrarto
Sumber foto: http://meetdoctor.com

 

Pada dekade 1980-an sebelum era vaksinasi, campak telah menyebabkan 2,6 juta kematian anak balita setiap tahun. Sampai sekarang, campak masih menjadi salah satu penyebab utama kematian anak balita secara global, termasuk di Indonesia. Apa yang harus disadari?

Menurut Profil Kesehatan Indonesia (Kemkes, 2016) pada sepanjang tahun 2015, di seluruh Indonesia dilaporkan terdapat 8.185 kasus campak, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar 12.943 kasus dan tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus. Jumlah kasus meninggal tahun 2014 sebanyak 8 kasus, yang dilaporkan dari 5 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur, sedangkan tahun 2015 ada 1 kasus meninggal di Jambi. Incidence rate (IR) campak pada tahun 2015 sebesar 3,20, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,13 dan tahun 2013 yang sebesar 4,64 per 100.000 penduduk.  Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Riau merupakan provinsi dengan IR campak terendah. Sedangkan Sulawesi Tengah, Jambi dan Papua merupakan provinsi dengan IR campak tertinggi tahun 2015, sedangkan Aceh, DI Yogyakarta, dan Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan IR campak tertinggi tahun 2014.

Campak disebabkan oleh virus paramyxovirus dan biasanya ditularkan secara kontak langsung melalui udara. Virus menginfeksi selaput lendir jalan napas atas, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Virus menyebar melalui batuk dan bersin, kontak pribadi atau kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Virus tetap aktif dan menular di udara atau pada permukaan yang terinfeksi hingga 2 jam. Hal ini dapat ditularkan oleh orang yang terinfeksi dari 4 hari sebelum sampai 4 hari setelah, timbulnya ruam kulit. Tanda klinis campak biasanya demam tinggi, yang dimulai sekitar 10 sampai 12 hari setelah terpapar virus, dan berlangsung 4 sampai 7 hari. Gejala klinis lainnya adalah pilek, batuk, mata merah dan berair, dan bintik-bintik putih kecil di dalam mulut sisi pipi. Setelah beberapa hari, ruam kulit muncul, biasanya pada wajah dan leher bagian atas. Selama sekitar 3 hari, ruam akan menyebar, akhirnya mencapai tangan dan kaki. Ruam berlangsung selama 5 sampai 6 hari, dan kemudian memudar. Rata-rata, ruam terjadi 14 hari setelah terpapar virus.

Campak dapat menyebabkan kematian karena terjadi komplikasi, yang lebih sering terjadi pada anak balita atau orang dewasa di atas usia 20 tahun. Komplikasi paling serius adalah kebutaan, ensefalitis (radang otak), diare dan dehidrasi berat, infeksi telinga atau infeksi pernafasan seperti pneumonia. Campak berat lebih mungkin terjadi pada anak kurang gizi, terutama mereka yang kekurangan vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuh telah dilemahkan oleh HIV / AIDS atau penyakit lain. Dalam populasi dengan tingkat kekurangan gizi dan kurangnya layanan kesehatan yang memadai, 10% kasus campak mengakibatkan kematian. Wanita yang terinfeksi saat hamil juga berisiko mengalami komplikasi parah, keguguran atau melahirkan bayi prematur.

Sampai sekarang, tidak ada pengobatan antivirus untuk mengobati virus campak. Komplikasi campak yang berat dapat dihindari melalui perawatan suportif yang menjamin gizi tetap baik, asupan cairan cukup dan pengatasan dehidrasi dengan cairan rehidrasi oral. Solusi ini menggantikan cairan dan elemen penting lainnya yang hilang melalui diare atau muntah. Antibiotik harus diberikan, untuk mengobati komplikasi infeksi telinga, mata, dan pneumonia. Semua anak di negara berkembang yang didiagnosis campak, harus menerima dua dosis suplemen vitamin A, yang diberikan terpisah 24 jam. Dosis tinggi ini akan mengembalikan kadar vitamin A yang rendah, yang sering kali terjadi, bahkan pada anak bergizi baik sekalipun, sehingga dapat membantu mencegah kerusakan mata dan kebutaan. Suplemen vitamin A juga telah terbukti mengurangi jumlah kematian akibat campak sebesar 50%.

Program vaksinasi memiliki dampak besar pada pengurangan kematian akibat campak, tetapi terdapat banyak kendala di dalam pelaksanaannya. Kendala pemberian imunisasi yang masih ada saat ini sehingga terjadi penurunan cakupan imunisasi campak, antara lain adalah pendapat yang mengatakan bahwa imunisasi berbahaya. Pada hal pendapat tersebut tidak benar. Pendapat tersebut yang dimuat pada buku, tabloid, atau milis umumnya dikutip dari artikel yang ditulis oleh seorang psikolog, ahli statistik, homeopati, bakteriolog, sarjana hukum, kolumnis, ahli kanker, dan atau jurnalis, yang bekerja pada era tahun 1950-1960. Padahal jenis dan teknologi pembuatan vaksin telah mengalami kemajuan pesat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, sehingga sangat berbeda dengan keadaan di tahun 1950-1970an.

Pendapat yang kurang tepat lainnya, adalah yang mengatakan bahwa bayi yang pernah sakit campak tidak perlu divaksin campak pada umur 9 bulan. Pendapat ini juga perlu dikoreksi, karena beberapa penyakit virus lain gejalanya mirip campak, sehingga orangtua bahkan dokter mungkin saja dapat keliru, bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus lain dianggap sebagai campak. Pada kasus seperti ini, jelas pemberian imunisasi campak sangat diperlukan. Selain itu, seandainya bayi benar-benar pernah menderita campak, bayi tetap boleh diberikan vaksin campak dan tidak merugikan bayi, karena kekebalannya hanya bertahan beberapa tahun. Oleh karena itu semua anak balita dan usia sekolah di daerah yang banyak kasus campak dan cakupan imunisasinya masih rendah, harus mendapat imunisasi campak ulangan (penguat) agar kekebalannya bisa berlangsung lama.

Setiap anak berhak untuk mendapatkan Imunisasi: Imunisasi merupakan tanda cinta orang tua kepada anaknya. Imunisasi hendaknya menjadi suatu norma sosial. Jika anak-anak diimunisasi, berarti kita membantu melindungi komunitas kita. Vaksin campak aman dan melindungi anak seumur hidupnya. Target pengelolaan campak adalah pada akhir 2015 mengurangi angka kematian akibat campak secara global paling sedikit 95% dibandingkan angka kematian pada tahun 2000 dan mencapai tujuan eliminasi campak pada akhir tahun 2020. Terdapat strategi yang harus diimplementasikan berdasarkan 5 komponen, yaitu meliputi mencapai dan mempertahankan kualitas vaksin yang mengandung vaksin campak dan rubela, memantau dan mengevaluasi program  untuk  memastikan kemajuan dan dampak positif dari vaksinasi, mengembangkan dan mempertahankan kesiapan apabila terjadi wabah, respons yang cepat terhadap wabah, dan terapi yang efektif, serta menjelaskan dan melibatkan masyarakat untuk membangun kepercayaan dan permintaan imunisasi campak.

Dukungan semua pihak diperlukan untuk menurunkan angka kematian anak karena campak. Sudahkah kita berperan aktif dalam vaksinasi campak untuk balita di sekitar kita?

 

Sekian

Yogyakarta, 25 Oktober 2016

*) dokter spesialis anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini