Gudegnet - Pembukaan pameran gambar dengan tajuk "Banda" oleh Ipeh Nur dan pembukaan tulisan oleh Alia Swastika dilaksanakan Minggu (20/5) kemarin di Kedai Kebun Forum, Tirtodipuran.
Pameran karya yang bermula dari tahun 2017 ini akan berlangsung hingga 9 Juni 2018.Awal mula karya ini adalah saat Alia Swastika, kurator Ark Galerie Jogja meminta Ipeh untuk mengilustrasikan sejarah Banda. Comission work ini nantinya akan dibuat video yang menjadi bagian dari pameran oleh Iswanto Hartono di Amsterdam, Europalia.
Untuk membantu Ipeh memahami lebih lanjut mengenai subyek ini, Swastika memberinya sejumlah buku untuk dipelajari. Menurut Ipeh saat itu, ini adalah tugas yang cukup berat karena Ipeh belum pernah membuat ilustrasi berbasis sejarah dan dengan tenggang waktu yang cukup singkat, 2 minggu.
"Saya merasa harus menampilkan/menggambarkan sesuai data. Namun karena tidak banyak arsip mengenai sejarah ini, terutama foto atau gambar pendukung, Saya agak kesulitan untuk membayangkan dan menggambarkannya. Saya berusaha utk memahami isi buku, lalu saya mencoba mencari poin-poin yg menurut saya menarik utk ditampilkan dalam gambar saya," jelas Ipeh.
Berawal dari buku inilah ketertarikan Ipeh pada topik Banda, pala, dan Belanda (JP Coen) ini. Ipeh mendapat kesempatan untuk pameran di Framer Framed, Amsterdam, di pameran Kevin van Braak. Di pameran ini, Ipeh diminta untuk membuat mural. Seniman lulusan ISI angkatan 2011 ini kemudian memilih tema Banda karena menurutnya ada relasi antara Indonesia dan Belanda, yaitu kolonialisme. Dan Banda merupakan salah satu sejarah kelam kolonialisme Belanda di Indonesia. Genosida dan penaklukan tanah Banda di tahun 1621 oleh JP Coen, Gubernur Jenderal VOC saat itu. Peristiwa ini ditutupi di negara asalnya. Belanda menjadikannya pahlawan dan bahkan dibuatkan monumen.
"Awalnya agak mikir untuk menampilkan mural dengan tema ini di negaranya langsung, tapi malah dapat respon positif. Beberapa dari mereka kaget saat saya menjelaskan mural saya. Dan saya juga baru tahu kalau mereka tidak mempelajari soal kolonialisme, sejarah yang benar di sekolah," cerita Ipeh.
Ipeh memilih medium seberti batik, keramik, dan bagor (karung) di pamerannya kali ini. Mural di atas bagor dipilih karena bagor identik dengan 'wadah' beras saat ini. Identik dengan perdagangan. Sama seperti pala yang saat itu menjadi komoditas perdagangan yang menjanjikan saat itu. Pala merupakan hal yang lebih berharga daripada emas. Suatu hal yang merupakan anugerah dan berkah untuk penduduk Banda, sekaligus petaka.
Karya dengan judul 'Mooi', (indah dalam Bahasa Belanda) adalah gambar di atas tegel keramik yang terinspirasi dari dutch tiles saat Ipeh di Amsterdam. Gambar pemandangan lanskap gunung api dari Bneteng Belgica dengan penampakan kapal-kapal yang sedang berlayar. Tampak indah tapi menyimpan cerita kelam.
Dan karya barunya adalah batik beber. Batik dipilih karena ada banyak kedekatan dan korelasi. Batik merupakan kain khas Jawa. banyak budak Jawa dibawa ke Banda, dan konon katanya orang Banda lebih suka dengan kain batik ketimbang kain wool yang dipakai VOC sebagai alat barter dengan pala.
Ipeh membuat gambar/pola sendiri seperti motif stilisasi pohon pala, figur Jp coen, budak, perahu yang membawa budak dari Jawa, tangan yang dirantai putus (anti perbudakan), kapal Belanda yang khas dengan layar-layarnya. Batik di-display seperti beber yg biasanya bergambar wayang dengan kisah pertarungan. Beber adalah kain yg dibentangkan dengan dua tongkat. Selain itu beber juga bisa diartikan mengurai, membeberkan.
"Saya ingin menghadirkan sejarah Banda ini kepada yang lain," tutupnya.
Ipeh Nur adalah seniman yang lahir dan dibesarkan di Yogyakarta, Oktober 1993. Merupakan lulusan ISI Seni Grafis 2011. Karyanya kebanyakan adalah gambar ilustrasi hitam putih di atas kertas dan mural. Ipeh juga berkarya dengan medium lain seperti resin, grafis/sablon, etsa, dan beberapa medium lain.
Kirim Komentar